Kemudian, Hendra/Ahsan turun menghadapi ganda Taiwan yang tengah on fire, Lu Cing Yao (28 tahun) dan Yang Po Han (27 tahun). Meski usia tidak lagi muda, tapi Hendra (37 tahun) dan Ahsan (34 tahun) mampu memperlihatkan bahwa kualitas itu permanen.
Tidak hanya itu, mentalitas tanding Hendra/Ahsan harus diakui memang tiada tanding.
Mereka menang 21-16 di game pertama, mereka kalah 14-21 di game kedua. Di game ketiga, meski usia lawan lebih muda 6-10 tahun, tetapi Hendra/Ahsan mampu menutup game penentuan dengan skor 21-15.
Bahkan, di game ketiga ini, The Daddies--julukan Hendra/Ahsan mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Mereka bermain kalem tapi mematikan. Ciri khas mereka keluar. Pukulan cepat dan 'ajaib', penempatkan shutlecock di tempat yang sulit dijangkau lawan, dan juga smash yang masih kencang. Baammmmm.
Di putaran pertama, Lu/Yang mengalahkan ganda muda Indonesia, Leo Rolly/Daniel Marthin. Dengan kemenangan Daddies ini, ibaratnya bapaknya marah dan membalaskan kekalahan anaknya.
Marcus/Kevin yang tampil terakhir, juga memperlihatkan permainan oke. Mereka menang straight game 21-19, 21-16 atas ganda putra Jerman yang sedang tampil bagus, Mark Lamsfus/Marvin Seidel hanya dalam 33 menit.
Ganda Jerman inilah yang menyingkirkan Hendra/Ahsan di Denmark Open. Tapi ya itu tadi, waktu itu, kondisi ganda putra Indonesia tidak dalam kondisi bagus.
Bisa bertemu di final
Toh, turnamen belum usai. Bahkan, jadwal laga perempat final Prancis Terbuka yang dimainkan Jumat (29/10) siang waktu Prancis atau malam waktu Indonesia mempertemukan trio ganda Indonesia dengan lawan-lawan yang lebih tangguh.
Marcus/Kevin akan ditantang ganda Malaysia unggulan 7, Ong Yew Sin/Teo Ee Yi. Sementara Hendra/Ahsan menghadapi ganda Korea, Ko Sung-hyun/Shin Baek-cheol.