Para pekerja media ketika membuat berita, selain perintah dari atasannya (redaktur dan sebagainya), niatnya demi menyampaikan informasi kepada publik.
Dengan berita-berita yang ada, pembaca diharapkan bisa mendapatkan pencerahan. Harapanya, mereka jadi lebih disiplin menjaga diri dan punya kemampuan untuk mengantisipasi agar tidak terpapar Covid-19. Bukankah itu bagus?
Saya bisa mengatakan itu karena saya pernah menjadi bagian dari pekerja media. Saya pernah menjalani rutinitas membuat berita ketika sewindu bekerja di 'pabrik koran'.
Merujuk hal itu, kampanye 'Stop Berita Covid-19' tersebut, bila memang dilakukan, malah bisa berdampak buruk. Justru bisa kontraproduktif dengan semangat kita untuk menyetop penyebaran Covid-19 ini.
Bayangkan bila media-media tidak lagi mengabarkan Covid-19, masyarakat bisa menganggap kasus Covid-19 sudah tidak ada. Padahal, di luar sana ternyata lonjakan kasusnya tinggi.
Bila seperti itu, masyarakat jadi terjebak dalam ke-santuy-an. Mereka tidak lagi waspada dan antisipatif terhadap situasi bahaya yang sedang terjadi. Ujung-ujungnya, mereka rentan terpapar Covid-19.
Menyikapi kabar duka dan berita Covid-19 di media
Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi maraknya kabar duka dan pemberitaan masif seputar Covid-19 di media?
Kalau untuk kabar duka yang beredar di grup-grup WA, kuncinya ya biasa saja dalam menyikapinya. Biasa dalam artian tidak panik ketika membaca kabar itu. Anggap saja informasi untuk menambah wawasan.
Ambil blessing in disguise. Hikmah terselubung. Bahwa, dengan banyaknya kabar orang meninggal, kita harus meningkatkan kewaspadaan selama pandemi ini.
Kita harus Menjaga kesehatan diri dan keluarga dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah.Â