Mohon tunggu...
Hadid Alaydrus
Hadid Alaydrus Mohon Tunggu... -

Entrepreneur. B.BA (hons) UK-Malaysia. Professional-Business Enthusiast. Word-mindcrafter. FC Barcelona die hard fans. Fluent in English, Arabic, Malay, Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Money

Masyarakat Indonesia dan Bisnis Properti

1 Juli 2013   21:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:09 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Doni, 28 Tahun, ialah seorang karyawan disebuah bank swasta yang berkantor di bilangan Sudirman. Ia biasa pergi dari kontrakan nya di daerah Kukusan (Depok) ke kantor pada pukul 5.30 pagi. Biasa nya nya, ia akan mengendarai motor matic ke stasiun Pondok Cina, Depok. Lalu setelah di titipkan, Ia dan para commuter lain akan menaiki kereta Ekonomi AC jurusan Depok- Tanah Abang dan berhenti di Stasiun Sudirman. Begitu juga pada saat pulang. Dengan moda transportasi yang sama, ia akan tiba di kontrakan nya pada pukul 7 malam dan menghabiskan sisa malam bersama istri dan kedua anak balita nya. Pada hari Sabtu, alih-alih melihat seorang Feni Rose di sebuah stasiun TV swasta yang asyik menawarkan berbagai apartment premium di tengah Jakarta yang dikembangkan oleh Developer kelas kakap yang memiliki venture capital besar dan brand equity yang tinggi seperti Agung Podomoro atau Agung Sedayu, Doni bersama istri dan keluarga kecil nya memilih untuk mengelilingi beberapa cluster town house dengan mayoritas tipe 45 yang ditawarkan oleh pengembang kecil-menengah disekitar kawasan Sawangan, Depok. Menurut nya, Investasi di bidang real estate lebih sesuai dengan kebutuhan keluarga kecil nya dan tentu saja kemampuan finansial nya dibanding dengan unit apartment kelas atas di tengah kota Jakarta. Apa yang diyakini oleh Doni dan keluarga kecil nya memang cukup merepresentasikan kelas menengah di Indonesia. Fenomena kelas menengah memang lagi booming di negeri ini, Bank Dunia mengklasifikasi kan masyarakat di negara berkembang yang memiliki pengeluaran US$ 2-20 perhari nya termasuk golongan kelas menengah. Saat ini, terdapat 56.5% dari total populasi bangsa Indonesia atau sekitar 135 juta jiwa yang tergolong kedalam kelas berpendapatan menengah ini. Fenomena kelas menengah ini pula yang kembali menerbitkan gairah pengembangan industri properti di segala bidang, dari mulai rumah sederhana program nya Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sampai ruko komersil di kawasan segitiga emas. Cerminan Sistem Perekonomian Pada hari Sabtu yang sama, dimana mayoritas para pekerja sedang beristirahat dari rutinitas dan sedang bercengkerama bersama keluarga, tidak hal nya dengan Sukirman, Seorang lelaki paruh baya asal Bantul, Yogyakarta. Di siang terik itu, ia bersama rekan-rekan sejawat nya sedang sibuk mencari memeras keringat dengan menjadi buruh proyek real estate demi menafkahi keluarga yang bergantung pada nya di kampung sana. Mereka tidak faham dan tidak peduli Return on Investment (RoI) yang selalu dijadikan tuhan oleh sebagian pengembang dalam setiap proyek perumahan. Mereka juga tidak ambil pusing apakah pembangunan fasilitas umum (fasum) jalan di lingkungan cluster akan menggunakan asphalt atau dengan susunan paving block. Mereka hanya memikirkan nasib hidup mereka dan keluarga mereka di kampung kepada upah harian atau borongan dari mandor, kontraktor atau dari kalangan pengembang. Ya, dari sebuah unit rumah tipe 45, ternyata ada banyak kehidupan yang bisa diselamatkan dari nya. Sebuah rumah kecil tipe 45 juga ternyata dapat menyelamatkan lebih banyak kehidupan disana. Dewasa ini, mungkin sebagian pengembang atau kontraktor akan lebih memilih untuk menggunakan  beton ringan hebel untuk membangun rumah. Beton ringan hebel yang merupakan bata padat hasil cetakan mesin di pabrik. Beton ringan hebel ini merupakan trend atas teknologi terbaru, sehingga pekerjaan akan bisa lebih cepat walau biaya per unit nya lebih mahal. Tentu saja, untuk mencetak beton ringan Hebel ini, para pemodal harus mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah yang cukup besar sebagai investasi untuk membangun pabrik, menyediakan material pembuatan dan membangun sistem dan jaringan distribusi agar dapat sampai ke retail seperti toko-toko bangunan di seluruh pelosok negeri. Lain hal nya dengan batu bata merah. Dengan kekuatan yang relatif sama untuk rumah tipe 45, industri batu bata merah mewakili ekonomi kerakyatan dimana proses produksi bata merah dilakukan dengan teknik sederhana dan mengandalkan tenaga manusia dan kondisi alam. Bata merah pun dijual dengan harga yang murah sehingga sangat akrab di semua kalangan masyarakat. Pemilihan semen sebagai salah satu instrumen penting dalam pembangunan rumah juga tak terlepas dari cerminan keadaan makro-ekonomi di negara ini. Semen digunakan dari mulai pelekat batu kali ketika konstruksi fondasi sampai proses pengacian plesteran tembok. Semen yang tersedia di pasaran juga mewakili cerminan keadaan ekonomi sektor riil  di negeri kita ini. Ada semen Tiga Roda yang menguasai market share industri semen dalam negeri, kini sebagian besar saham nya (61.70%) telak diakusisi oleh Heidelberg group (Jerman) atau semen Cibinong milik Holcim (Swiss). Memang ada beberapa semen yang mungkin masih menjadi aset BUMN seperti Semen Padang, Semen Gresik, dan Semen Tonasa beredar di pasaran untuk menangkal dan memecah hegemonisasi produk dari korporasi asing. Industri Properti sebagai Primadona Boleh dikatakan, industri properti, terutama rumah, di negeri ini memang tengah menjadi buah bibir dikalangan masyarakat dan para pelaku bisnis. Kepemilikan rumah tempat tinggal sebagai kebutuhan primer bagi manusia dan meningkat nya kemampuan ekonomi rakyat Indonesia secara keseluruhan dengan lahir nya kelas menengah baru membuat banyak pengembang coba menawarkan rumah-rumah dengan berbagai macam konsep. Para pembeli rumah datang mulai dari kalangan keluarga muda yang baru menikah, memiliki anak satu, dua sampai keluarga dewasa yang membeli rumah baru atau mencari rumah lain untuk keperluan investasi. Rumah yang ditawarkan mulai dari rumah kavling, cluster town house sampai kota mandiri atau satelit pendukung kota utama, dimana tata ruang perkotaan dan fasilitas umum diatur dengan solid dan efisien oleh para developer membuat sebagian masyarakat percaya bahwa “Jika perkotaan di atur oleh pemerintah yang mempunyai latar belakang pengusaha real estate, akan teratur dan apiklah kota tersebut”. Tipe dan konsep rumah yang dikembangkan oleh para pengembang pun bermacam-macam bisa kita jumpai di berbagai pameran properti. Sebagian pengembang menawarkan cluster dengan konsep green dan mempunyai tampak depan rumah yang minimalis-modern untuk rumah tipe kecil seperti tipe 36 dan 45. Atau para pengembang yang menyasar kalangan ekonomi menengah keatas dengan menyediakan rumah 2 lantai tipe besar dengan konsep classic ala negara eropa barat dengan gimmick investasi grade premium. Bersama Industri Properti, kita membangun negeri !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun