Mereka melajukan motor dan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Padahal, itu jalanan di desa lho. Jalan yang dulu semasa bocah, saya berangkat ke sekolah berjalan kaki ataupun menaiki sepeda onthel bersama teman-teman. Damai sekali.
Jalannya sebenarnya tetap sama. Tidak berubah bentuk. Palingan kini agak lebih lebar dan lebih mulus aspalnya.
Yang berbeda adalah pengguna jalannya. Kini jauh lebih banyak pengguna motor dan mobil. Nyaris tidak ada pengguna sepeda pancal, kecuali di hari Minggu ketika banyak orang nggowes.
Saking ramainya jalannya dan mereka melajukan kendaraannya dengan kecepatan bak berada di lintasan MotoGP, untuk sekadar menyeberang jalan saja susah. Harus menunggu selama beberapa menit.
Sebenarnya, apa yang membuat banyak orang berlagak jadi tukang ngebut di pagi hari?
Bila ditanyakan kepada mereka, alasannya mungkin klasik. Karena buru-buru berangkat ke tempat kerja. Mereka ingin cepat-cepat sampai di kantor.
Oke lha. Tanpa harus melakukan survei, semua orang yang bekerja tentu tidak ingin datang terlambat ke tempat kerjanya. Saya pun dulu begitu ketika masih bekerja kantoran.
Hanya saja, khawatir datang terlambat di kantor sehingga ngebut di jalan saat berangkat, menurut saya itu tidak ada korelasinya.
Sebab, bila memang bisa memperhitungkan waktu tempuh dari rumah ke kantor lantas mempersiapkan diri dengan benar, sebenarnya tidak perlu aksi ngebut seperti itu.
Semisal jam masuk kantor jam 7.30 WIB, bila estimasi jarak dari rumah ke kantor satu jam, ya jangan berangkatnya jam 6.30. Itu namanya sengaja datang terlambat. Berangkatlah lebih pagi.
Saya pun dulu begitu. Berangkat dari rumah jam 6 lewat 5 menit. Biasanya sampai di kantor jam 7.10. Belum terlambat. Berangkat lebih pagi juga termasuk mengantisipasi bila kemacetan di jalan sedang parah-parahnya.