Oleh. Hadian M. Irfani
Perubahan iklim global tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk desain eksterior bangunan. Tingkat polusi yang meningkat, suhu yang semakin ekstrem, dan curah hujan yang tidak menentu adalah sebagian kecil dari tantangan yang harus dihadapi oleh para arsitek dan insinyur sipil. Mendekati masalah ini dengan perspektif keberlanjutan adalah kunci untuk memastikan bahwa desain eksterior tidak hanya bertahan dalam menghadapi perubahan tetapi juga berkontribusi terhadap mitigasi dampak perubahan iklim itu sendiri.
Di dunia ini, beberapa negara telah sukses menerapkan desain eksterior berkelanjutan dan menunjukkan hasil yang signifikan. Misalnya, di Denmark, desain bangunan hijau dengan pemanfaatan teknologi canggih dan material ramah lingkungan telah menjadi standar. Denmark telah berhasil mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi energi bangunan melalui kebijakan terintegrasi dan inovasi dalam desain arsitektural.
Di Jepang, teknologi bangunan tahan gempa terus berkembang di samping penerapan desain ramah lingkungan. Negara ini telah mengembangkan sistem bangunan yang mampu menyesuaikan diri dengan fluktuasi suhu ekstrem dan mengurangi konsumsi energi. Teknologi pendingin pasif dan penggunaan material berinsulasi tinggi adalah bagian dari solusi yang diadopsi untuk menjawab tantangan perubahan iklim sekaligus memperkuat ketahanan terhadap bencana alam.
Sementara itu, di Belanda, yang terkenal dengan infrastruktur pengendalian airnya, perancangan kota berbasis sistem pengelolaan air yang efisien telah diterapkan. Sistem drainase inovatif dan pembangunan ruang terbuka hijau menjadi bagian dari strategi Belanda untuk mengatasi ancaman banjir akibat peningkatan permukaan air laut dan curah hujan yang tinggi.
Sebaliknya, Indonesia menghadapi tantangan yang lebih kompleks karena faktor geografis, ekonomi, dan sosial. Sebagai negara kepulauan dengan banyak wilayah rentan terhadap bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dan tsunami, Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan adaptif dalam desain eksterior yang berkelanjutan. Memanfaatkan kekayaan sumber daya alam seperti bambu dan kayu yang bisa diperbarui merupakan langkah awal yang konkret dan dapat diterapkan secara luas.
Keberadaan program Green Building Council Indonesia (GBCI) menunjukkan bahwa Indonesia sudah mulai menyadari pentingnya desain berkelanjutan. Meskipun demikian, tantangan besar tetap ada. Banyak bangunan di Indonesia yang masih menggunakan metode konstruksi konvensional yang tidak efisien secara energi dan memiliki dampak lingkungan yang tinggi. Pendidikan dan peningkatan kesadaran adalah kunci untuk mempercepat perubahan ini di masa depan.
Adaptasi teknologi dari negara-negara yang telah sukses dalam implementasi desain eksterior berkelanjutan dapat menjadi solusi bagi Indonesia. Penerapan teknologi pendingin pasif dari Jepang, atau metode pengelolaan air ala Belanda, bisa diadaptasi dan disesuaikan dengan kondisi iklim tropis Indonesia. Dengan demikian, keberlanjutan bukan hanya menjadi gaya hidup, tetapi menjadi kebutuhan yang terpenuhi melalui desain.
Peran pemerintah dalam mendorong regulasi dan standar bangunan hijau juga sangat vital. Kebijakan yang mendukung penggunaan material ramah lingkungan dan teknologi hemat energi akan mempercepat adopsi desain berkelanjutan di Indonesia. Bagian dari upaya ini adalah memberikan insentif bagi para pengembang yang memanfaatkan teknologi hijau dalam proyek mereka.