Pada akhir Juli lalu, pemerintah melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memaparkan, jumlah angka pengangguran di Indonesia meningkat 3,7 juta orang akibat pandemi.
"Angka pengangguran hari ini lumayan kenaikannya, sekitar 3,7 juta orang perhitungan Bappenas, ini sebuah angka yang relatif besar," jelas Suharso seperti dikutip dari https://money.kompas.com/read/2020/07/28/144900726/akibat-covid-19-jumlah-pengangguran-ri-bertambah-3-7-juta.
Menyoal tingginya angka pengangguran tersebut, saya jadi teringat dengan Omnibus Law Cipta Kerja alias RUU Cipta Kerja yang hingga kini masih ramai menjadi pro kontra. Hingga pekan lalu, ribuan buruh melakukan aksi menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang sedang dibahas oleh DPR RI dan pemerintah.
Sejak masuk Program Legislasi Nasional atau Prolegnas pada Desember tahun 2019 lalu, Omnibus Law memang memicu perbedaan pandangan di kalangan masyarakat. Tak sedikit yang menolak, terutama dari kalangan buruh dan aktivis.
Sebenarnya, dalam Omnibus Law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan. Yakni RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Namun, RUU Cipta Kerja menjadi paling banyak disorot.
Poin-poin di RUU Cipta Kerja bisa menjadi solusi percepatan pengurangan pengangguran
Sebagai orang awam yang kurang paham 'jeroannya' rancangan undang-undang tersebut, saya tidak ingin ikut masuk ke dalam pusaran pro dan kontra yang muncul dalam menyikapi RUU ini.
Namun, berkorelasi dengan tingginya angka pengangguran yang muncul, saya ingin mengutip Naskah Akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja di mana, ada 11 klaster yang masuk dalam undang-undang ini.
Apa saja?
Mengutip dari Tirto.id, ke-11 klaster tersebut yakni Penyederhanaan Perizinan; Persyaratan Investasi; Ketenagakerjaan; Kemudahan Berusaha; Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM; Dukungan Riset dan Inovasi; Administrasi Pemerintahan; Pengenaan Sanksi; Pengadaan Lahan; Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah; serta Kawasan Ekonomi Khusus.
Bila boleh menyebut ke-11 klaster tersebut sebagai 'pemanis' dari RUU Cipta Kerja, saya tertarik menyoroti poin kemudahan berusaha, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, serta kemudahan investasi.