Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wafat Karena Covid-19, Pesan Wali Kota Banjarbaru Ini Layak Direnungi

11 Agustus 2020   10:27 Diperbarui: 11 Agustus 2020   21:37 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharian kemarin, kabar meninggalnya Wali Kota Banjarbaru (Provinsi Kalimantan Selatan),H. Nadjmi Adhani menjadi pemberitaan utama di beberapa media daring.

Di beberapa grup WhatsApp yang saya ikut bergabung, ada kawan yang mengirimkan beberapa tautan berita perihal pak wali kota yang meninggal dunia akibat virus corona pada Senin (10/9) dini hari. Nadjmi Adhani meninggal dunia setelah dua pekan dirawat di RS Umum Ulin, Banjarmasin.

Nadjmi Adhani bukan kepala daerah pertama yang terpapar Covid-19 kemudian meninggal dunia. Sebelumnya, sudah ada dua kepala daerah yang positif Covid-9 lantas meninggal dunia.

Melansir dari cnnindonesia, dua kepala daerah yang sebelumnya meninggal setelah positif Covid-19 adalah Bupati Morowali Utara (Sulawesi Tengah), Aptripel Tumimomor dan Wali Kota Tanjungpinang (Kepulauan Riau), Syahrul.

Aptripel meninggal dunia pada 2 April 2020 silam di Rumah Sakit Umum Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Sehari kemudian, tim medis menyatakan Aptripel positif terinfeksi virus corona.

Sementara, Syahrul meninggal dunia pada 28 April silam. Syahrul meninggal di ruang ICU Rumah Sakit Raja Ahmad Thabib, Kepulauan Riau, setelah dinyatakan positif corona dan menjalani isolasi di rumah sakit tersebut selama beberapa waktu.

Selain kepala daerah yang meninggal karena Covid-19, kita juga beberapa kali disuguhi kabar dari media tentang kepala daerah dan juga wakil kepala daerah yang terpapar Covid-19. Beberapa diantaranya sudah sembuh ataupun dinyatakan negatif Covid-19.

Beberapa kepala daerah tersebut diantaranya Wali Kota Bogor, Bima Arya. Pertengahan Maret lalu, Bima Arya dinyatakan positif terinfeksi virus corona usai pulang dari Turki dan Azerbaijan dalam rangka kunjungan kerja. Kini, Bima Arya sudah dinyatakan sembuh.

Lalu ada Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana yang sempat dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Yana menyampaikan kabar itu lewat akun Instagram pribadinya pada 23 Maret lalu. Kini, Yana Mulyana sudah dinyatakan sembuh.

Termasuk Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana yang juga dinyatakan positif corona pada 24 maret lalu usai melakukan tes mandiri dengan pemeriksaan swab. Cellica kemudian dinyatakan sembuh dari Covid-19.

Juga ada nama Wakil Wali Kota Solo, Achmad Purnomo yang sempat dinyatakan positif setelah dua kali menjalani tes usap. Kabar ini sempat ramai muncul di media.

Sebab, Purnomo menjalani tes usap pertama sehari sebelum bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara pada 16 Juli lalu di mana hasilnya negatif. Namun, sata tes usap kedua pada 18 Juli, hasilnya positif.

Presiden Jokowi kemudian ikut menjalani tes usap setelah Purnomo positif. Hasilnya, Pak Jokowi dinyatakan negatif Corona. Kini Purnomo sudah sembuh atau hasil tes negatif pada tes ketiga pada 25 Juli lalu.

Pesan dari  Wali Kota Banjarbaru sebelum meninggal

Bila merujuk data dari lintasnasional.com pada 10 Agustus kemarin yang mengutip dari tirto.id, sudah ada 16 kepala daerah yang pernah atau sedang terjangkit virus ini.

Mengapa ada cukup banyak kepala daerah yang terpapar Covid-19, atau mengapa kepala daerah berpotensi terpapar Covid-19? Ada banyak jawaban yang bisa dimunculkan.

Namun, poin penting dari tulisan ini adalah perihal pesan penting yang sempat disampaikan Wali Kota Banjarbaru, Nadjmi Adhani. Saat dirawat, Nadjmi sempat memberikan pesan-pesannya ke masyarakat.

Dikutip dari kumparan.com, ketika di awal menjalani perawatan, ia memohon doa dari masyarakat di sana agar dirinya sembuh dari Covid-19.
 
"Warga Kota Banjarmasin yang saya sayangi, hari ini saya beserta ibu (istri) terkonfirmasi positif Covid-19 melalui swab. Untuk itu saya meminta doa agar diberi kekuatan, kemudahan untuk berobat. Dan juga bisa melewati ini dengan baik," kata Nadjmi dalam sebuah video.

Melalui video tersebut, Nadjmi juga mengingatkan agar masyarakat di Banjarbaru agar disiplin mematuhi protokol kesehatan. Dia menekankan bahwa ancaman virus corona itu nyata.

Karenanya, dia mengingatkan warganya agar tidak menganggap enteng persoalan Covid dan meminta seluruh masyarakat Banjarbaru agar bekerja sama untuk melawan pandemi. Nadjmi juga menyampaikan permohonan maaf soal pelayanan yang kurang maksimal selama menjabat.

"Ini benar-benar nyata dan kita harus melawannya dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Karena itu jangan ada lagi yang sakit," pesan dia.

Pesan dari Wali Kota Banjarbaru sebelum meninggal dunia tersebut layak untuk direnungi. Bukan hanya berlaku untuk masyarakat di Banjarbaru sana. Namun, kita yang tinggal jauh dari pulau Kalimantan, bisa ikut merenungi pesan tersebut.

Setop meremehkan Covid-19

Ya, kita bisa merenungkan pesan dari Wali Kota Banjarbaru tersebut, lantas membagikan esensi pesannya kepada keluarga, kerabat, dan kawan-kawan dekat.

Bahwa, kita diingatkan untuk tidak menganggap enteng persoalan Covid ini. Apalagi bila berpikir bahwa kabar virus ini tidak nyata dan hanya rekayasa belaka.

Memangnya ada orang yang menganggap virus yang sudah mengubah hampir semua aspek kehidupan ini tidak ada, alias hanya dianggap sebagai konspirasi global?

Ada. Bukan hanya nama terkenal yang namanya acapkali wira-wiri di media sosial, di kalangan akar rumput pun ada yang berpikiran seperti itu.

Dulu, ketika awal dikabarkan ada orang yang terpapar Covid-19 di Sidoarjo dan itu masih satu kecamatan dengan tempat tinggal saya, saya pernah mendengar kerabat yang berujar bila kabar itu terlalu dibesar-besarkan.

Menurutnya, berdasarkan penuturan tetangga dari pasien tersebut, si pasien yang dinyatakan positif dan sempat heboh ketika dijemput mobil ambulans ke rumahnya, sebenarnya 'sakit biasa'.

Seiring waktu, saya tidak tahu lagi bagaimana komentar si kerabat itu ketika jumlah pasien di Sidoarjo kemudian terus bertambah, bahkan sempat menjadi kawasan zona merah. Meski kini sudah menjadi zona oranye.

Namun, pesan pentingnya adalah, setop untuk meremehkan ancaman Covid-19. Apalagi merasa kebal dan tidak akan terpapar oleh virus ini.

Bukankah di luar sana, setelah beberapa bulan sejak pandemi ini mulai mewabah di negeri ini, kini ada banyak orang yang seolah merasa sudah aman sehingga meremehkan protokol kesehatan. Mereka merasa sudah tidak ada apa-apa. Padahal, pandemi ini belum usai.

Padahal, dulu, ketika awal virus ini mencuat pada Maret lalu yang membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah ditiadakan dan beberapa sektor ditutup dihentikan sementara, ada banyak orang yang amat sangat patuh pada protokol kesehatan.

Mereka memilih berdiam di rumah demi menghindari kerumunan. Kalaupun terpaksa ke luar rumah, masker selalu dipakai. Hand sanitizer yang waktu itu harganya 'selangit' pun dibeli. Ketika pulang ke rumah selalu mencuci tangan dengan sabun. Bahkan disemprot dengan disinfektan.

Bahkan, ada banyak orang yang ketika pukul 10 pagi, mendadak keluar rumah untuk 'berjemur'. Mereka meyakini, sinar matahari akan bagus untuk meningkatkan imunitas dan menolak paparan Covid-19. Tak lupa, mengonsumsi asupan vitamin untuk menambah daya tahan tubuh.

Namun, seiring berjalannya waktu, kesadaran itu semakin berkurang. Kini, mudah ditemui di warung kopi, anak-anak muda nongkrong dengan mengabaikan jaga jarak dan memakai masker. Alasan mereka, apa iya untuk  ngopi dan merokok pakai masker.

Kerumunan juga mudah dijumpai. Malah, andai tidak ada aturan yang menindak pelanggar masker/tidak memakai masker ketika ke luar rumah, mungkin kesadaran memakai masker juga berkurang.

Padahal, mereka yang merasa sudah tidak ada apa-apa, atau bahkan tidak percaya dengan bahaya Covid-19, itu hanya karena mereka belum pernah melihat langsung atau bahkan mengalami orang-orang dekatnya terpapar.

Saya yakin, anggapan yang menganggap remeh itu seketika bakal berubah bila mereka melihat langsung atau bahkan merasakan sendiri bahwa virus ini memang mematikan. Namun, bila seperti itu baru sadar, tentu kesadarannya sudah 'setengah' terlambat. Iya kalau bisa sembuh, kalau enggak?

Karenanya, penting untuk sedia payung sebelum hujan. Sebelum kejadian, penting untuk menjaga diri dengan terus menerapkan protokol kesehatan. Tetap memakai masker, sedia hand sanitizer dan tisu basah ketika bepergian, serta rajin mencuci tangan dengan sabun. 

Juga, menjauhi kemungkinan-kemungkinan yang bisa menjadi penyebab penularan wabah ini. Semisal untuk sementara tidak dulu mendatangi tempat-tempat kerumunan yang mengabaikan jaga jarak.

Pada akhirnya, penting untuk merenungi pesan dari Pak Wali Kota Banjarbaru. Bahwa:

"Ini benar-benar nyata dan kita harus melawannya dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Karena itu jangan ada lagi yang sakit".

Salam sehat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun