Bahkan, untuk orang yang lebih melek media alias sering bersinggungan dengan awak media, masih banyak yang minim literasi. Semisal pejabat yang menjadi narasumber, ada juga yang masih belum bisa memahami mana wartawan yang benar dan gadungan, ataupun belum bisa membedakan media arus utama yang benar dan yang abal-abal.
Tapi memang, kita tidak bisa menyalahkan bila opini dan citra yang berkembang di masyarakat terhadap wartawan ternyata masih jelek. Salah satunya karena minimnya literasi dan gebyah uyah alias menganggap semua wartawan sama seperti yang mereka temui. Ketika yang mereka temui gadungan, ya dianggap semua wartawan melakukan praktik begitu. Duh.
Karenanya, ketika tidak lagi melakukan tugas peliputan di lapangan dan diamanahi memimpin wartawan baru di kantor baru, PR ini yang coba saya garap.
Sebagai murid yang pernah menimba ilmu di sekolah jurnalistik "Kelompok Kompas Gramedia", saya mencoba mengedukasi anak-anak muda yang memilih menjadi wartawan, agar mereka memiliki pemahaman yang benar, menjaga marwah sebagai wartawan yang benar.
Bila ada yang bilang menjadi wartawan yang benar bakalan sulit makan, berarti mainnya kurang jauh. Bahwa, ada banyak contoh wartawan benar yang 'bisa hidup'. Bahkan, lewat tulisan yang memang keren, mereka bisa hidup sejahtera. Salam. (*)