Pengembangan standar dan kode bangunan yang harmonis di antara negara-negara di kawasan juga akan menjadi langkah penting. Standar yang konsisten memastikan bahwa setiap negara tidak hanya membangun infrastruktur yang aman, tetapi juga yang seragam dalam tanggapannya terhadap gempa bumi. Kerja sama ini dapat dimulai melalui forum regional yang melibatkan pemerintah, akademisi, dan industri konstruksi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Adaptasi teknologi Jepang juga perlu disertai dengan peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal. Pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja di sektor konstruksi sangat penting, karena mereka adalah garda terdepan dalam penerapan teknologi ini. Unifikasi kurikulum pendidikan dan pelatihan antar negara dapat dipertimbangkan sebagai langkah untuk mencapai standar kompetensi yang setara.
Tak kalah pentingnya, pendidikan untuk pemahaman risiko gempa perlu ditingkatkan di kalangan masyarakat umum. Kesadaran akan risiko dan bagaimana menghadapi gempa adalah langkah awal yang penting dalam mitigasi bencana. Sekolah-sekolah di Jepang misalnya, rutin menyelenggarakan simulasi gempa sehingga masyarakat lebih siap saat bencana nyata terjadi.
Sistem peringatan dini dan respons bencana yang efektif juga menjadi bagian integral dari strategi mitigasi gempa. Jepang telah menunjukkan bagaimana teknologi berperan dalam mempercepat respons darurat, dan ini dapat diadopsi di Asia Tenggara. Integrasi teknologi informasi dalam tanggap darurat memungkinkan aliran informasi yang cepat dan akurat yang sangat dibutuhkan selama bencana.
Menyadari bahwa perubahan iklim juga memperparah kerentanan infrastruktur terhadap bencana, penting bagi negara-negara di kawasan ini untuk memasukkan berbagai faktor risiko dalam perencanaan kota. Contoh terbaik dari mitigasi risiko yang holistik dapat dipelajari dari upaya Jepang dalam memadukan penanaman vegetasi dan pengembangan infrastruktur hijau ke dalam desain urban mereka.
Saat kita melangkah ke masa depan, permintaan untuk bahan konstruksi yang inovatif dan aman akan terus meningkat. Kerjasama regional dapat membuka peluang pengembangan material baru yang lebih ramah lingkungan dan kuat sulit termakan usia. Dwi Agung Santoso, seorang ahli material konstruksi, berpendapat bahwa penelitian gabungan dapat mendukung terciptanya material yang mampu menahan gempa lebih baik.
Dalam bidang finansial dan investasi, penyediaan dana untuk penelitian dan implementasi teknologi tahan gempa perlu dilakukan secara kolaboratif. Skema pembiayaan bersama antar pemerintah dan sektor swasta dapat dilakukan untuk mempercepat pengembangan teknologi ini. Kerjasama lintas batas dalam investasi infrastruktur akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan berkelanjutan di kawasan ini.
Akhirnya, sebuah visi bersama untuk masa depan konstruksi tahan gempa di kawasan Asia Timur dan Tenggara perlu ditekankan, di mana setiap negara mampu mengatasi ancaman gempa dengan solusi yang didukung oleh teknologi mutakhir dan kerjasama yang erat. Dengan berbagi pengetahuan, pengalaman, dan inovasi, kita dapat membangun masa depan yang lebih aman dan berdaya tahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tanpa kolaborasi yang kuat dan komitmen kolektif, upaya menghadapi tantangan seismik ini akan sulit terwujud. Oleh karenanya, menjembatani seismik bukan hanya merupakan tugas satu negara, tetapi tanggung jawab bersama yang memerlukan partisipasi dari semua pihak untuk masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan ?! Wallahu A'lamu Bishshawwab.
Kaliurang, 13 November 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H