Mohon tunggu...
Hadi Samsul
Hadi Samsul Mohon Tunggu... Administrasi - Civil servant

HS Bandung Kompasianer “heubeul” , angkatan 2008

Selanjutnya

Tutup

Money

Foresta for Our Forest

19 Februari 2010   00:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:51 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari di bulan Desember 2009

Ketika mengikuti pelaksanaan persiapan pembinaan wilayah desa binaan Tim Penggerak PKK kecamatan cianjur, yang dilaksanakan di desa Nagrak, mata saya tertumbuk pada sebuah papan plang di salah satu rumah. Plang tersebut bertuliskan “Sekretariat Foresta”. Tidak banyak yang saya lakukan setelah melihat plang tersebut, kecuali saya simpan di memori saya, dan ternyata kelak akan menjadi sumber tulisan saya pada saat yang tepat.

[caption id="attachment_77098" align="aligncenter" width="295" caption="plang sekretariat foresta - foto dok.pribadi"][/caption]

***

Februari 2010, ingatan saya kembali ke plang sekretariat Foresta setelah beberapa hari di bulan februari ini melihat tayangan nokia green fact di blog kompasiana. Ingin rasanya saya turut berkontribusi mengikuti kompetisi reportase nokia green ambassador tersebut. Tapi bagaimana bisa, saya kan bukan penggiat lingkungan. Ah, tidak mengapa lah, yang penting saya berkontribusi, setidaknya dengan mereportasekan orang yang menjadi penggiat lingkungan.Dan pilihan saya jatuh pada Foresta tersebut.

Didasari rasa ingin tahu apa sebenarnya Foresta itu, maka ditengah-tengah kesibukan pekerjaan, saya memacu motor saya ke desa Nagrak untuk bertandang ke sekretariat Foresta. Tanpa bekal pengetahuan yang memadai tentang siapa ketua foresta tersebut, saya memberanikan diri datang dan berkunjung.

Foresta, akronim dari FORUM REHABILITASI SUNGAI DAN HUTAN. Memiliki sekretariat di jl.rd.Gatot Mangkupraja no 11 RT 02/01 ds. Nagrak- Cianjur. telp (0263) 269 436. Diketuai oleh A.P.Royani, yang akhirnya berhasil saya temui siang itu.

Bagaimanakah foresta terbentuk?

Bapak A.P. Royani, yang selanjutnya dia memperkenalkan diri dengan sebutan pak Ape, bertutur tentang awal terbentuknya Forum ini. Didasari kekhawatiran dirinya dan beberapa rekannya tentang penggundulan hutan TNGP (Taman Nasional Gede Pangrango) yang semakin hari semakin luas, karena adanya perambah hutan yang menjadikan lahan hutan sebagai tempat menanam sayur. Maka pak Ape dan beberapa temannya yang pernah mengikuti sebuah pelatihan, akhirnya menggagas untuk membuat sebuah forum yang peduli lingkungan dan dikhususkan pada rehabilitasi pohon di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Cilaku. Kenapa rehabilitasi pohon? Karena pak Ape sadar ketika melihat pola musim saat ini. Ketika musim kemarau, air sulit di dapat, tapi ketika musim hujan, debit air melimpah ruah bahkan bisa mengakibatkan banjir di daerah Jakarta sana.

“Itu karena pohon-pohon yang menjadi resapan air sudah berkurang, makanya ketika musim kemarau dan musim hujan jadinya seperti itu.” Tutur pak Ape.

Misi pak Ape adalah untuk kembali merimbunkan pohon di TNGP. Menurut penuturannya, setiap menit, lahan gundul di TNGP bertambah seluas lapangan bola. Maka dari itu, ketika membentuk foresta di tahun 2005, pak Ape menggandeng salah satu LSM Lingkungan bernama ESP (Environmental Services programme). Dari ESP inilah, pak Ape mendapatkan akses ke USAID guna memperoleh bantuan untuk misi penanaman dan pemeliharaan pohon di sekitar daerah aliran sungai Cilaku.

Ketika pertama kali memulai misinya, pak Ape dan kawan-kawan melakukan transek atau pemetaan lokasi dengan cara survei langsung menyusuri aliran sungai cilaku, dari hulu ke hilir, selama enam hari.

“Dari hasil transek ini kita bisa menemukan masalah di titik-titik mana saja yang perlu mendapat penanganan, dan harus seperti apa Solusinya. Kita menentukan jarak 500 meter dari sungai tersebut ke arah kanan dan kiri supaya bisa ditemukan masalahnya, dan dicari Solusinya.” Kata Pak Ape sambil menunjukkan beberapa poto yang di pajang di saung tempat pertemuan forum tersebut. 500 meter ke arah kanan dan kiri sungai, berarti adalah perkampungan penduduk di sekitar DAS tersebut.

[caption id="attachment_77099" align="aligncenter" width="225" caption="pak Ape, ketika mengobrol di saung foresta. dibelakangnya tampak foto-foto kegiatan foresta. foto: dok.pribadi"][/caption]

Setelah menemukan apa yang menjadi permasalahan, dan di titik mana saja tempat-tempat yang bermasalah, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan penanaman pohon. Sebelum penanaman, pak Ape dan kawan-kawan melakukan persemaian dan pembibitan terlebih dahulu. Mereka melakukannya secara mandiri dengan dana operasional dari bantuan USAID tersebut. Selama masa pembibitan yang berlangsung kurang lebih enam bulan, pak Ape dkk melaksanakan sosialisasi kepada warga masyarakat yang berada di DAS tersebut tentang program mereka. Warga diberikan pengetahuan tentang pentingnya rehabilitasi lahan dan dituntut untuk ikut memelihara pohon-pohon yang akan ditanam nanti. Adapun pohon yang ditanam, yakni alpukat, picung, mahoni, dsb, bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar jika pohon tersebut berbuah (seperti alpukat atau picung misalnya).

“Untuk menumbuhkan rasa memiliki diantara mereka terhadap pohon-pohon itu saja. Jadi saling menguntungkan.” Demikian papar pak Ape.

Anggota forum ini menyebar di delapan desa di sepanjang hulu dan sub dampak DAS cilaku. Ke delapan desa tersebut adalah Desa Mangunkerta, Sarampad, Talaga, Cirumput, dan Padaluyu (di kecamatan Cugenang-Cianjur) yang berlokasi tepat di kaki gunung Gede, serta desa Nagrak, Kelurahan Sawah Gede, dan Desa Limbangan sari (kec. Cianjur). Anggota Foresta di tiap desa adalah: Dadang dan Sumitra untuk desa Mangunkerta, Heri dan Abep (desa Sarampad), Ceceng (Desa Talaga), Makbul dan Dandang (Desa Cirumput), Mahruf dan Euis (desa Padaluyu), Ape dan Ma’mun (desa Nagrak), Uwen dan Jajuy (Sawah gede), serta Ida dan Pendi mewakili desa Limbangan sari.

Selain penanaman di sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai), tim foresta juga melakukan penghijauan di daerah hulu sungai tersebut. Hulu sungai berlokasi di lima desa yang berlokasi di kaki gunung gede pangrango. Penghijauan dilakukan dengan cara menanam 100 pohon alpukat. Ke-seratus pohon ini, didanai oleh sebuah program bernama bapak asuh pohon. Dalam program ini, setiap orang menjadi donatur untuk pemeliharaan satu buah pohon. Ke-100 donatur tersebut akan mendapatkan laporan tiap bulan tentang perkembangan pemeliharaan pohon tersebut, sedangkan para pemilik tanah yang ditanami alpukat tersebut berhak sepenuhnya atas buah alpukat jika pohon tersebut berbuah. Sebuah simbiosis yang menguntungkan.

“Yang penting pohonnya terpelihara.” Tutur pak Ape.

Obrolan siang di saung foresta tersebut berlanjut. Pak Ape menuturkan bahwa program Foresta ini pernah dipresentasikan di hadapan menteri kehutanan, MS. Kaban, di tahun 2007. Program ini mendapatkan respon positif kala itu, namun, menurut pak Ape, belum ada realisasi atas tanggapan positif ini di lapangan. Begitu pula di cianjur, ketika ada gerakan penanaman lahan (gerhan) wilayah yang menjadi garapan foresta ini dijadikan sebagai contoh untuk gerakan di seluruh wilayah kabupaten cianjur.

***

Kini, tahun 2010, kontrak lima tahun Foresta dengan ESP (termasuk dengan USAID) akan segera berakhir. Mereka kini sedang berupaya untuk mencari donatur yang bisa menyokong kegiatan mereka. Mereka membuat proposal pengajuan ke beberapa lembaga, namun belum menemukan realisasi.

Semoga apa yang pak Ape lakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan, dengan cara menanam dan memelihara pohon di sepanjang daerah aliran sungai, menjadi inspirasi untuk yang lain terutama yang berada di sepanjang DAS Ciliwung- Jakarta agar Jakarta bisa bebas banjir.

Kepedulian kita terhadap lingkungan akan sangat berarti demi kelestarian bumi ini. Mari kita jaga agar kawasan yang seharusnya hijau tetap menjadi hijau sehingga pasokan oksigen di bumi tetap cukup. Jika tercukupi, maka global warming akan terhindarkan.

Cintai bumi, hijau lestari.

Salam hijau (HS)

foto-foto:

[caption id="attachment_816" align="aligncenter" width="300" caption="saung foresta - foto:dok.pribadi"][/caption] [caption id="attachment_817" align="aligncenter" width="300" caption="alur fikir kegiatan foresta - foto: dok.pribadi"]

[/caption] [caption id="attachment_818" align="aligncenter" width="300" caption="suasana di dalam saung foresta - foto: dok.pribadi"]
[/caption] [caption id="attachment_819" align="aligncenter" width="300" caption="foto kegiatan foresta yang terpampang di salah satu dinding saung - foto: dok.pribadi"]
[/caption] [caption id="attachment_820" align="aligncenter" width="300" caption="contoh tanaman yang dibibitkan oleh foresta - foto dok.pribadi"]
[/caption] [caption id="attachment_821" align="aligncenter" width="225" caption="pak ape tengah menjelaskan - foto: dok.pribadi"]
[/caption]

Reportase ini bisa juga di blog pribadi saya, disini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun