Mohon tunggu...
Hadi Samsul
Hadi Samsul Mohon Tunggu... PNS -

HS try to be Humble and Smart

Selanjutnya

Tutup

Money

Banjir Kiriman dan Foresta

20 Februari 2010   17:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap memasuki musim penghujan, kalimat banjir kiriman akan menjadi sebuah kalimat yang sangat umum didengar dimana-mana. Seolah-olah kalimat sakti yang mampu menyihir para pejabat-pejabat untuk segera berbenah dengan daerah yang selalu menjadi langganan banjir tersebut. Selalu, setiap tahun. Dengan kata-kata ‘banjir kiriman’ seolah-olah daerah hulu sungai adalah daerah yang paling bersalah karena telah mengirimi bencana kepada daerah hilir. Daerah hulu sungai, biasanya adalah daerah resapan air berupa hutan yang berada di Gunung. Daerah ini menjadi daerah yang penting yang bisa menjaga stabilitas regulasi air dari hulu ke hilir. Lalu mengap kalimat banjir kiriman ini menjadi sebuah tag khusus di setiap musim penghujan? Saya bukanlah penggiat lingkungan, tapi saya memiliki sedikit kepedulian kepada teman-teman yang selalu menjadi korban dari banjir kiriman tersebut. Sedikit pengalaman dengan apa yang saya tuliskan kemarin dalam “foresta for our forest”, sebagai reportase hasil wawancara dengan bapak A.P.Royani (salah satu penggiat lingkungan peduli lahan kritis di Cianjur), agaknya kegundulan hutan di daerah hulu menjadi penyebab banjir kiriman tersebut. “setiap satu menit, hutan di TNGP gundul seluas lapangan bola” Demikian pak Ape menuturkan pengetahuannya kepada saya pada wawancara tersebut. Pagi ini saya membaca liputan6.com, dan disana dituliskan bahwa terjadi banjir kiriman di daerah kampung pulo Jakarta. Banjir kiriman ini dipengaruhi oleh debit air di bendung katulampa-Bogor. Dan debit air katulampa ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca di kawasan puncak. Maksudnya, jika Puncak hujan maka debit air makin besar. Kenapa bisa demikian? Ya,itu karena daerah Puncak (yang merupakan bagian dari Kaki gunung Gede Pangrango sebelah barat) telah mengalami alih fungsi. Daerah yang seharusnya menjadi resapan air itu, kini berubah menjadi daerah kawasan wisata dimana banyak orang-orang kaya yang mendirikan villa. Dengan adanya alih fungsi tersebut, maka otomatis kawasan yang tadinya adalah kawasan hutan dengan banyak pohon menjadi kehilangan pohon-pohon yang berfungsi untuk menyerap dan menahan regulasi air.

A.P.Royani, salah satu penggiat foresta - foto:dok.pribadi

Hal itulah yang dikhawatirkan oleh Bapak Ape, sehingga dia bersama beberapa rekannya membentuk sebuah forum bernama Foresta (forum rehabilitasi sungai dan hutan). “kami melakukan penanaman juga di daerah hulu sungai di kaki TNGP. Di lima desa yang termasuk kawasan daerah hulu sungai kami menanam 100 pohon. Pendanaannya menggunakan uang dari program bapak asuh pohon. Beberapa orang Jakarta menjadi Bapak asuh pohon ini, mereka menjadi donatur tetap dengan menyumbangkan sejumlah uang sebagai biaya operasional pemeliharaan pohon tersebut. satu orang cukup satu pohon.” Demikian papar pak Ape. “para bapak asuh pohon ini hanya meminta laporan saja, sedangkan apa yang dihasilkan pohon tersebut, mutlak menjadi pemilik tanah yang ditanami pohonnya.” Tambahnya. Sekedar info tambahan, pohon yang ditanam adalah pohon alpukat menurut penuturan pak Ape. Kepedulian kita terhadap daerah hulu, seperti yang dilakukan pak Ape dan foresta-nya, akan memberikan kontribusi positif dapat menghambat banjir kiriman yang tak pernah absen selama hampir lima tahun terakhir ini. Pak Ape bukanlah orang kampung pulo (yang sering terkena dampak banjir kiriman tiap tahun), namun pak Ape dan foresta crew memiliki kepedulian terhadap dampak hutan gundul bernama banjir tersebut.

(foresta, forum rehabilitasi sungai dan hutan-foto:dok.pribadi)

Jika anda peduli, dan ingin bergabung bersama para bapak asuh pohon, kiranya bisa bergabung dengan foresta atau forum-forum sejenis yang memang concern di bidang itu. (HS) repost dari blog pribadi, jadi bisa juga dibaca disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun