Mohon tunggu...
IndahS
IndahS Mohon Tunggu... Freelancer - pengangguran berkarakter

penyuka sebuah senyuman karena sebuah senyuman kadang hidup terasa hidup

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ironi Pagi

9 Januari 2016   21:28 Diperbarui: 9 Januari 2016   23:32 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"dan.... ternyata aku sudah terlalu banyak melewati cerita pagi selama ini. sebuah ironi"

Satu malam telah aku habiskan dengan segala keresahannya, sekarang terpampang di hadapanku hamparan air yang luas ujungnya seperti berbatas oleh langit. dan ingatanku menguap naik bersatu padu dengan alam yang mulai berganti. kurasakan cahaya pagi mulai naik. sekelilingku yang tadinya senyap mulai menunjukkan aktivitasnya. sesekali aku menengok ke seberang tepat di belakang sana terjuntai gagah sebuah bangunan ala modernisasi. sempat terbesit dalam pikirku apa rasanya tinggal diatas sana. sambil tersenyum sinis, ahh sampai bolongpun kantongku rogoh takkan mampu aku memilikinya bahkan dalam khayalanpun sekaligus.

ku kembalikan pandanganku sebelum khayalan dan frustasi merusak pagi yang seharusnya di nikmati. diantara bebatuan tempat aku duduk sekarang beberapa kali sempat tertangkap beberapa kali tikus-tikus hilir mudik seperti menggoda. menjijikkan.

"lucu sekali, bangunan kesombongan itu begitu dekat dengan tikus-tikus menjijikkan ini" ledekku dalam hati.

jalanan di belakangku yang membatasi  bangunan tinggi dengan tempat dudukku sekarang terasa sekali mulai menguapkan gairah kehidupan. sesekali ku tengok ada ada sekelompok laki-laki berkulit putih, bermata sipit lengkap dengan pakaian yang tanpa di tanya pun aku sudah tahu mereka sedang berolahraga. terdengar dengan jelas mereka sedang bercakap dengan bahasa yang sering ku dengar tapi tak bisa aku mengerti. tidak jauh darinya tampak seorang laki-laki berkulit sawo matang sedang asik dengan sapu di tangannya dan sebuah gerobak butut disampingnya, sambil asap mengebul dari mulut dan terbang dengan bebas di udara.

aku sibuk lagi dengan pikiranku sendiri. sambil sesekali masih dengan jelas tertangkap pendengaranku percakapan orang-orang yang hilir-mudik dibelakangku.

"ahok mau adakan bla,bla,bla,bla,bla......"

"seharusnya memang bayar pajak bla,bla,bla,bla,bla....."

"mungkin sebentar lagi pak bla,bla,bla,bla,bla....."

"seharusnya bisnis itu,bla,bla,bla,bla....."

aku mendengus ingin meneriaki saja mereka "masih terlalu pagi!!!"

kudapati sekarang lelaki berkulit sawo matang itu tidak jauh dariku sedang asik dengan sapunya sambil sesekali mengalun ringan sebuah senandung dari bahasa yang bisa ku mengerti

aku tersenyum "se-asyik itukah paginya???"

aku kembali lagi dengan pikiran yang sudah terkontaminasi oleh pandangaku, padahal rasanya tadi pikiran ini terbang indah pada sebuah kerinduan tentang pagi yang damai, tadi sebelum orang-orang ini berlaku seperti orang.

terasa sekali sekarang aku berada dengan diantara orang-orang dengan kehidupan yang aneh. atau aku yang menjalani hidup yang aneh, biasanya sepagi ini aku masih tenggelam dalam selimut bahkan munkin baru membenamkan diri dalam selimut. rasanya seperti masuk kedalam layar kaca, oh bukan mungkin seperti ini rasanya menjadi setan atau malaikat mereka ada, tapi tak terpedulikan, tak nampak. atau orang-orang ini terlalu sibuk atau tidak perduli atau tidak sadar sedang di perhatikan.

sekarang aku tidak perduli lagi dengan orang-orang ini. terserah saja. kini kudapati diriku dalam sebuah pertanyaan sebenarnya aku selama ini menjadi bagian orang-orang yang mana???

aku diam

aku tidak tahu

aku malu

aku beranjak pada sebuah ayunan kosong yang menghadap bangunan yang kusebut bangunan kesombongan itu. bisa jadi ada jawaban disana.

selamat pagi

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun