Tingkat literasi dan kesadaran akan inklusi keunagan syariah di Indonesia bisa dikatakan masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari data yang dikumpulkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2016 yang menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan syariah hanya sekitar 8,11% dan tingkat iklusi ini hanya sebesar 11,06%, dari data ini bahaw kita tahu masih banyak masyarakat yang belum dapat mengetahui tentang bagaimana sistem keuangan syariah sendiri.Â
Ini juga dapat diakibatkan dengan rendahnya akses yang dapat dirasakan oleh masyarakat untuk dapat merasakan hadirnya layanan dna produuk keuangan dari Bank Syariah.Â
Revolusi Industri yang sudah berada pada titik 4.0 bahkan di beberapa negara sudah berada pada 5.0 seharusnya menjadikan masyarakat untuk dapat dengan mudah untuk merasakan hadirnya layanan dan produk keuangan syariah di sekitar masyarakat.Â
Apalagi ada sebuah penelitaian  yang memprediksi bahwa Indonesia sebagai salah satu negara muslim terbesar akan menjadi sebuah kiblat produk syariah nomer wahid di dunia.Â
Maka dari itu, ada beberapa konstruksi yang bisa dibangun untuk dapat mewujudkan hal tersebut salah satunya dengan memperkokoh konstruksi keuangan dan menjadikan salah satu instrumen penguatan perbankan syariah.
Mulanyaa, perbankan syariah sudah hadir sejak tahun 1960-an. Mit Ghamr adalah Bank di Mesir yang pertama kali berdiri. Semenjak kehadiran bank ini barulah beberapa bank lain juga nuncul menggunakan konsep syariah, misalnya Islamic Development Bank pada tahun 1975, Dubia Islamic Bank pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank di mesir dan di Kuwait muncul Finance House pada tahun 1977.Â
Di Indonesia sendiri lembga keuangan syariah berawal dari adanaya koperasi Ridha Gusti di Jakarta dna Baitut Tanwil Salman di Bandung pada tahun 1980-an.Â
Selanjutnya perkembangan bank syariah di Indonesia semakin membaik semenjak adanya peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang mana isinya memperbolehkan perbankan konvensional memiliki unit syariah.Â
Dengan adanya hal tersebut menjadi batu loncatan bank syariah untuk dapat terus memberikan pertumbuhan yang positif dengan selalu mengeluarkan dan menawarkan produk syariah serta bank konsvensional dapat memanfaatkan infrastrukturnya sendiri baik itu dari karyawan atau kantor cabangnya.
Seperti pada perbankan konvensional lainnya, kegiatan lembaga keuangan syariah juga tidak terlepas dengan hadirnya uang. Uang disini telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi bagian penting dalam kebutuhan utama dalam sistem perdagangan untuk dapat menggerakkan perkonomian di suatui negara.Â
Jika menilik sedikit sejarah tentang uang, pada awalnya orang melakukan perdagangan dengan menggunakan sistem barter. Pada sistem barter ini dirasa masih terdapat beberapa masalah seperti nilainya yang terkadang masih belum sama antara barang yang satu dengan yang lain, dengan begitu manusia pada zaman itu memikirkan kembali sistem apa yang bisa memberikan sebuah kepuasan dalam melakukan transaksi, dipikirkanlah saat itu perlunya sistem uang sebagai alat pertukaran yang nilainya bisa disesuaikan dengan harga masing masing barang.Â
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, mendefinisikan uang sebagai alat penukaran atau standar pengukur nilai yang dikeluarkan oleh pemerintaj suatu negara berupa kertas, emas, perak dan atu logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu. Menurut Nopirin, definisi uang berbeda-beda sesuai dengan tingkatan likuiditasnya.Â
Biasanya uang didefinisikan dengan M1 adalah uang kertas dan uan logam ditambah smpanan dalam bentuk rekenig koran. M2 adalah M1 + tabungan + deposito berjangka pada bank umum. M3 adalah M2 + tabungan + deposito berjangka pada lembaga.
Islam sudah sangat jelas dan tegas mengenai konsep uang yang mana mendefinisiakn uang bukan sebagai capital, yang mana dalam hal ini uang diartikan sebagai komoditas sehingga nilai uang akan tetap bertambah walaupun tanpa digunakan untuk modal usaha. Uang dalam islam adalah uang bukan capital.Â
Karena dalam hal ini fungsi uang digunakan untuk motif transaksi dan motif di samping berjaga-jaga dan merupakan public goods yang mana selain sebagai milik pribadi juga merupakan milik umum dalam suatu peredaran perekonomian. Islam juga menjelaskan posisi uang sebagai barang dagangan (Zainul arifin, 2015).Â
Uang juga didefinisiakn asebagai benda yang dapat dijadikan sebagai ukuran dan pnyimapan niali semua barang. Dengan adanya uang ini maka akan dapat melakukan proses jual beli.Â
Dari kesimpulan di atas, islam secara umum dalam ekonomi islam menjelaskan 4 fungsi uang diantaranya alat tukar, satuan hitung, alat penyimpanan kekayaan dan standard pencicilan utang.
Dalam membangun konstruksi uang dalam ekonomi islam juga menerapkan kebijakan moneter yang mana sebenarnya prinsip dari tujuan kebijakan moneter tidak terlalu berbeda.Â
Hanya saja ada beberapa hal berbeda misalnya stabilitas dalam menjaga nilai uang dalam ekonomi islam ini tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dengan hubungan manusia Dalam islam instrumen moneter keuangan syariah sudah tentu adalah hukum syariah.
Dalam pelaksanannya berbeda secar prinsip yaitu instrumen dalam syariah tidak membolehkan adanyana jaminan terhadap nilai nominal maupun suku bunga.Â
Dengan begitu secara otomatis pelaksanana dalam kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan untuk dapat menerapkan suku bunga sebagai target operasionalnya.Â
Dengan begitu, adanya kontruksi keuangan dan perbankan syariah dapat menumbuhkan kembali literasi dan inklusi terkait ekonomi syariah sehingga juga dapat membantu meningkatkan pemahaman akan ekonomi syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H