Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kita dan Filosofi Jalan Kaki yang Kurang Disadari

5 April 2021   11:08 Diperbarui: 7 April 2021   16:53 3054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan kaki (Sumber: pontimages via lifestyle.kompas.com)

Ada banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari aktivitas jalan kaki, utamanya di pagi hari.

Bukan hanya tentang manfaat kesehatan dan kebugaran yang kita bisa dengan mudah mengetahuinya lewat mesin pencari Google. Ataupun agar rezeki kita tidak dipatok ayam seperti kata orang tua dulu. Bahwa, dengan berjalan kaki, ketika badan bugar dan segar, kita jadi semangat untuk "menjemput rezeki" di hari itu.

Namun, ada manfaat lain dari jalan kaki yang mungkin kurang disadari oleh banyak orang. Bahwa, jalan kaki di pagi hari ternyata tidak sesederhana kelihatannya.

Pemikir terkemuka, Frederic Gros, melalui bukunya, Philosophy of Walking, mengajarkan kita untuk melihat jalan kaki dengan cara yang berbeda. Bukan hanya meletakkan satu kaki di depan kaki yang lain. Namun, lewat jalan kaki, ribuan ide serta petualangan menanti Anda.

Lewat buku terlaris di Prancis ini, Frederic Gros mengabarkan kepada kita, ternyata ada rahasia di balik jalan kaki. Bahwa, jalan kaki itu ada filosofinya. Kita diajak untuk menemukan rahasia itu.

Salah satunya tentang rahasia jalan kaki ternyata penting sebagai media relaksasi pikiran. Sebagai penenang batin. Bukan hanya manfaat kesehatan dan kebugaran.

Gros menggambarkan betapa beberapa tokoh filsuf terkenal melihat aktivitas berjalan sebagai sesuatu yang penting dalam hidup mereka.

Seperti Gerard de Nerval yang disebut berjalan sambil mengoceh untuk menyembuhkan kemurungannya. Berjalan menjadi cara baginya untuk kembali gembira.

Sementara Immanuel Kant, setiap hari berjalan menyusuri kota kelahirannya, Konigsberg (sekarang Kaliningrad) di Rusia, untuk menghindari stress.

ADA banyak manfaat yang bisa kita dapat dari aktivitas jalan kaki. Utamanya di pagi hari (Foto pribadi)
ADA banyak manfaat yang bisa kita dapat dari aktivitas jalan kaki. Utamanya di pagi hari (Foto pribadi)
Lalu bagi Jean-Jacques Rousseau, berjalan itu menjadi momen baginya untuk berpikir. Sedangkan Friedrich Nietzche konon berjalan di lereng gunung untuk menulis.

"Duduklah sesedikit mungkin, jangan percayai ide apapun yang tidak lahir dari udara terbuka dan gerakan kaki yang bebas," begitu kata Nietzche.

Intinya, melalui buku ini, mata kita akan dibuka untuk mengetahui manfaat jalan kaki. Juga, cara-cara sederhana yang bisa membuat kita semakin kreatif, bahagia, dan tidak stres.

Dari mengetahui segala manfaat jalan kaki, seharusnya akan ada banyak orang yang lantas sadar untuk mau ke luar rumah dan berjalan kaki. Setiap pagi, setiap hari.

Sebab, sepengetahuan saya, masih ada banyak orang yang kurang menyadari manfaat dan filosofi jalan kaki ini. 

Dulu Tidur Jilid II, Kini Rutin Jalan Kaki

Tentang jalan kaki ini, saya merasa akan seperti tong kosong yang nyaring bunyinya bila hanya bisa menulis tetapi tidak melakukannya. Justru, karena sudah rutin melakukannya, saya "berani" menulis tema ini.

Ya, selama pandemi ini, saya berusaha untuk rutin berjalan kaki di pagi hari. Biasanya keluar rumah sekitar pukul 05.30 WIB. Minimal 30 menit melangkahkan kaki.

Kadang sendirian, kadang ditemani istri atau juga anak-anak yang karena "terprovoksi'" oleh cerita mamanya, lantas tergoda untuk ikut jalan.

Kadang "usil" menghitung berapa jumlah langkah dalam sekali jalan pagi di seputaran kompleks perumahan yang saya tinggali. Rata-rata 2000-an langkah.

Kok dihitung? Karena saya memang jalan kaki tidak membawa "alat penghitung jumlah langkah" ataupun berapa kalori yang sudah tereduksi.

Dari rutinitas jalan kaki tersebut, saya bisa merasakan beberapa manfaat yang persis digambarkan oleh Frederic Gros dalam bukunya tersebut.

Lewat jalan kaki, pikiran jadi lebih segar. Beberapa hal yang "menganggu pikiran" sejak malam, seolah langsung terurai. Bisa "berdamai" dengan perasaan overthinking yang bikin resah.

Karena sebenarnya, hal-hal yang menganggu pikiran itu hanya perlu tidak dianggap sebagai penganggu. Pikiran overthinking itu hanya perlu diajak "berdamai". Lantas, kita bergerak memberesi satu-satu pekerjaan yang perlu diberesi.

Pikiran dan mood yang segar itu membuat saya jadi lebih ringan untuk memulai aktivitas. Semisal, setelah bersantai sejenak usai jalan kaki, lantas bisa memulai menulis di laptop.

Ide-ide menulis yang mendadak berseliweran ketika jalan kaki, bisa langsung dieksekusi. Begitu juga niatan untuk memberesi PR kerjaan menulis, bisa langsung "di-gas pol".

Dari situ, saya jadi paham bahwa ujaran orangtua dulu agar kita bangun pagi supaya rezekinya tidak dipatuk ayam, ada benarnya. Bahwa, bila kita memulai pagi dengan benar, kita jadi termotivasi untuk bekerja.

Bayangkan bila setiap pagi, bagi yang melaksanakan salat subuh lantas kembali tidur dan baru bangun sekitar pukul 08.00-an, ada banyak momen bagus yang kita lewatkan.

Belum lagi ketika bangun dari "tidur jilid II" itu, kita masih harus mengembalikan mood. Butuh waktu lama untuk bersiap memulai aktivitas. Sementara mereka yang paginya tidak kembali tidur dan berjalan kaki, sudah memulai aktivitasnya sejak beberapa jam sebelumnya.

Memang, aktivitas jalan kaki ini tidak bisa dilakukan semua orang. Utamanya bagi mereka yang bekerja pulan larut malam ataupun bekerja shift malam.

Dulu, ketika masih muda, ketika masih bekerja di pabrik koran, saya juga jarang menyapa pagi dengan benar. Usai subuh, saya terbiasa "tidur jilid II" alias nambah tidur. Karena masih mengantuk.

Sebab, sebelumnya, baru pulang ngantor larut malam. Tiba di rumah jelang tengah malam. Dan itu pun tidak langsung tidur, mata masih betah melek.

Saya beruntung, aktivitas seperti itu kini hanya tinggal kenangan. Kini hanya bisa dijadikan cerita ke anak-anak. Dan menginjak usia yang hampir 40 tahun, ketika tidak lagi bekerja kantoran, saya bersyukur bisa punya waktu lega di pagi hari.

Saya kini punya waktu longgar untuk sejenak berjalan kaki tanpa pikiran harus diganggu agenda kerjaan di kantor. Karenanya, sayang sekali jika pagi hanya dilewatkan begitu saja tanpa jalan kaki. 

Hayuuk keluar. Jalan kaki. Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun