ADA banyak hikmah berpuasa di bulan Ramadan yang bisa kita rasakan. Dari manfaat kesehatan fisik hingga kesehatan mental.
Bila mengutip lirik lagu terkenal Bimbo, "Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya", rasa lapar akan mengajari kita menjadi pribadi yang rendah hati. Pribadi yang iso rumongso (bisa merasa). Bukan iso rumongso (merasa bisa).
Ya, dengan merasakan lapar karena berpuasa, kita diajari untuk ikut merasakan betapa tidak enaknya lapar. Kita jadi tahu 'problem harian' yang dirasakan orang miskin di sekliling kita.
Dari ikut merasa, kita tergerak untuk mau berbagi. Di antara cara berbagi adalah dengan bersedekah. Berinfak.
Ada banyak anjuran di Alquran dan Hadist agar kita rajin bersedekah dan juga manfaatnya. Apalagi, di bulan Ramadan ini. Ini ibarat masa-masa 'prime time' untuk berinfak ini.
Keajaiban Sedekah
Terkait sedekah ini, saya cukup sering mendengar dan membaca cerita pengalaman nyata dari beberapa orang tentang keajaiban sedekah. Bahwa, setelah bersedekah, mereka mendapatkan situasi bahagia yang tidak terduga.
Kita mungkin juga pernah merasakan keajaiban sedekah. Meski mungkin tidak sadar bila 'keajaiban' itu datang karena perantara sedekah.Â
Sekadar bercerita, tahun lalu, saya sempat merasakan dampak pandemi Covid-19. Sebagai pekerja non kantoran, gaji menulis bulanan sempat seret. Telat dibayar.
Sementara kewajiban bayar sekolah anak, beli token listrik, beli air minera, dan kebutuhan sehari-hari, tidak boleh telat.
Tetapi memang, pandemi mengajari kita satu pelajaran penting. Kita jadi belajar untuk tidak hanya mensyukuri apa yang kita dapat. Tapi juga mensyukuri apa yang kita punya.