Bila masa Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) dianggap momen uji mental, maka pemain Jerman, Kai Havertz, benar-benar merasakannya di kehidupan awalnya bersama Chelsea.
Datang ke Inggris dengan status sebagai "pemain termahal di bursa transfer" dengan banderol 79 juta pound atau setara dengan Rp 1,54 triliun, Havertz langsung tersentak. Betapa Liga Inggris sangat berbeda dengan Liga Jerman.
Di Bundesliga Jerman, Havertz banyak dipuji. Ia dianggap sebagai salah satu bakat paling bersinar di Jerman. Dia dianggap pemain serbaguna yang bisa bermain sebagai penyerang maupun gelandang.
Di Inggris, anak muda berusia 21 tahun ini langsung merasakan betapa "perpeloncoan" bagi pemain baru, masih terjadi di Premier League.
Dia memang tidak dibentak-bentak oleh beberapa seniornya seperti halnya video Ospek daring yang viral itu. Namun, perpeloncoan itu berwujud penghakiman media-media Inggris yang tidak sabaran.
Bagaimana tidak sabaran, lha wong pemain muda yang baru tampil, seolah diharuskan langsung tampil seperti Michael Ballack, pendahulunya yang terbilang sukses bermain di Premier League.
Kita tahu, Ballack merupakan salah satu pemain terbaik Jerman yang pernah bermain di Chelsea. Kebetulan, Havertz berasal dari Bayer Leverkusen, sama seperti Ballack.
Debut Havertz yang Tak Istimewa
Bagi media-media di Inggris yang memang dikenal 'kejam' dalam mengkritik pemain dan pelatih bola di sana, tidak ada istilah "adaptasi' bagi pemain baru.
Havertz langsung menjadi korban dari keberingasan pemberitaan media dan juga komentar netizen di Inggris ketika dirinya melakoni debut untuk Chelsea di Premier League.
Oleh Pelatih Frank Lampard, dia dimainkan selama 80 menit kala Chelsea menghadapi tuan rumah Brighton & Hove Albion. Laga di pekan perdana Liga Inggris 2020/21 pada 14 September itu dimenangi Chelsea 3-1.