Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Gareth Southgate, Pernah Ditolak Melatih Kini Bawa Inggris ke Final Piala Eropa

8 Juli 2021   12:05 Diperbarui: 9 Juli 2021   01:41 1304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Inggris Gareth Southgate merayakan kemenangan timnya setelah memenangi laga semifinal Euro 2020 antara Inggris vs Denmark di Stadion Wembley, London, 7 Juli 2021.| Sumber: AFP/Frank Augstein via Kompas.com

Selalu ada yang pertama di sepak bola.

Dini hari tadi, "mantra sakti" di sepak bola itu dirasakan suporter Timnas Inggris. Usai menunggu selama 53 tahun sejak berpartisipasi di Piala Eropa 1968, Inggris akhirnya lolos ke final untuk kali pertama.

Tiket ke final digenggam Timnas Inggris setelah mengalahkan Denmark 2-1 di laga semifinal dramatis sekaligus kontroversial di Stadion Wembley, Kamis (8/7) dini hari.

Inggris sempat tertinggal. Denmark unggul lebih dulu lewat tendangan bebas Mikkel Damsgaard di menit ke-30. Anda tahu, itulah gol free kick pertama di Euro 2020 ini.

Sembilan menit kemudian, Inggris menyamakan skor. Bermula dari pergerakan liar Bukayo Saka di sisi kiri pertahanan Denmark. Pemain muda Arsenal ini lantas mengirim bola ke depan gawang.

Kiper Denmark, Kasper Schmeichel gagal menghentikan bola yang melaju ke arah Raheem Sterling. Kapten Dennmark, Simon Kjaer coba menghalau bola. Namun, bola malah masuk ke gawangnya sendiri.

Skor 1-1 itu bertahan hingga akhir laga. Meski Inggris mengurung pertahanan Denmark di akhir babak kedua, tetapi bola rupanya tak mau masuk ke gawang. Laga pun dilanjutkan ke masa perpanjangan waktu.

Di menit ke-104, kontroversi terjadi ketika Sterling terjatuh di kotak penalti. Wasit asal Belanda, Danny Makkelie menunjuk penalti. Meski diprotes pemain-pemain Denmark.

Yang jadi masalah, wasit memutuskan untuk tidak melihat tayangan ulang itu melalui Video Assistant Referee (VAR). Keputusan itu mendapat sorotan banyak pihak.

"No penalty. I don't understand why in situtions like that the VAR, the referee doesn't go & look on the screen. In a moment like that, he has to be absolutely sure," ujar Arsene Wenger, mantan pelatih Arsenal.

Harry Kane maju sebagai eksekutor. Tendangan penaltinya bisa diblok Kasper Schmeichel. Namun, bola lepas itu langsung disambar Kane. Gol. Inggris pun unggul.

Penalti Kane vs Schemichel itu jadi gambaran, Inggris bisa menghadapi masalah bila laga berlanjut ke adu penalti. Seperti ulasan di tulisan sebelumnya: 

Baca Juga: "Ngeri-ngeri Sedap", Bila Inggris Harus Melakoni Adu Penalti.

Sebab, andai eksekusi Kane di menit ke-104 itu terjadi di babak adu penalti, tentu tidak ada cerita bola yang ditepis kiper boleh ditendang lagi.

Toh, apapun itu, laga telah usai. Inggris menang. Mereka ke final. Inggris akan menghadapi Italia, Minggu (11/7). Sementara Denmark hanya bisa meratapi ketidakberuntungan mereka di semifinal.

Southgate, pelatih pertama Inggris di final Euro

Sukses Inggris melangkah ke final Euro 2020 bukan hanya tentang sejarah Timnas Inggris dan kegembiraan para fannya. Ada fakta lain dalam pencapaian hebat ini.

Bahwa, Gareth Southgate (50 tahun), kini tercatat sebagai pelatih pertama asli Inggris yang bakal tampil di final Piala Eropa. Setelah berpuluh-puluh tahun, akhirnya ada orang Inggris yang tampil di final Piala Eropa.

Gareth Southgate menjadi pelatih pertama Inggris yang bisa membawa negaranya lolos ke final Piala Eropa. Dini hari tadi, Inggris mengalahkan Denmark 2-1 di semifinal. Inggris bakal melawan Italia di final, Minggu (11/7)/Foto: www.headlinestoday.news
Gareth Southgate menjadi pelatih pertama Inggris yang bisa membawa negaranya lolos ke final Piala Eropa. Dini hari tadi, Inggris mengalahkan Denmark 2-1 di semifinal. Inggris bakal melawan Italia di final, Minggu (11/7)/Foto: www.headlinestoday.news
Sebelumnya, silih berganti pelatih asal Inggris menangani The Three Lions--julukan Timnas Inggris. Beberapa di antaranya juga pernah melatih Southgate sewaktu jadi pemain.

Seperti Terry Venables di Piala Eropa 1996, lalu Glenn Hoddle di Piala Dunia 1998, juga Kevin Keegan di Piala Eropa 2000. Tapi, semuanya gagal. Hanya Venables yang lumayan bisa membawa Inggris ke semifinal.

Namun, dari sekian nama tersebut, yang paling menyedihkan adalah Steve McClaren. Di bawah asuhannya (2006-07), Inggris gagal lolos ke Piala Eropa 2008.

Sebagai pecinta bola yang mulai rajin mengikuti kabar olahraga ini pada pertengahan 90-an silam, saya mengingat Southgate sebagai bek tengah yang santun ketika bermain.

Gayanya kalem. Tak banyak omong di lapangan. Apalagi tergoda berbuat nakal dengan mengasari pemain lawan.

Southgate juga bukan tipe pesohor seperti partnernya, Tony Adams, yang kehidupan pribadinya sering disorot media. Dia juga bukan pemain yang emosional seperti rekannya di Timnas Inggris, Stuart Pearce.

Saya mengingatnya bermain dengan jersey Aston Villa. Lantas, pindah ke Middlesbrough di awal 2000-an. Dia pernah membawa klub itu ke final Europa League 2006. Tapi kalah dari Sevilla. 

Pertengahan tahun 1996 silam, Southgate yang usianya baru 25 tahun, pernah viral di seantero Inggris. Ketika Inggris melawan Jerman di semifinal Euro, dia dipilih jadi penendang penalti dalam drama adu penalti.

Ketika skor sama kuat 5-5, Southgate yang innocent itu maju sebagai penendang keenam. Sepakannya gagal. Lalu, Andy Moller membuat Jerman ke final. Inggris tersingkir.

Sempat ditolak di awal melatih karena tidak sesuai kualifikasi

Tahu-tahu, Southgate "banting stir" melatih. Tahun 2006-07, dia ditunjuk melatih Middlesbrough, mengisi posisi Steve McClaren yang melatih Inggris.

Menariknya, di awal melatih, Southgate sempat digugat karena tidak memenuhi kualifikasi menjadi pelatih. Dia tidak memiliki lisensi UEFA Pro sebagai syarat untuk bisa melatih tim Premier League.

Namun, dia mendapatkan dispensasi. Keringanan. Itu setelah Middlesborugh sukses melobi Pihak FA.

Middlesbrough bersikukuh, Southgate belum mengikuti kursus kepelatihan karena agenda padatnya bermain untuk negara dan klub. Seiring waktu, dia lantas memenuhi kualifikasinya.

Meski tak pernah meraih piala sebagai pelatih, Southgate pernah meraih penghargaan individu. Dia pernah terpilih jadi Premier League Manager of The Month edisi Agustus 2008.

Namun, kemesraan Southgate bersama Middlesbroght berakhir pahit. Di musim 2008/09, The Boro terdegradasi ke Divisi Championship setelah 11 musim tampil di Premier League.

Southgate berikrar bisa meraih promosi instan untuk Middlesbrough. Secepatnya kembali ke Premier League. Namun, dia malah dipecat oleh manajemen klub.

Setelah itu, dia "menghilang" dari sepak bola. Empat tahun dia menepi. Hingga, di tahun 2013, dia ditunjuk menjadi pelatih Tim Inggris U-21 menggantikan Stuart Pearce.

Lantas, September 2016, dia ditunjuk melatih tim senior. Sempat tiga bulan menjadi caretaker, dia lalu disodori kontrak sebagai pelatih permanen empat tahun.

Meski dulunya bukan bek yang tenar, tapi Southgate menunjukkan kepada publik bila dirinya seorang pelatih hebat. Dia membawa Inggris lolos ke Piala Dunia 2018.

Kita tahu, dibawa kepemimpinan Southgate, Inggris tampil oke di turnamen itu. Dia membawa Inggris lolos ke semifinal Piala Dunia 2018 sebelum kalah dari Kroasia.

Southgate menyamai pencapaian pelatih tenar, mendiang Sir Bobby Robson yang pernah membawa Inggris lolos ke semifinal Piala Dunia 1990.

Namun, untuk penampilan di Piala Eropa, Southgate meraih hasil lebih oke dari Robson yang meninggal pada 31 Juli 2009 silam. Inggrisnya Robson terhenti di fase grup Piala Eropa 1988.

Prestasi Southgate menaikkan martabat pelatih Inggris

Keberhasilan Southgate membawa Inggris ke final Piala Eropa itu menjadi bukti, pelatih asal Inggris juga bisa berprestasi.

Selama ini, pelatih-pelatih Inggris dikenal kurang berprestasi. Pencapaian minimalis Timnas Inggris ketika dilatih pelatih Inggris di ajang turnamen internasional seperti Piala Dunia dan Piala Eropa mejnadi penegas.

Tidak hanya di level timnas, di level klub pun, pelatih-pelatih asal Inggris masih dianggap "pelatih kelas dua". Bahkan, di rumahnya sendiri, pelatih asal Inggris itu seperti orang asing.

Tengok apa yang terjadi di Liga Premier Inggris. Belum pernah ada pelatih asli Inggris yang masuk dalam jajaran pelatih elit karena prestasinya.

Sejak format Liga Inggris berubah nama menjadi Premier League dan dikenalkan di musim 1992/93 menggantikan Old Division, belum pernah ada pelatih Inggris yang bisa membawa klubnya juara.

Dari 11 pelatih yang pernah juara di Premier League, semuanya bukan orang Inggris. Seolah semesta tidak merestui pelatih Inggris untuk berprestasi di negaranya sendiri.

Tidak percaya? Simak daftarnya.

Pelatih tersukses dalam sejarah Premier League, Sir Alex Ferguson yang meraih 13 gelar, bukanlah orang Inggris. Ia orang Skotlandia.

Juga Kenny Dalglish yang membawa Blakcburn Rovers jadi juara di musim 1994/95, dia pun orang Skotlandia.

Lalu, Arsene Wenger, pelatih legendaris Arsenal periode 1996-2018, ia orang Prancis. Jose Mourinho yang tiga kali juara bersama Chelsea, orang Portugal.

Lalu, Carlo Ancelotti, Roberto Mancini, Clauido Ranieri, hingga Antonio Conte yang pernah sekali juara, mereka Italiano. Orang Italia.

Bahkan, ada orang Amerika Latin, Manuel Pellegrini (Chile) yang pernah juara bersama Manchester City di musim 2013/14.

Hingga kini, di era rivalitas Pep Guardiola dan Jurgen Klopp, keduanya juga bukan Englishman. Guardiola asal Spanyol. Sementara Klopp orang Jerman.

Padahal, sejak musim 1992/93 itu, sudah ada ratusan pelatih asli Inggris yang melatih klub Premier League. Beberapa yang tenar di antaranya Roy Hodgson, Harry Redknapp, Sam Allardyce, hingga Alan Pardew.

Hingga era beberapa pelatih yang berusia di bawah 50 tahun seperti Scott Parker, Graham Potter, Dean Smith, ataupun Frank Lampard.

Namun, semuanya belum mampu menjadi pelatih elit di Premier League. Lampard yang sempat diekspos bagus, musim lalu dipecat Chelsea, klub yang menjadikannya legenda.

Mungkin hanya Steven Gerrard yang mendapat nilai plus plus. Musim lalu, dia membawa Glasgow Rangers menjadi juara di Liga Primer Skotlandia. Namun, dia belum pernah melatih di Premier League.

Toh, dengan pencapaian Southgate di Euro 2020 ini, para pelatih Inggris bakal lebih termotivasi. Bahwa, mereka juga bisa meraih prestasi. Siapa tahu, di tahun-tahun mendatang, ada pelatih Inggris yang membawa klub Premier League jadi juara. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun