Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Jadi, Kiriman Doa, dan Sebuah Cermin

5 Agustus 2020   07:25 Diperbarui: 5 Agustus 2020   07:16 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa nikmatnya ketika kita sedang berulang tahun?

Saya bukan orang yang menganggap momen hari jadi sebagai sesuatu yang luar biasa sehingga harus dirayakan bersama banyak orang. 

Apalagi, saya kurang suka dengan kue ulang tahun yang tentu saja manis. Terlebih bila kuenya berukuran besar.

Di awal-awal berkeluarga, istri saya rutin membuat kejutan dengan membelikan kue ulang tahun untuk saya. Tentu saja itu kejutan yang menyenangkan.

Sebenarnya bukan kue besar yang tingginya sampai bermeter-meter seperti kue pernikahan para crazy rich di televisi itu. Ini kue secukupnya.

Bila seperti itu, cara terbaik untuk menghargai kejutan itu adalah dengan memakan kue tersebut. 

Namun, saya palingan hanya kuat memakan kue itu maksimal dua potong. Itu cara saya menghargai kejutan istri. Selebihnya dimakan anak-anak dan istri memahami itu.

Tetapi memang, di momen hari jadi, bukan kue yang menarik bagi saya. Tapi, pelukan istri dan anak-anak sembari berucap "selamat ulang tahun ayah" sembari mengucap doa, itu bagian terbaiknya.

Tentu saja, pelukan dan ucapan penyemangat dari istri itu tidak hanya datang setahun sekali di hari ulang tahun. Di rumah, ia bisa hadir setiap pagi. Apapun kondisinya.

Tentang doa di hari jadi

Bagian lain yang paling menyentuh bagi saya saat momen hari lahir adalah hadirnya doa-doa dari kawan-kawan yang mendadak muncul di laman media sosial saya.

Seperti Selasa, 4 Agustus kemarin. Sedari pagi, ruangan akun media sosial saya diramaikan oleh kemunculan doa-doa baik dari kawan-kawan.

Baik dari kawan-kawan yang cukup sering bersua di dunia nyata. Hingga kawan-kawan baik yang bahkan saya belum pernah bertemu mereka di dunia nyata, tetapi sering bersilaturahmi lewat berbalas komentar di rumah ini (baca Kompasiana).

Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, momen 4 Agustus itu acapkali mengejutkan. Sebab, mendadak ada beberapa kawan yang selama lebih dari sedekade tidak bertemu, datang menyapa dan mengirim doa. Itu mengharukan.

Bagi saya, doa itulah "kado" yang paling menyenangkan. Betapa tidak, mereka yang meski lama tidak bertemu atau bahkan tidak pernah bertemu, masih punya perhatian kepada kita.

Ya, bagaimana tidak perhatian bila dengan hanya membaca 'pengumuman' di media sosial perihal siapa yang berulang tahun hari ini, lantas mereka tergerak untuk mengirimkan doanya.

Dengan berada berjauhan, mendoakan adalah cara terbaik untuk menunjukan rasa kepedulian. Malah ada yang bilang, mendoakan seseorang dalam diam itu cara menyayangi orang lain yang paling rahasia.

Beberapa orang menganggap, mendoakan seseorang adalah bentuk pemberian terbesar setelah tidak lagi bisa bertemu secara langsung. Karena setelah seseorang benar-benar pergi dalam kehidupan kita, dalam artian tidak lagi bertemu, selain doa, kita tak bisa apa-apa lagi.

Saya percaya, doa itu bukan sekadar kalimat yang diucapkan. Itu untaian harapan baik. Doa itu punya 'kekuatan tak terlihat'.

Karena kuasa dari Yang Maha Menjawab Doa, apa yang kita doakan untuk orang lain, akan berbalik pada kita. Ketika kita mendoakan kebaikan bagi orang lain, maka tanpa sadar kita telah mendatangkan kebaikan bagi diri kita sendiri.

Karenanya, jangan pernah mendoakan hal buruk bagi orang yang paling kita benci sekalipun. Sebab, tidak ada yang mau bila doa buruk itu malah berbalik arah menuju yang memproduksi doa.

Pentingnya 'bercermin' di hari jadi

Bagi saya, momentum hari ulang tahun itu juga bisa menjadi "cermin". Sebuah cermin untuk melihat kembali, bagaimana kita menjalani hidup selama setahun kemarin.

Sebab, bila tanpa ada momentum, mungkin kita akan sulit untuk 'bercermin'. Dengan bercermin, kita lantas memotivasi diri untuk masa-masa berikutnya.

Dengan bercermin, kita tidak hanya melihat cerminan diri. Sebagai seorang suami dan ayah, kita juga bisa melihat kembali bagaimana selama ini kita bersikap kepada keluarga di rumah.

Apakah selama ini kita sekadar menjadi suami yang sibuk dengan urusan pekerjaan di kantor/di luar rumah, sibuk berakrab-akraban dengan teman di kantor, lantas tiba di rumah hanya "menumpang tidur". Merasa yang penting jatah gaji untuk istri aman.

Apakah kita menjadi suami yang membagi-bagi tugasnya suami dan istri sehingga ketika berada di rumah tidak pernah mau untuk sekadar mencuci piring, mencuci baju, apalagi memasak karena merasa itu "pekerjaannya" istri.

Apakah kita menjadi "suami sibuk" yang karena saking sibuknya, bahkan ketika libur kerja, masih sibuk bercengkerama dengan gawai seharian. Sehingga jarang mengobrol dengan istri dan anak-anak.

Andai kita ternyata menjadi satu dari tipikal suami tersebut, kita memang perlu menjadikan momentum hari ulang tahun istri untuk "bercermin". Siapa tahu, dengan bercermin, kita bisa berubah menjadi lebih baik.

Kita bisa berubah menjadi suami yang tidak melulu sibuk bekerja dan asyik dengan orang-orang luar rumah, tapi juga menjadi suami yang asyik di rumah.

Toh, kita bekerja untuk istri dan anak-anak. Apa iya untuk mereka yang kita rela bekerja keras, kita malah jadi orang yang "nggak asyik" kepada mereka.

Kita juga bisa berubah menjadi suami yang tidak lagi membeda-bedakan pekerjaan suami dan istri ketika berada di rumah. Namanya rumah ditempati berdua, urusan rumah seharusnya menjadi urusannya berdua. Jadi bukan hanya "daerah kekuasaannya" istri.

Apalagi, bekerja sama dengan istri untuk mengerjakan pekerjaan rumah berdua itu mengasyikkan. Kita juga bisa dapat bonus sayang dari istri.

Tidak percaya? Bagi yang belum pernah, silahkan dicoba.

Pada akhirnya, melalui tulisan ini, saya berterima kasih untuk semua doa baik yang terkirim untuk saya sejak kemarin. Semoga semua doa baik itu kembali kepada sampean yang mengirim doa.

Selamat pagi. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun