Berbeda bila bekerja di rumah yang kita harus mengatur sendiri jam kerja. Terkadang bila sedang santuy bisa tidur siang.
Tapi, bila tenggat pekerjaan datang bersamaan, bisa lembur hingga dini hari untuk memberesi pekerjaan. Kondisi ini tentu rentan bagi kesehatan.
Nah, alur cerita seperti itu yang kerapkali saya alami sejak menjadi pekerja lepas. Saya sering melewatkan malam-malam dengan lembur di depan laptop untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang deadlinenya berbeda-beda.
Ada yang harus selesai jelang akhir bulan. Ada yang tengah bulan. Belum lagi bila ada orderan tulisan yang mendadak harus diselesaikan.
Terkadang harus ke Surabaya untuk bertemu narasumber dan malamnya kembali bekerja di depan laptop. Belum lagi bila cuaca kurang bersahabat semisal kehujanan dari Surabaya hingga Sidoarjo.
Dengan ritme kerja yang menguras pikiran dan stamina seperti itu, bila mengibaratkan tubuh seperti handphone, 'baterai' energi saya rentan terkuras habis.
Seperti baterai yang bila kehabisan daya memunculkan tanda agar segera di-charge, tubuh pun demikian. Beberapa sinyal berupa badan lemas hingga pusing mulai terasa.
Seperti handphone yang harus di-charge untuk mengisi kembali daya batere, tubuh pun juga harus diisi lagi energinya dengan beristirahat/tidur.
Masalahnya, dalam kondisi dengan berbagai pertanda badan akan sakit tersebut, pekerjaan menumpuk atas nama deadline tidak bisa ditawar waktu selesainya. Juga tidak mau tahu kondisi tubuh kita. Mau sehat atau mau sakit, pekerjaan harus selesai sebelum batas waktu yang ditentukan.
Selain itu, bekerja dari rumah cenderung kurang bergerak. Bila sedang asyik bekerja, bisa berjam-jam duduk menulis di laptop. Atau juga sering rebahan. Kebiasaan kurang gerak seperti ini tentu mengundang penyakit.
Bahkan, bekerja di rumah tidak hanya rentan sakit badan. Mental juga bisa kena penyakit. Sebab, ada rupa-rupa omongan tetangga yang tidak enak didengar perihal kita yang 'hanya' bekerja di rumah.