Norwich City menjadi tim pertama yang terdegradasi di Liga Inggris musim 2019/20. Kekalahan 0-4 dari West Ham United di kandang sendiri, Sabtu (11/7) malam, membuat Si Burung Kenari tidak lagi bisa "berkicau" di Premier League pada musim depan.
Padahal, di awal musim ini, Norwich sempat menjadi pendatang baru yang menakutkan. Merekalah tim pertama yang mengalahkan Manchester City di musim ini. Sang juara bertahan mereka kalahkan 3-2 pada 15 September lalu.
Itu hasil mengejutkan. Di luar dugaan. Tak hanya menang, Norwich bahkan menjadi tim pertama yang mampu menjebol gawang Manchester City sebanyak tiga kali dalam satu pertandingan sejak 2013.
Kemenangan Norwich itu boleh jadi menjadi penyebab 'olengnya kapal' Manchester City di musim 2019/20 ini sehingga kemudian tertinggal jauh dari Liverpool dalam perburuan gelar Liga Inggris.
Dari hasil di markas Norwich itu, tim-tim lain sepertinya bisa melihat titik lemah City. Nyatanya, Manchester City musim ini sudah kalah sembilan kali. Itu jumlah kekalahan terbanyak City di masa kepelatihan Pep Guardiola.
Norwich tidak mampu bersaing dengan "pedagang lama"
Tapi memang, agar bertahan di kompetisi seketat Liga Inggris, yang dibutuhkan adalah penampilan konsisten sepanjang musim. Bukan sekadar kemenangan sekali yang diingat. Itu yang tidak dimiliki Norwich di musim ini.
Bila mengibaratkan Liga Inggris seperti sebuah pasar, Norwich seperti gambaran pedagang baru yang datang di pasar baru dengan persaingan ketat. Tidak mudah menjadi pendatang baru yang bersaing dengan banyak pedagang berpengalaman.
Terlebih bila pedagang-pedagang lama tersebut bermodal kuat sehingga bisa melakukan apa saja untuk 'menyulap' toko mereka jadi semenarik mungkin demi menarik calon pembeli. Tidak mudah bagi pedagang baru untuk bersaing dengan para 'pemain lama'.
Bila ingin mendapatkan perhatian calon pembeli, pedagang baru bermodal cekak tersebut harus punya strategi pemasaran jitu. Mereka harus berani berhadap-hadapan dengan para pedagang lama demi 'memancing pembeli' di kolam yang sama. Dan mereka harus melakukannya terus-menerus.
Masalahnya, para pedagang lama sebagai 'penguasa pasar', tentu saja tidak akan mau statusnya tergeser oleh orang baru. Persaingan akan sangat ketat. Yang sering terjadi, karena kalah modal, bila pedagang baru tidak punya inovasi segar untuk bersaing, mereka harus bersiap tergusur.
Nah, pada akhirnya, Norwich, si pedagang baru itu, harus tergusur dari 'pasar'. Mereka hanya mampu bersaing dengan para pedagang lama di masa awal ketika mereka masuk pasar. Lama-kelamaan, mereka tidak mampu berkompetisi dengan para pedagang lainnya.
Begitulah yang terjadi. Norwich yang musim ini promosi ke kompetisi level 1 Liga Inggris usai jadi juara Divisi Championship 2018/19--kompetisi level 2 di sepak bola Inggris---dipaksa kembali turun divisi.
Norwich tidak mampu menghadapi kerasnya persaingan di "pasar baru" bernama Premier League itu. Kekalahan dari West Ham pada Sabtu kemarin menjadi kekalahan ke-24 mereka dari 35 pertandingan. Gawang mereka sudah kemasukan 67 gol. Paling banyak dari 20 tim.
Norwich kalah beruntun di 6 pertandingan sejak re-start Liga Inggris
Empat bulan lalu, ketika Liga Inggris mendadak dihentikan karena adanya pandemi hingga off selama tiga bulan lebih, para suporter Norwich sebenarnya berharap tim mereka akan bangkit bila liga kembali diputar.
Bilapun ternyata liga diputuskan tidak dilanjutkan dan tidak ada tim yang terdegradasi ke Divisi Championship, itu soal lain. Mungkin itu berkah.
Toh, fans The Canaries--julukan Norwich, pastinya ingin timnya bangkit dan berjuang tetap survive di Premier League dengan cara ksatria. Itu akan lebih keren.
Apalagi, sebelum liga dihentikan, meski sudah ada di klasemen bawah, tetapi Norwich mampu membuat kejutan pada Februari lalu. Norwich sempat mengalahkan Leicester 1-0 (29/2). Lalu, di awal Maret, Norwich mampu menyingkirkan Tottenham di Piala FA (5/3).
Namun, harapan melihat Norwich bangkit itu ternyata tidak kesampaian. Malah, dalam enam pertandingan selepas restart Premier League, Norwich tidak pernah menang. Selalu kalah. Termasuk tersingkir dari Piala FA usai kalah 1-2 dari Manchester United di perempat final (27/6).
Pemain-pemain Norwich yang di awal musim tampil ganas seperti Teemu Pukki dan Todd Cantwell, sudah seperti baterai yang kehabisan daya. Di 6 laga, gawang Norwich jebol 15 kali dan hanya bisa memasukkan satu gol.
Dan puncaknya terjadi kemarin malam. Norwich yang bermain di kandangnya sendiri, Carrow Road, dihajar West Ham United, 4-0. Di tempat yang dulu mereka gagah perkasa mengalahkan Manchester City, kini malah harus mengucapkan selamat tinggal pada Premier League.
"We are unbelievably disappointed, it's a tough day," ujar Daniel Farke, pelatih Norwich dikutip dari https://www.bt.com/sport.
Meski Premier League masih menyisakan tiga pertandingan, tetapi raihan 21 poin Norwich, tidak akan cukup untuk bertahan bila pun mereka terus menang. Sebab, maksimal poin Norwich hanya 30 poin. Sementara tim peringkat 17 (batas aman), sudah meraih 34 poin.
Menariknya, dua tim yang akan menemani Norwich turun ke Championship, belum diketahui. Sedikitnya ada empat tim yang akan melakoni pertandingan hidup mati di tiga laga terakhir demi bisa bertahan di Premier League.
Ya, ketika juara Liga Inggris sudah diketahui ketiga liga menyisakan 7 pertandingan, penentuan tim terdegradasi justru akan ketat hingga akhir kompetisi.
Siapa saja kandidat pendamping Norwich?
Ada Aston Villa (27 poin/34 pertandingan), Bournemouth (28 poin/34 pertandingan), Watford (34 poin/35 pertandingan), dan West Ham United (34 poin/35 pertandingan).
Siapa yang akan menemani Norwich terdegradasi dan siapa yang bertahan di Premier League, kita akan tahu jawabannya pada akhir Juli nanti.Â
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H