Dia unggulan 5. Dia salah satu tunggal putra terbaik Indonesia. Apalagi, Ginting juga punya 'koneksi' bagus dengan Indonesia Masters. Dia juara di edisi 2018 dan 2020.
Lalu, apa yang membuat Ginting bisa kalah dari Kunlavut?
Sampeyan (Anda) yang menyaksikan langsung pertandingan ini dari layar televisi, bisa dengan mudah menyampaikan analisis penyebab kekalahan Ginting.
Terlepas dari Kunlavut memang bukan lawan sembarangan, tetapi penampilan Ginting kemarin sungguh tidak seperti dirinya. Seolah bukan Ginting yang kita kenal selama ini.
Sebab, Ginting yang kita kenal merupakan pemain yang sabar mengembangkan permainan, punya variasi serangan, senang bermain menyerang, dan minim error.
Namun, di pertandingan kemarin, Ginting seperti kehilangan dua hal dari ciri khasnya. Utamanya poin pertama dan keempat.
Ginting (25 tahun) sebenarnya tidak bermain buruk.
Permainan menyerangnya beberapa kali membuat Kunlavut pontang-panting di lapangan. Beberapa kali skema serangan yang dia rancang berhasil dengan diakhiri smash setelah pengembalian tanggung dari Kunlavut.
Hanya saja, dia lebih sering terlihat kurang sabar. Dia seperti ingin cepat-cepat mendapatkan poin. Kalau kata orang Surabaya, Ginting mainnya gopoh kabeh. Grusa grusu.
Sementara lawan yang dihadapinya, Kunlavut (20 tahun) bukanlah pemain yang mudah dimatikan. Beberapa kali smash Ginting bisa dikembalikan oleh anak muda juara dunia junior tiga kali beruntun (2017, 2018, 2019) ini.
Bahkan, beberapa kali pukulan drop shot Ginting malah dikembalikan Kunlavut dengan drop shot balasan yang mengecoh langkah.