Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pelajaran Ilmu Legawa dari Tim Mali U-17 di Piala Dunia U-17 2023

2 Desember 2023   10:04 Diperbarui: 2 Desember 2023   18:45 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi pesepakola, tidak mudah tampil di pertandingan perebutan ketiga di sebuah turnamen. Bahkan di level Piala Dunia kelompok umur sekalipun.

Sebab, dua tim yang tampil di pertandingan ini adalah tim yang baru saja kehilangan harapan besarnya. Setelah mimpi mereka tampil di pertandingan final ambyar, mereka masih harus kembali di lapangan. Itu tidak mudah.

Memang, anak-anak umur masih 17-an umumnya main bola tanpa beban. Bersenang-senang di lapangan. Tapi, kekecewaan gagal tampil di final tetap saja meninggalkan perasaan kecewa membekas dan tidak mudah dihilangkan.

Karenanya, di semesta lainnya (baca turnamen lainnya), laga perebutan peringkat ketiga ini sempat menjadi kontroversi. Jadi perdebatan. Ada yang meminta ditiadakan karena dianggap tidak penting. Buat apa mempertemukan 22 orang kecewa di lapangan.

Itulah yang terjadi di Piala Eropa U17 yang sejak tahun 2007 silam tidak lagi mempertandingkan laga perebutan tempat ketiga. Bahwa dua tim yang kalah di semifinal, otomatis menjadi tim 'juara tiga' bersama.

Tapi, ada pula yang ingin tetap dipertandingkan. Sebab, bilapun hanya peringkat ketiga, itu tetap sebuah kebanggaan. Dan tentunya, pertandingannya juga ada nilai komersialnya. Ada cuan.

Pendek kata, pertandingan perebutan ketiga itu memang berat. Ini bukan lagi soal adu skill pemain. Tapi lebih kepada siapa tim yang paling cepat move on di lapangan. Tim yang bisa men-charge kembali semangat mereka setelah hancur lebur usai kalah di semifinal. 

Suasana kebatinan seperti itupula yang dirasakan tim Mali U17 dan Argentina U17 saat keduanya harus bertanding di pertandingan perebutan peringkat ketiga Piala Dunia U17 2023 tadi malam di Stadion Manahan Solo.

Bisa dibayangkan betapa remuknya hati pemain-pemain Mali ketika mereka yang sempat unggul di babak pertama dan mendominasi permainan melawan Prancis di semifinal, lantas pemainnya dihukum kartu merah dan kemasukan dua gol karena set pieces.

Nasib Argentina U17 malah lebih pilu. Pertandingan melawan Jerman U17 seperti mengaduk-aduk suasana hati mereka. Betapa tidak, sempat unggul 2-1 di babak pertama, lalu berbalik tertinggal 2-3. Hingga menyamakan skor 3-3 di menit ke-90+7. Itu rasanya pasti lega tiada terkira.

Namun, kelegaan pemain-pemain Argentina berubah menjadi nestapa di babak adu penalti. Argentina kalah 2-4 dari Jerman. Sungguh malam yang level perubahan situasinya seperti rollor coaster bagi Claudio Echeverri dan kawan-kawannya.

Dengan suasana hati sama-sama remuk, Mali dan Argentina hanya punya waktu dua hari untuk move on guna main di pertandingan terakhir. Sekali lagi, pertandingan itu bukan urusan teknik lagi. Tapi lebih kepada motivasi.

Bahwa, siapa yang punya motivasi lebih besar untuk bangkit, siapa yang lebih bisa menganggap pertandingan perebutan tempat ketiga layaknya final, dia punya peluang besar untuk menang.

Dan, tadi malam, Mali U-17 membuktikan diri bahwa mereka lebih hebat dalam urusan ini ketimbang Argentina U-17. Tim asal Afrika ini tetap tampil ngeyel dan bersemangat seperti ketika bermain di laga-laga sebelumnya. 

Sebaliknya, Argentina tidak mampu tampil seperti saat menghadapi Jerman ataupun ketika melumat Brasil di babak perempat final.

Tiga gol dari Ibrahima Diarra di menit ke-9, Mamadou Doumbia di menit ke-45, dan Hamidou Makalou di menit ke-48 yang membuat Mali unggul 3-0, menjadi pembeda suasana kebatinan Mali dengan Argentina di pertandingan ini.

Dan memang, sebelum pertandingan digelar, Pelatih Soumalia Coulibaly menyebut anak asuhnya sudah melupakan kekalahan dari Prancis. Dia bahkan menyebut laga melawan Argentina seperti final mini. 

Coulibaly juga menegaskan bahwa anak asuhnya punya tujuan jelas di pertandingan tadi malam, yakni kembali pulang ke Mali dengan membawa medali.

"Saya katakan kepada pemain bahkan sebelum persiapan untuk turnamen ini. Bahwa target kita adalah memenangkan turnamen ini. Ketika gagal di final pertama, saya bilang kita perlu memenangkan final kedua. Ini penting untuk masa depan para pemain muda Mali ini," kata Coulibaly dalam jumpa pers seusai pertandingan.

Hasil ini merupakan pencapaian terbaik kedua yang dihasilkan tim Mali U-17 di Piala Dunia U17. Sebelumnya pada edisi 2015 di Chile, Mali U-17 lolos ke final. Namun, mereka dikalahkan Nigeria yang diperkuat Victor Osimhen, penyerang yang menjadi top skor dan kini main di Liga Serie A Italia bersama Napoli.

Kapten tim Mali U-17, Ibrahim Diarra menyebut timnya bisa belajar banyak dari penampilan mereka di Piala Dunia U-17 2023. Meski pada akhirnya, mereka tidak bisa mendapatkan target yang mereka harapkan.

"Kami belajar banyak dari turnamen ini. Belajar bagaimana kita bermain sebagai tim, bagaimana kita menyikapi hal-hal di luar lapangan, dan belajar bagaimana lebih baik lagi di pertandingan selanjutnya. Itu yang terpenting," ujarnya.

Ya, kita juga bisa belajar banyak hal dari penampilan Mali U-17 di laga tadi malam dan di Piala Dunia U17 2023 ini. Belajar tentang makna legawa menerima kenyataan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna legawa adalah dapat menerima keadaan atau sesuatu yang menimpa dengan tulus hati, ikhlas, rela.

Kita juga bisa belajar dari Mali U17 tentang bagaimana mencari kegembiraan setelah kesedihan. Bahwa, setelah kegagalan, selalu ada alasan untuk bangkit dan menemukan kegembiraan lainnya.

Selamat berakhir pekan. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun