Dan terbukti, ketika melawan Thailand di perempat final, Indonesia menang 3-0.
Gregoria membungkam pemain top Thailand yang pernah jadi juara dunia, Ratchanok Intanon. Padahal, sebelumnya, pemain kelahiran Wonogiri ini selalu kalah dalam 8 pertemuan melawan idolanya itu.
Dan setelah Apriyani/Fadia menang di game kedua, Ester yang baru berusia 19 tahun, lantas jadi penentu usai mengalahkan Supanida Katethong yang lebih berpengalaman.
Di semifinal melawan Korea Selatan, Â tunggal putri kembali jadi andalan. Sebab, di atas kertas, ganda Korea Selatan memang lebih over power dari kita.
Tapi, Gregoria, Ester, dan Komang, membuat perbedaan. Meski, kita diuntungkan karena cederanya pemain terbaik Korea, An Se Young sehingga tunggal putri ranking 1 dunia itu tidak bisa main.
Dan di final, kita harus mengakui bahwa tim putri China di atas kita. Semua pemain yang main, kalah ranking dari pemain-pemain China yang semuanya ada di 10 besar dunia.Â
PR Menuju Piala Uber 2026 di Denmark
Karenanya, kita patut mengapresiasi keberhasil tim Uber Indonesia yang bisa tampil sebagai finalis Piala Uber tahun ini.
Namun, keberhasilan menembus final, juga tidak seharusnya membuat kita terlena. Justru, pencapaian ini harus dijadikan standar untuk lebih maju.
Bahwa, di Piala Uber tahun 2026 mendatang, tim putri Indonesia harus bisa melompat lebih tinggi. PBSI harus berani pasang target juara. Â Bukan lagi sekadar masuk final. Apalagi semifinal?
Memang bisa?