Mohon tunggu...
Hadi Ningrat
Hadi Ningrat Mohon Tunggu... Administrasi - Heritage, Psikologi, sosial, Budaya

Urip mung mampir ngumbe (karo mangan)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jeruk Upil

8 Maret 2014   16:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkunjung ke kota solo selalu mengingatkan saya pada tragedi 4 tahun silam di pasar klewer. Tahun 2010 adalah tahun dimana ‘karir’ saya di dunia organisasi kampus mencapai klimaksnya. Waktu itu saya mendapat undangan untuk hadir di acara forum mahasiswa se jawa-bali. Di sela-sela agenda, saya mencuri waktu untuk jalan-jalan ke kraton kasunanan surakarta. Setelah muter-muter kraton sekian lama, saya menyempatkan waktu untuk mengunjungi pasar klewer. Dari semenjak saya kecil, saya sudah sering mendengar nama pasar klewer dari tetangga-tegangga saya, katanya itu pasar fenomenal dan patut dikunjungi. Iseng-iseng saya jalan-jalan di pasar fenomenal tersebut. Entah mengapa tiba-tiba saya kok basa-basi dengan pedagang jeruk emperan menanyakan harga jeruk. Padahal jujur, saya sendiri nggak suka jeruk. Tapi bujukan setan darimana yang menghasut saya untuk menanyakan harga sekilo jeruk.

“bu, jeruknya sekilo berapa?” tiba-tiba kalimat basa-basi itu terlontar dari mulut saya

Penjual jeruk itupun menjawab “ kalih doso ewu mas... “ (dua puluh ribu mas...)

“kok mahal banget ya bu?” komentar saya terhadap jawaban ibu penjual jeruk itu.

Saya bukan fans fanatik ataupun pengamat buah jeruk, tapi menurut saya harga dua puluh ribu untuk sekilo jeruk itu terlalu mahal. Karena saya pernah mengantar teman saya beli jeruk di emperan dekat kampus sekilonya Cuma delapan ribu.

“ini beda mas, jeruk aseli pontianak. Rasanya manis, segar”

“iya bu tetep mahal, padahal jeruk seupil-upil gini” saya nggak ngerti kok tiba-tiba saya mengomentari dengan kalimat tidak etis seperti itu.

Seolah membalas serangan dari saya, ibunya itu menjawab “mending jeruk saya seupil-upil, ketimbang upil sampean se-jeruk jeruk”

Skakmat!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun