Oleh : Hadi Susanto, ST, MT, MBA
“Selama 200 tahun, kita telah menguasai alam, sekarang kita betul-betul mengalahkannya sampai hampir mati.” (Tom Mc.Millan, dikutip dari “The Green House Trap”. 1990)
Dalam rangka memperingati Hari Kehutanan Sedunia pada tanggal 20 Maret, sudah sepantasnya kita sama-sama mengevaluasi berbagai hal yang berhubungan dengan pelestarian hutan dan lingkungan di negeri kita. Indonesia sebagai negara kepulauan ternyata berperan besar bagi kelangsungan hidup masyarakat di dunia. Saat ini, milyaran penduduk dunia menaruh harapan besar pada negeri kita karena Indonesia memiliki hutan tropis yang paling luas dan paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia, bahkan tidak tertandingi oleh negara lain dengan ukuran luas yang sama. Ini artinya potensi hutan di Indonesia jika dikelola dengan bijaksana akan menghasilkan devisa yang luar biasa. Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dunia di hutan tropis Indonesia. Hampir semuanya selalu menghasilkan penemuan species baru.
Namun ironisnya, ketika saat ini hutan tropis di Indonesia begitu berpotensi besar sebagai kekayaan alam yang tak ternilai harganya, pengelolaan dan pemeliharaannya belum dilakukan secara optimal dan bertanggung jawab. Masih seringnya pengrusakan sumber daya alam hutan yang dilakukan sekehendak hati di negeri ini. Tidak sedikit pula hasil-hasil hutan seperti kayu, tanaman langka, dan hewan endemik, yang diselundupkan bahkan dimusnahkan demi keuntungan segelintir orang saja. Kita mungkin masih ingat, bagaimana kasus Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dalam dugaan pencurian dan penggelapan kayu. Kemudian berita semakin meningkatnya serangan harimau di pulau Sumatera karena hutan habitat mereka yang kian habis ditebang. Yang terakhir adalah kasus pembunuhan orangutan di Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan timur pada awal tahun 2012. Ini membuktikan masih banyaknya pengrusakan alam dan hutan di Indonesia. Parahnya tahun 2007 yang lalu, Indonesia mendapat “prestasi” sebagai negara penghancur hutan tercepat dalam Guinness World Records. Publik akhirnya bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya pengelolaan hutan di Indonesia?
Ketika mengurai kembali jejak sejarah bangsa Indonesia, eksploitasi terhadap hutan tropis ini mulai terjadi pada zaman orde baru. Ketika itu target utamanya adalah pemulihan ekonomi negara. Sehingga semua sumber daya Indonesia harus diberdayakan secara maksimal demi penyelamatan negara. Sektor kehutanan pada saat itu sangat diharapkan karena sektor-sektor lain seperti sektor industri dan perkebunan sulit berkembang. Sayangnya kebijakan ini tidak terlalu memperhitungkan sustainability management atau manajemen yang berkelanjutan. Padahal sesungguhnya konsep sustainability ini tidak hanya terbatas pada memperhatikan dampak dari operasi kebijakan negara terhadap lingkungan dan masyarakat tetapi juga pada bidang sosial dan ekonomi. Akibatnya pada tahun 1997 berdasarkan data World Resource Institute, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya seluas 72 persen. Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 sebesar 1,6 juta hektar pertahun, dan pada periode 1997-2000 laju kerusakannya sebesar 3,8 juta hektar pertahun. Kenyataan seperti ini tentu sangat memprihatinkan bagi kita.
Terlepas dari kenyataan begitu besarnya pengrusakan lingkungan yang telah terjadi di Indonesia, khususnya hutan tropis. Terdapat satu poin penting yang harus kita cermati yaitu tentang cara pandang pengelolaan dan pelestarian hutan tropis di Indonesia. Selama ini, hutan hanya dianggap milik negara sehingga pengelolaan dan pelestariannya hanya diberikan kepada mereka yang memiliki hak dan perijinan resmi dari negara. Pihak-pihak tertentu baik asing maupun swasta, yang kebetulan dekat dengan kursi kekuasaan pemerintah tentu akan mendapatkan peluang besar untuk menguras habis kekayaan hutan kita. Di lain pihak, rakyat kecil yang sejatinya tinggal di sekitar hutan tidak diberi keleluasaan akses untuk memanfaatkan dan melestarikan hutan. Bahkan jika ada rakyat kecil yang dianggap mengganggu atau melanggar, bisa dipidanakan dengan hukum pengelolaan hutan. Kebijakan seperti ini tentu perlu dievaluasi bersama-sama. Jikalau kita semua menyadari bahwa fungsi negara adalah mengayomi masyarakat dan melindungi seluruh kekayaan alam yang terkadung di dalamnya demi kepentingan rakyat, maka sudah seharusnya pengelolaan hutan ini dijadikan sebagai kepemilikan publik. Hutan harus dijauhkan dari penguasaan segelintir orang yang sangat erat dengan muatan kapitalisme dan keuntungan individu atau golongan.
Oleh sebab itu paradigma “Hutanku, hutanmu, hutan kita semua” adalah sebuah pandangan yang mencoba mengubah perspektif pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian hutan. Jika selama ini tanggung jawab pengelolaan hutan hanya dibebankan pada pemerintah, maka saat ini berubah menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah (society responsibility). Posisi pemerintah adalah sebagai pengatur, pengayom, dan pengawas dalam pelestarian hutan tropis di Indonesia, sedangkan pengelolaan dan pemanfaatannya, dilakukan bersama-sama dengan melibatkan masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan pemeliharaan hutan bisa lebih progresif dilakukan dan pemanfaatannya lebih transparan.Jika ide ini didukung dan dilaksanakan secara komprehensif oleh semua pihak maka tidak mustahil beberapa tahun ke depan kekayaan hutan tropis Indonesia akan meningkat. Polusi udara akan berkurang dan cadangan air bersih bertambah. Banjir dan bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan alam dapat dihindari.
Salah contoh sederhana pengembangan konsep “hutanku, hutanmu, hutan kita semua” adalah dengan pengelolaan hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang dikelola oleh rakyat yang berada di kawasan lahan penduduk, lahan adat, maupun lahan milik negara. Pengelolaan hutan rakyat bisa berbasiskan pengelolaan keluarga yang dibangun untuk memproduktifkan kondisi lahan tandus dan kurang subur. Setiap keluarga diberi kewenangan untuk menanam jenis tanaman yang diinginkannya. Pemerintah berperan aktif dengan melahirkan kebijakan dan program pendidikan pengelolaan hutan rakyat yang profesional oleh rakyat.
Program yang lain adalah dengan penghijauan lingkungan. Penghijauan (Go green) adalah program sistematis yang menuntut peran pemerintah dan masyarakat untuk memperluas areal hijau di Indonesia. Pemanfaatan areal terbuka untuk penghijauan adalah solusi kongkret permasalahan polusi akibat meningkatnya jumlah industri dan kendaraan di Indonesia. Dengan melibatkan masyarakat maka akan tumbuh kesadaran untuk menjaga dan memelihara areal hijau.
Di negara maju seperti Taiwan, pembangunan areal hijau dilakukan di pinggir-pinggir sungai disertai dengan pembangunan fasilitas olahraga. Keuntungan pembangunan seperti ini adalah mencegah dibangunnya pemukiman-pemukiman liar di pinggir sungai yang menjadi sumber sampah rumah tangga yang selalu mengotori sungai. Adanya fasilitas olahraga yang disediakan secara gratis akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara fasilitas publik.
Bisakah ini dilakukan oleh Indonesia? Jawabannya pasti bisa. Dengan pengelolaan kekayaan alam dan hutan tropis yang komprehensif maka tidak mustahil hasil luar biasa akan diperoleh. Peringatan hari hutan sedunia adalah langkah awal bagi kita untuk bersama-sama berperan aktif memperbaiki alam ini. Karena hutan ini adalah Hutanku, hutanmu, dan hutan kita semua. ***
Penulis adalah aktivis lingkungan dan pendukung gerakan “Go Green Indonesia”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H