Faktanya, dari empat penyerang yang dibawa ke Piala AFF 2020 dan bergantian dimainkan, tiga di antaranya tidak mampu menyumbang gol. Yakni Dedik Setiawan, Kushedya Yudho, dan Hanis Saghara. Hanya Ezra Walian yang menyumbang dua gol.
Dari 20 gol yang dicetak Indonesia, mayoritas berasal dari lini kedua. Bahkan, pemain bertahan seperti Arhan, Rahmad Irianto, Asnawi, dan Elkan baggott mampu mencetak gol.
Padahal, di masa lalu, Timnas Indonesia dikenal memiliki penyerang lokal yang punya insting gol ganas dan bahkan mampu menjadi top skor Piala AFF.
Seperti Gendut Doni Christiawan (Piala AFF 2000), Bambang Pamungkas (2002), Ilham Jaya Kesuma (2004), dan juga Budi Sudarsono (2008).
Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi Shin Tae-yong. Bila ingin Indonesia bisa tampil ganas di penampilan berikutnya seperti di Kualifikasi Piala Asia, lini depan harus dipoles.
Masalahnya adalah, Shin Tae-yong memang tidak punya banyak pilihan.
Sebab, klub-klub Liga 1 yang menjadi penyumbang pemain untuk timnas, jarang memiliki penyerang lokal yang hebat. Kebanyakan malah memakai penyerang asing. Hal ini juga dikeluhkan oleh Shin Tae-yong.
Selain itu, PR lainnya yang menurut saya masih perlu dipoles adalah kemampuan para gelandang untuk mencetak gol dari lini kedua lewat shooting-shooting dashyat.
Dulu, kita punya gelandang produktif seperti Fakhri Husaini, Bima Sakti, Uston Nawawi ataupun Firman Utina yang piawai mencetak gol lewat tendangan dari luar kotak penalti.
Di Piala AFF 2020, hanya Ricky Kambuaya yang terlihat piawai melakukan itu. Sementara Dewangga dan Irianto, kemampuan shootingnya masih harus dipoles lagi. Sebab, ketika lini depan buntu, gol dari lini kedua inilah yang bisa menjadi solusi.
Bayangkan bila sektor sayap yang sudah oke dengan pemain seperti Witan, Ramai, Irfan Jaya, dan Egy Maulana Vikri, lantas didukung lini depan ganas dan gelandang yang mampu mencetak gol dari lini kedua.