Waktu dengar pertama kali kalau sakit mata ikan harus dibedah, saya tidak percaya. Masa sakit seperti kapalan saja harus dibedah?
Awalnya kira-kira beberapa bulan lalu kaki saya terasa sakit kalau berjalan, seperti ada duri yang masuk ke dalam telapak kaki. Waktu dilihat hanya Nampak seperti kapalan tapi agak berbeda karena memiliki pusat seperti jerawat kecil. Kapalannya juga tidak lebar, tapi kalau ditekan sakit. Jadi mulai saya perhatikan, apa memang ada serpihan kayu lancip atau duri yang tak sengaja terinjak dan akhirnya menyebabkan susupan. Tapi waktu ditekan-tekan, tidak ada tanda-tanda ada benda asing yang merobek kulit telapak, tidak Nampak luka atau berdarah. Karena tidak jelas kenapa, dan tidak terlalu mengganggu kecuali sedikit sakit waktu berjalan, saya biarkan. Asumsinya jelas, sakit sedikit, nanti juga sembuh sendiri. Tubuh manusia adalah ‘mesin' yang pandai, objek asing tidak akan dibiarkan begitu saja, antibody pasti sudah melawan dan kemenangan sudah pasti di tangan, saya benar-benar dalam kondisi fit. Lewatlah satu minggu dan satu buah luka yang sama muncul. Di dekat jari kaki tidak jauh dari yang pertama, kapalan dengan mata / pusat itu muncul denganukuran lebih kecil. Walau tidak besar, rasa sakit yang ditimbulkannya sama, kalau tidak hati-hati melangkah atau menggeser telapak kaki, rasa sakit seperti menginjak duri akan terasa, nyeri akan menyebar. Masih, untuk apa diobati, nanti juga sembuh sendiri. Lewatlah satu bulan, dan saya mulai curiga. Tidak ada nanah, tidak ada darah, tidak ada pecahan kayu yang muncul untuk dicabut, hanya luka yang kian terasa perih. Bahkan waktu tidak sengaja terinjak teman, rasanya benar-benar lumayan. Dan dengan sikap sok tahu karena pernah baca sedikit, itu juga lewat komik aJepang, saya menyimpulkan, ini sakit mata ikan. Kurang lebih setahu saya begitulah sakit mata ikan, walau tidak tahu apakah gambaran yang saya miliki benar atau tidak. Jadi di apotek saya beli obat. Tulisannya, ‘larutan untuk pengobatan mata ikan, kutil dan kapalan', namanya Callusol. Cara kerjanya, kandungan Asam Salisilat, Asam Laktat dan Polidocanol akan melunakkan dan melepaskan penebalan kulit secara bertahap. Jadi mulai dengan rutin saya gunakan obat yang ternyata cepat menguap ini. Sambil terus menggunakan obat ini, saya mulai bercerita dengankawan-kawan yang saya temui, kalau telapak kaki saya sedang mengalami sakit yang saya duga mata ikan. Salah seorang teman yang melihat luka itu bilang, "wah itu sih gampang. Dicabut saja, sakit memang, tapi nanti langsung sembuh. Pake gunting kuku saja yang sudah dibersihkan dengan alcohol. Saya pernah kok dulu." "Seberapa sakit?" tanya saya, "lumayan, nanti banyak darah yang keluar. Itu berakar, dan bisa beranak." "Berakar? Beranak?" "Ya, bisa muncul di tempat lain, kan seperti kakimu itu, sudah dua tempat, harus cepat dicabut." "Seberapa dalam?" "Ya, gunting aja dulu, nanti harus sampai keluar akarnya." Saya membayangkan ubi yang dicabut dari tanah, lengkap dengan serabut di sekitarannya dan akar-akar menggantung tidak jelas. Saya belum berminat melakukan saran itu, dan selewat beberapa waktu mendengar dari teman lainnya. "Wah itu harus dioperasi." Katanya cukup serius, "dulu juga ada temen di kampus yang seperti itu dan dibedah. Bedah kecil sih, katanya." "Operasi? Gak salah?" saya makin heran, ini sakit apa sebetulnya, kapalan biasa saja kan? Penebalan kulit yang bandel saja kan? Upaya dengan obat Callusol itu dilanjutkan, dan kira-kira dengan pemakaian 2x sehari, dalam satu minggu habis satu botol ukuran 10 ml. Luka dan kulit sekitarnya memutih dan kalau ditekan terasa lunak. Rasa nyeri seperti tertusuk itu masih ada, tapi tidak banter. Selama pemakaian itu kaki lebih leluasa berjalan dan ketika bangun tidur sakitnya banyak berkurang. Ketika keadaanya terasa membaik juga obatnya juga sudah habis, saya mengabaikan lagi luka itu. Tapi tidak lama, kira-kira satu hari setelah tidak diberi obat, rasa nyerinya kembali. Kembalilah saya jalan agak timpang (tapi biasanya kalau sudah dibawa jalan agak lama, tidak terlalu sakit). Teman yang pernah bilang sebaiknya luka tersebut dicabut / digunting saja, kembali memberikan dorongan. "Teman saya juga gitu, gak dicabut-cabut malah satu telapak itu muncul banyak. Mending kayak saya, cepat dicabut, berdarah dikit, tinggal diberi betadine, beres...." Saya manggut-manggut mendengarnya, dan mulai mempertimbangkannya karena rasa sakit ini menganggu, sudah hampir dua bulan. Dengan pengalaman setelah diberi Callusol membuat lukanya terasa lembek, maka saya pikir tentu saja kalau mau dicabut atau digunting ya dengan kondisi seperti itu lebih mudah dan aman. Jadi saya beli lagi satu botol. Kali ini saya mengikuti saran yang tertulis di pamflet yang ada di dalam kotaknya, yaitu pada tiap kali penggunaan, larutan yang telah dituang di kapas ditempel dengan plester di atas lukanya. Kapas tersebut juga berfungsi meredam gesekan dan tekanan pada luka, ditambah efek larutannya yang membuat kulit jadi lebih lunak, maka untuk beberapa waktu dalam penggunaan rutin pagi dan menjelang tidur malam, mata ikan saya tidak menganggu. Tibalah saat saya menggunting duri dalam daging ini. Saya memberanikan diri, apalagi belum lama berselang seorang teman yang lain bercerita kalau Mamanya pernah sakit mata ikan dan katanya, dia meng'kruek' sendiri lukanya, lalu cepet-cepet dikasih enjet (kapur) yang banyak, lalu diobati dengan Die Da Yao Jing (obat untuk luka luar seperti Betadine). Jadi masa orang-orang berani, saya tidak. Mulailah operasi saya dilaksanakan. Dengan gunting kuku yang telah saya sterilkan (dengan cara tidak aman yang sebaiknya tidak saya jabarkan di sini), saya pun membuka plester dan kapas ber-Callusol itu, dan mengamati pusat kecilnya yang menonjol sedikit seperti jerawat. Karena kulit sekitarnya juga sudah timbul dan mengelupas, saya mencabutinya. Tidak terasa sakit, kulitnya mengelupas seperti berganti kulit. Sudah ada kulit baru di dalamnya, dan saya mengelupasnya pelan-pelan mendekati pusat luka. Kian dekat terasa sakit sedikit. Akhirnya semua pinggirannya telah dikelupas dan mengitari pusat luka, tinggal dicabut. Dengan menahan sedikit sakit, kulit itu saya cabut bersamaan dengan tonjolan kecil yang seperti jerawatnya. Lalu, walau ada yang ikut tercabut, masih tersisa yang nampaknya seperti mata jerawat. Jadi saya mulai menggunakan gunting kuku dan menggunting sedalam mungkin (kenyataannya tidak terlalu dalam, karena saya agak ragu, mana yang disebut akar, sampai sedalam mana saya harus ‘mengkruek', nampaknya daging telapak saya tidak akan bisa semudah itu saya guntingi dengan gunting kuku, dan rasa sakitnya? Bagaimana dengan rasa sakitnya???) Tidak menggunting terlalu dalam, tapi sudah tidak ada lagi yang Nampak seperti jerawat, hanya ada lubang kecil yang sekarang berdarah walau tidak banyak. Saya memberi betadine lalu menutupnya lagi dengan kapas dan plester. Lalu luka yang di ujung jari kaki, saya perlakukan sama. Yang ini karena posisinya di ujung dan lebih kecil, lebih gampang saya gunting. Luka sedikit, juga diberi betadine. Seusainya, saya tidak merasa lega, karena kalau ditekan rasa nyeri itu masih terasa. Saya ragu apakah pemotongan macam ini yang teman saya sebut mudah dan sukses. Tidak berapa lama, saya browsing tentang mata ikan. Mula-mula kalau cari dengan google untuk ‘mata ikan', maka yang keluar itu benar-benar mata dari seekor ikan yang dibahas oleh beberapa blogger pecinta ikan hias dan beberapa cerita yang kurang saya mengerti. Pencarian untuk ‘sakit mata ikan', lebih berhasil dan muncullah beberapa informasi yang membuat saya berpikir lebih lebar. Mata ikan, istilah kedokterannya Clavus, Cuma bisa disembuhkan dengan pembedahan pengangkatan / eksesi. Disebabkan oleh virus. Luka yang terasa nyeri seperti tertusuk duri, berakar dan bisa menyebar. Ah, bercanda deh, masa harus sampai bedah... sakit kapalan begini? Belum lagi ada yang bilang bahwa dia sudah pernah bedah angkat mata ikan, dan beberapa bulan kemudian muncul lagi (hah, muncul lagi? Ampun deh, sakit satu kali saja udah cukup, gak enak jalan, perih kalau bangun tidur, belum kalau terbentur), jadi dia tanya di satu forum, kira-kira ada obat tradisionalnya atau tidak. Ada yang jawab pakai getah pepaya plus enjet (kapur). Jadi waktu obrolan makan siang di kantor, saya menanyakannya dengan cukup serius pada beberapa teman. Seorang rekan, yang sudah berpengalaman lama di bidang Personal Care bilang, cukup masuk akal, getah pepaya biasa digunakan untuk campuran penghalus kulit. Mungkin kalau dioles dengan teratur, luka bisa lepas sendiri dan kulit bisa cepat pulih. Teman yang lain yang biasa berkecimpung dengan bahan-bahan kimia bilang, tetesin aja H2SO2, nanti gatel-gatel, terus dia ganti kulit dan sukur-sukur mata ikannya ikut terbakar dan lepas. Betul, menarik sekali mendengar mereka diskusi tentang sesuatu yang tidak mereka rasakan sendiri. Kalau bukan saya yang menderita sakit itu, saya akan sangat mendukung penggunaan H2SO2 itu untuk pengobatan instan. Cepat, mudah,murah. Teman saya menawarkan saya untuk mampir di lab-nya untuk memberikannya dalam botol kecil. Tapi saya pikir lebih bagus kalau bisa dapat getah pepaya, yang natural dan bersih, Cuma saya tidak tahu dimana harus beli kapur. Toko bahan bangunan? Katanya kapur beli saja di pasar, dekat orang-orang jual bunga. Ah, ada-ada saja. Tidak, mending saya lanjutkan pemakaian dengan Callusol. Obat yang sudah dipatenkan dan mengatakan bisa menyembuhkan kapalan maupun mata ikan. Jadi untuk sementara, saya tidak memikirkan obat lainnya dulu. Payah, rasanya makin aneh saja. Setelah habis botol ketiga, niatan untuk mengoperasi sendiri lagi mata ikan ini kembali muncul. Apalagi saya sudah melihat gambar di internet yang nampaknya sama persis dengan apa yang saya alami. Jadi ini benar-benar mata ikan, dan sebaiknya cepat diangkat sebelum dia lebih aktif dan muncul lagi di tempat lain. Jadi saya memanfaatkan lagi gunting kuku dan berusaha menggunting lebih dalam. Tapi hasilnya sama, tidak terlalu jelas harus sedalam apa, akibatnya hasil gunting tidak beda jauh dari yang pertama, luka sedikit dan segera diberi betadine. Akhirnya karena jemu tidak kunjung sembut, saya pergi juga ke rumah sakit, dan berharap dokternya mengatakan ini sakit biasa yang bisa diberi obat oles atau minum, lalu sembuh sendiri, tidak pakai repot dan lain-lain. Tapi diperiksa sedikit di dokter umum, dia langsung bilang ini Clavus, harus di-eksesi, dan tanpa panjang konsultasi (sepertinya dia sendiri kurang ngerti waktu ditanya mengenai penyebab dan obatnya maupun biayanya bila memang harus operasi) dia langsung memberikan surat rujukan ke dokter bedah. Jadilah saya keluar dari ruang praktek dengan bingung. Saya tidak langsung meneruskan upaya medis siang itu, memikirkan tentang kata bedah yang mengikuti gelar spesialisasi dari dokter yang akan saya kunjungi sudah cukup aneh, kalau tidak bisa saya sebut menyeramkan. Sepanjang usia saya sampai sekarang ini, rasa-rasanya tidak pernah mengalami pembedahan. Jadi, ini benar-benar pengalaman yang aneh. Teman saya menyakinkan kalau bedahnya kecil saja, dan sebentar, begitu pula yang saya baca. Jadi ketika hari-hari berlalu dengan bangun pagi harus berjinjit menuju kamar mandi dan berjalan agak timpang agar permukaan yang sakit tidak menginjak lantai, sudah benar-benar membuat bosan dan sebal, saya menuntaskan segala pertimbangan dan kembali ke rumah sakit dengan surat rujukan tersebut. Niat awalnya adalah untuk konsultasi dulu, apalagi kalau jadi sulit berjalan dan tidak bisa masuk kantor beberapa hari, misalnya. Tapi dokter bedah yang saya temui tidak mau buang-buang waktu nampaknya, setelah diperiksa sedikit, dengan persuasive dia langsung meminta saya untuk menandatangani surat persetujuan bedah kecil, dan menyakinkan operasinya tidak akan berlangsung lebih dari setengah jam. Jauh lebih baik daripada dibiarkan dan percuma berusaha dengan menggunakan obat, begitu katanya, lagipula tidak akan sampai membuat tidak bisa berjalan, Cuma tidak boleh kena air. Bekas luka yang diperban, bisa dipakai untuk jalan, mengendarai motor atau mobil, begitu katanya. Jadi tidak ada alasan lagi untuk menunda. Yang sakit, adalah waktu telapak kaki disuntik bius local. Karena ada dua tempat yang akan dibedah, dua kali kaki saya disuntik. Jarumnya terasa lumayan dalam menembus daging. Lalu setelah itu pembedahan dilakukan. Sulit dibayangkan pada awalnya tapi saya merasakan juga pengirisan, pencongkelan dan pembersihan di telapak kaki kiri saya (saya mendengar salah seorang perawatnya merinding melihat banyaknya darah yang keluar). Operasinya kira-kira 25 menit, termasuk penjahitan di kedua bekas clavusnya. Setelah itu dokternya menunjukkan apa yang dia angkat dari telapak kaki saya. Bentuknya mirip biji jeruk (ukuran kecil), dengan warna seperti daging yang berlumuran darah. Tidak ada akar-akaran, tidak ada permukaan kapalan yang lebar, hanya ‘biji jeruk' itu yang membuat kaki susah memijak. Yang jelas menurut saya, kalau seperti itu bentuknya, saya tidak akan bisa melakukan pemotongan atau pengangkatan sendiri dengan peralatan yang ditemukan di rumah. Malah cenderung bahaya karena bisa melukai tempat lain yang sebenarnya tidak terluka. Resume · Sakit mata ikan disebabkan oleh virus, kaki yang berada dalam kondisi lembab dan atau menggunakan alas kaki yang kesempitan (berbagai sumber termasuk dokter bedah rumah sakit yang saya datangi) · Sakit ini bisa menyebar ke bagian kaki lainnya dan gejala yang ditimbulkannya adalah nyeri ketika berjalan seperti ada duri yang menancap. · Kebanyakan menyarankan bahwa pengobatan praktis dan mudah adalah dengan melakukan eksesi oleh dokter (banyak kesaksian menyatakan mereka dapat mencabut sendiri luka ini, termasuk beberapa orang yang saya kenal dan baik-baik saja kondisinya setelah melakukannya - tapi secara medis amat tidak dianjurkan). · Biaya: untuk sebotol Callusol yang saya gunakan kira-kira 30 ribu (10ml) (- obat ini cepat menguap dan bila tidak hati-hati menutupnya akan habis dengan sendirinya). Dan untuk operasi kecil pengangkatan clavus ini, biayanya sekitar 1,8 juta (termasuk obat, sekali perawatan, dan sekali cabut jahitan). · Operasi saat ini tidak banyak menyebabkan rasa sakit. Ada bius local sebelum operasi dan obat penahan nyeri setelahnya (terima kasih untuk kemajuan medis). · Kira-kira beberapa hari setelah cabut jahitan, sudah tidak ada rasa nyeri sama sekali. · Sakit ini tidak bisa disepelekan dan digolongkan sebagai tumor jinak. · Jauh lebih baik menghindarinya dengan mulai memperhatikan kesehatan kaki daripada harus mengalaminya. · Beberapa web site yang saya anggap berguna memberikan masukan (termasuk salah satunya blogger kompasiana): Ø http://uwinarno.wordpress.com/2008/10/29/sakit-mata-ikan-dan-obatnya/ Ø http://www.tanyadokter.com/consultation-topic.asp?zona=CONS&discussionID=3883&discussionTypeID=11 Ø http://kesehatan.kompasiana.com/group/medis/2010/04/26/mata-ikan-ditelapak-kaki/ Ø http://health.detik.com/read/2010/06/18/130232/1381192/886/bagaimana-mengobati-mata-ikan Semoga bermanfaat. Salam peduli kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H