Siklus hidup itu memang terkadang naik turun.
Terkadang berada di atas. Berjaya. Terkadang di bawah. Merana. Tidak selalu di atas. Tidak melulu ada di bawah. Seperti roda sepeda yang berputar ketika dikayuh.
Klub top Spanyol, Barcelona, merasakan siklus naik turun itu di Liga Champions.
Setelah menjadi juara edisi 2015 dengan trio ganas Lionel Messi, Neymar, dan Luis Suarez, Barcelona seperti merasakan nestapa tak berkesudahan Liga Champions.
Menilik makna nestapa di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ini level sedih di atas sedih. Sedih sekali. Susah hati.
Barcelona bolak-balik merasakan nestapa itu. Tahun 2018 lalu, mereka disingkirkan AS Roma di perempat final. Unggul 4-1 di leg pertama, lantas kalah 0-3 di Olimpico.
Semusim kemudian malah lebih merana. Jumpa Liverpool di semifinal. Barcelona sudah unggul 3-0. Selangkah lagi ke final edisi 2019. Lha kok malah kalah 0-4 di Anfield.
Lalu, petaka memalukan terjadi di musim 2019/2020 ketika pandemi Covid-19 mulai mewabah.
Barcelona merasakan sakit tapi tak berdarah ketika dihajar Bayern Munchen 8-2 di perempat final. Kala itu, karena pandemi, babak knockout tidak digelar dua leg pertandingan. Tapi digelar tersentralisasi di Portugal.
Musim 2020/21 lalu, nama Barcelona juga nyaris tak terdengar. Mereka langsung out di babak 16 besar. Kalah agregat 2-5 dari Paris Saint Germain (PSG).
Puncak nestapa, Barcelona 'turun kelas' ke Europa League
Dan di Liga Champions edisi musim 2021/22 ini, Barcelona seperti merasakan puncak dari serangkaian nestapa yang mereka alami.
Dini hari tadi waktu Indonesia, tim juara Liga Champions lima kali ini dipastikan gagal lolos ke babak knock out 16 besar. Barcelona tersingkir di fase grup.
Harus menang bila ingin lolos, Barcelona lagi-lagi tak berdaya di hadapan Bayern Munchen. Mereka kalah 0-3 di Allianz Arena pada matchday terakhir Grup E, Rabu (8/12) malam waktu Eropa.
Sebelum laga, Pelatih Barcelona, Xavi Hernadez sempat berupaya memotivasi pemain-pemainnya dengan menyebut timnya tidak perlu keajaiban di Allianz Arena. Xavi pede, Barcelona bisa mengalahkan Bayern di kandangnya.
Namun, gol-gol dari Thomas Muller di menit ke-43, Leroy Sane di menit ke-43, dan Jamal Musiala di menit ke-62, menamatkan harapan pendukung Barcelona.
Meski kalah, Barcelona sebenarnya masih bisa berharap lolos bila pesaing terdekat, Benfica, gagal menang saat menjamu Dynamo Kiev. Namun, Benfica ternyata menang 2-0 di waktu hampir bersamaan.
Dengan komposisi hasil itu, Benfica-lah yang menemani Bayern Munchen lolos ke babak 16 besar. Bayern jadi juara grup dengan selalu menang dalam 6 pertandingan. Benfica jadi runner-up dengan 8 poin.
Sementara terpaku di peringkat 3 dengan 7 poin. Sesuai aturan UEFA, tim peringkat 3 dalam fase grup Liga Champions akan 'turun kelas' tampil di Europa League, kompetisi 'kelas dua' di Eropa.
Barcelona masih punya peluang juara di kompetisi Eropa
Tampil di Europa League tentu sebuah kemunduran bagi tim sekelas Barcelona yang selama bertahun-tahun tampil di Liga Champions, jadi favorit juara, dan bahkan jadi juara di tahun 2006, 2009, 2011, dan 2015 (plus juara 1992).
Kali terakhir Barcelona main di kompetisi Europa League terjadi di musim 2003/04.
Kala itu, Europa League bahkan masih menggunakan nama UEFA Cup alias Piala UEFA. Ya, setelah 17 tahun, Barcelona harus rela kembali tampil di Europa League.
"Aku marah. Ini adalah kenyataannya dan itu membuatku kesal. Kita harus menghadapinya secara langsung. Era baru dimulai hari ini. Kami mengawalinya dari nol," ujar Xavi dikutip dari ESPN.
Ya, Barcelona memang akan seperti mengawali dari nol lagi dalam perjalanan mereka di kompetisi Eropa. Dan itu tentu bukan hanya salah Xavi.
Bila dirunut ke belakang, kegagalan Barcelona lolos ke babak 16 besar tidak lepas dari awal buruk di fase grup saat masih dilatih Ronald Koeman. Sergio Busquets dan kawan-kawan kalah beruntun dari Bayern dan Benfica dengan skor 0-3.
Meski, Xavi sejatinya bisa membuat langkah besar ketika awal melatih Barcelona di Liga Champions. Ketika Barce menjamu Benfica di matchday V. Andai laga itu bisa dimenangi, Barca sudah lolos.
Namun, Barcelona ternyata hanya mampu bermain 0-0 di Camp Nou sehingga harus melakoni laga hidup mati di matchday terakhir. Dan yang terjadi ya seperti dini hari tadi.
Toh, meski harus turun kelas di Europa League, Barcelona tidak perlu bersusah hati berkepanjangan. Bagaimanapun, Barcelona masih punya peluang untuk meraih piala di kompetisi Eropa. Meski itu di Europa League.
Andai bisa juara di Europa League, Barcelona bakal tampil di Piala Super Eropa menantang juara Liga Champions. Tentu itu tidak buruk bagi Xavi dan anak asuhnya.
Namun, Europa League juga tidak berarti akan mudah bagi Barcelona.
Sebab, ada beberapa tim kuat dari Liga Champions yang juga turun kelas seperti RB Leipzig, FC Porto, Borussia Dortmund, dan juga tim Spanyol, Sevilla yang selama ini punya reputasi bagus di Europa League.
Bila ingin juara dan meraih trofi kelas Eropa, Barcelona era Xavi harus menaikkan level permainan mereka. Bila tampil biasa-biasa saja, ya Barcelona harus bersiap tidak meraih apa-apa di musim ini.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H