Berbekal pesanan dua orang teman di Jakarta, yang membaca sebuah tulisan tentang kue nastar, saya meluncur ke arah Cipanas yang letaknya lebih kurang 15 km dari rumah saya. kenapa saya bela-belain cari itu nastar demi dua orang kawan saya yang sudah lama tidak bertemu tersebut?
Begini ceritanya: Beberapa waktu lalu, seorang blogger yang tergabung di kompasiana, Iwan Piliang, menuliskan tentang perhelatan pernikahan putera SBY di Cipanas-Cianjur. Prosesi pernikahan yang mengundang banyak orang Jakarta untuk datang ke daerah berhawa sejuk tersebut rupanya menjadi catatan menarik untuk ditulis banyak orang. Tidak terkecuali Iwan. Dalam tulisannya iwan menceritakan bahwa dirinya sering sekali bertandang ke Cipanas. Dalam artikel tersebut, Iwan menulis tentang beberapa kebiasaannya dan catatannya mengenai Cipanas yang menurutnya banyak berubah, kecuali untuk beberapa hal. Salah satunya adalah tempat dia makan jika bertandang ke kota pegunungan tersebut. Sudi Mampir namanya.
Rupanya artikel Iwan yang sempat nangkring di kolom headlines tersebut menarik bagi beberapa teman saya. menarik bukan karena iwan menceritakan kisahnya yang berkaitan dengan pernikahan iBas dan Aliya, namun teman-teman saya tertarik dengan cerita iwan tentang kue nastar yang hanya bisa didapatkan di rumah makan yang berada tidak jauh dari istana kepresidenan cipanas itu.
Nah berbekal rasa penasaran tersebut, dua orang teman saya, Yunika Umar dan Suri Nathalia (biar beken ah, ditulisin namanya hihihi), langsung berdiskusi via twitter mengenai nastar yang ditulis saudara Iwan tersebut. kepenasaranan mereka menyeret saya untuk ikut-ikutan penasaran dengan kue nastar yang katanya berukuran besar dan berisi selai nanas yang banyak tersebut.
Kenapa saya jadi turut terseret? Hahaha, mereka “pandai memanfaatkan situasi” rupanya (lirik Suri). Jadi ya, saya kan berencana mau datang ke acara ultahnya kompasiana di Jakarta sabtu pekan ini. Jadilah Suri dan Ika (Yunika) mention saya berkali-kali untuk membawa itu nastar. Kami bertiga menyebutnya dengan hastag #nastarpiliang. Maaf mas iwan, namanya dicatut hehehe.
Dengan berbekal sedikit informasi yang saya peroleh dari Suri dan yunika, maka kemarin, sepulang kantor, saya melakukan perjalanan ke Cipanas. Jujur, walaupun Cipanas hanya terletak sekitar 15 kilometer dari rumah saya, namun saya jarang melihat-lihat apalagi menghapal nama-nama rumah makan yang ada di sana. Termasuk Sudi Mampir itu. Jadi hanya berbekal niat untuk menuntaskan rasa penasaran itulah saya mencari RM Sudi Mampir.
Ah,tidak sulit ternyata. RM Sudi Mampir terletak persis di tepi Jalan raya Cipanas. Persis bersebelahan dengan dengan RM sate Shinta. Jika dilihat dari bangunannya, saya menduga rumah makan ini sudah berdiri sejak jaman nyonya menir (halah)… . sudah berdiri sejak lama maksudnya. Cuma berhubung saya yang kurang gaul, jadi saya memang tidak terlalu fokus dengan keberadaannya hehehe.
Saya pun masuk ke RM tersebut. tampak seorang perempuan yang sudah senior duduk di bagian kasir. Saya menduga dia adalah pemilik RM ini. saya pun memperkenalkan diri dan menyebutkan tujuan saya ke RM tersebut. Mencari kue nastar yang informasinya saya dapat dari internet. Saya bilang saya baca di internet kalau RM tersebut menjual nastar spesial.
Perempuan yang belakangan saya ketahui bernama Tante Lestari itu memang ternyata pemilik RM tersebut, sekaligus pembuat nastar yang diceritakan di artikelnya Iwan Piliang. Dengan ramah tante Lestari menyambut kedatangan saya. Kami pun langsung akrab.
“wah, Kebetulan mas, hari ini mas sedang beruntung.” Begitu jawaban Tante Lestari ketika saya mengutarakan tujuan saya.
“beruntung karena saya sedang membuat nastar itu hari ini.” Tanpa sempat bertanya, Tante Lestari menjawab kerutan di kening saya.
Belakangan baru saya ketahui, kenapa saya dibilang beruntung, karena rupanya si Tante membuat nastar itu tidak setiap hari. Hanya hari-hari tertentu saja. “Tergantung mood” begitu katanya.
[caption id="attachment_154732" align="aligncenter" width="550" caption="nastar yang diceritakan iwan piliang yang membuat penasaran suri dan yunika (HS.2011)"][/caption] “Saya baru bikin lagi hari senin. Jadi memang beruntung. Pas datang ke sini, pas saya lagi bikin.” Tante Lestari menunjukkan beberapa loyang nastar siap oven di meja. Ow, amazing. Saya takjub ketika melihat ukuran kue yang biasanya menjadi penganan khas hari raya itu. tiga sampai empat kali lipat dari ukuran biasa. Dan segera saya merasa bungah karena keberuntungan saya datang hari itu berbuah hasil.
Ketakjuban saya tidak berhenti sampai disitu. Saya takjub kedua kali ketika saya bertanya berapa harga nastar tersebut.
Jika dilihat berdasarkan harga kue-kue lebaran, cukuplah satu kap nastar ini untuk satu keler kue nastar kecil-kecil. Satu kap kue nastar ini berisi empat buah kue nastar berukuran jumbo. Demi menuntaskan kepenasaranan, saya pun tak segan merogoh kocek untuk memesan tiga kap. Rencananya, dua kap saya bawa ke Jakarta. Satu kap mau saya makan hihihi… pengen tau, gimana sih rasa nastar spesial dengan harga tak kalah spesial itu.
Masih menurut Tante Lestari, dia membuat kue nastar itu tidak setiap hari. Tergantung mood. Kalau moodnya tidak ada, bisa berhari-hari bahkan berminggu-minggu dia tidak mau membuat kue berukuran jumbo itu.
“Meskipun ada pembeli, Tante?”
“Iya. Kalo lagi nggak mood, ya nggak saya bikin. Kalo nggak moodnya berbulan-bulan, yaa saya nggak bikin berbulan-bulan.” Ucap Tante Lestari sambil terkekeh.
Tante Lestari pun bercerita, bukan kali ini saja ada pembeli yang datang untuk kue nastarnya. Tidak jarang mereka yang datang harus pulang dengan tangan hampa karena si Tante sedang tidak mood membuat kue.
“Ini aja saya bikin seharian. Dari pagi sampe jam segini. Malah saya belum makan siang.” Dengan ramah Tante Lestari bercerita. Padahal jam sudah menunjukkan angka tiga lho hehehe. Hanya ada lima sampai tujuh loyang saja. artinya, kue ini dibuat terbatas. Dan memang, hanya yang beruntung saja yang bisa dapat.
Saya jadi teringat sebuah cerpen jeng Winda, tentang cupcake cinta yang dibuat dengan perasaan si pembuatnya, sehingga menebarkan rasa cinta kepada pembelinya. Saya pun berseloroh wah tante, berarti kue ini dibuat dengan penuh perasaan dong ya. Dan si Tante mengangguk sambil tersenyum riang.
Tentang rasanya bagaimana?
Saya perlu menunggu sehari untuk tau bagaimana rasa kue spesial ini. pasalnya, ketika saya membeli, kue tersebut belum dipanggang. Jadi, saya indent sehari hahaha.
Lezat. Renyah. Gurih. Ah, rasanya tiga kata itu belum cukup untuk menggambarkan bagaimana rasa nastar yang saya beli itu. Perpaduan wismann dan selai nanas yang lumer di mulut, memberi sensasi gurih gurih seger gimanaaa gitu. Pokoknya, saya tidak kecewa dengan nastar ini. pantesan saja Tante Lestari berkali-kali bilang: kamu beruntung. Pas datang, pas tante lagi bikin. Ah, iya. Memang… saya beruntung bisa mencicipi nastar spesial ini lebih dulu dibanding dua teman saya yang penasaran terlebih dahulu.
Mau tau rasanya? Besok saya bagi secuil deh hehehe…. (HS)
kakigunungmanangel,09122011
foto-foto:
[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="tante Lestari, pembuat nastar sekaligus pemilik RM. Sudimampir. orangnya ramah... - HS.2011"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="nastar yang belum dibakar - HS.2011"]
Notes: Tulisan ini saya upload di K sebagai ucapan terima kasih buat Tante Lestari.
Kalo ada teman-teman yang sedang main ke cipanas Puncak, mampir saja ke RM Sudi mampir yang berada di jalan raya cipanas no 16 itu. Siapa tau si Tante sedang mood membikin itu kue. Atau telpon saja dulu ke (0263) 512672.
Oya, selain membuat nastar, si tante juga membuat pisang goreng. Kalo pisgor ini, selalu ada setiap hari. Saya berkesempatan mencicipi pisang gorengnya secara gratisan ketika mengobrol dengan Tante Les.
dimuat juga di blog hadisome
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H