Dalam hal mengurangi kejahatan rasial dan ras di Liga Premier Inggris, otoritas sepak bola Inggris rasanya berhutang kepada Mohamed Salah. Mereka perlu berterima kasih kepada Salah.
Akhir tahun lalu, sebuah laporan oleh Football Against Racism in Europe (Fare) menemukan bahwa penampilan apik Salah di Liverpool, telah secara signifikan mengurangi kejahatan rasial dan ras di Liga Premier Inggris.
Sebelumnya, penelitian Universitas Stanford dengan menggunakan 936 observasi kejahatan rasial bulan, 15 juta tweets dari penggemar sepak bola Inggris, dan eksperimen survei terhadap 8.060 penggemar Liverpool, menemukan bahwa kejahatan rasial anti-muslim turun 18,9% setelah Salah bergabung dengan Liverpool pada Juni 2017.
Bahkan, karena pengaruh pemain asal Mesir ini, tweet anti-muslim oleh penggemar Liverpool turun 50% dibandingkan dengan klub-klub besar Liga Premier lainnya.
Studi Universitas Stanford mencatat bahwa karakter ramah Salah selama bermain untuk Liverpool, telah membantu "memanusiakan" komunitas muslim di sana.
Salah dinilai telah menginspirasi banyak orang dengan sikapnya di lapangan melalui sepakbola. Setiap mencetak gol, Salah biasanya melakukan selebrasi berupa sujud syukur. Dia bahkan menginspirasi terciptanya sebuah lagu yang kerap dinyanyikan penggemar Liverpool.
Bukan hanya otoritas Premier League yang berhutang pada Salah. Liverpool, fans Liverpool dan kita yang jauh dari Liverpool maupun yang tidak mengenal sepak bola, juga 'berhutang' kebaikan pada Salah.
Berhutang dalam artian, dari karier sepak bola yang telah dijalani Salah, kita bisa belajar banyak hal. Dari karier Mo Salah, kita bisa bercermin untuk mengevaluasi diri agar tidak salah melangkah.
Move on dari kegagalan
Tahun 2019 lalu bak menjadi masa panen bagi karier Mo Salah di Liverpool. Liverpool dibawanya meraih juara Liga Champions, juara Piala Super (UEFA Super Cup), dan juara FIFA Club World Cup. Tahun ini, Liverpool juga on the way menjadi juara Liga Inggris.
Masa panen gelar itu bak menjadi wujud dari ungkapan habis gelap terbitlah terang bagi Liverpool. Utamanya bagi Salah. Dia mampu move on dari pengalaman paling pahit dalam kariernya.
Â
Kita tahu, di musim sebelumnya, 2017/18, di Kiev, Salah dan Liverpool kalah di final Liga Champions dari klub Spanyol, Real Madrid. Final yang menyakitkan bagi Salah.
Dia hanya bermain setengah jam. Salah mengalami cedera pada bahunya setelah berebut bola dengan bek Real Madrid, Sergio Ramos. Ada yang bilang Salah yang penampilannya sedang bagus-bagusnya kala itu, memang sengaja dicederai.
Dan memang, setelah Salah keluar, Liverpool yang awalnya menekan, jadi tidak berdaya. Lantas, di babak kedua, terjadilah drama konyol kiper Loris Karius. Liverpool pun kalah 1-3 dari Madrid.
Namun, setahun kemudian, Salah mendapatkan kesempatan kedua. Kali ini di Madrid. Lawannya adalah sesama tim Inggris, Tottenham. Masih segar dalam ingatan, Salah mencetak  gol Liverpool di awal laga. Liverpool pun juara usai menang 2-0 atas Tottenham.
Tentu saja, kisah kebangkitan Salah setelah cedera menyebalkan di final itu tidak semudah seperti mencuci tangan sebelum masuk rumah. Dia harus jatuh bangun terlebih dulu.
Salah harus menantang dirinya sendiri untuk kembali dalam penampilan top form. Dia melawan ketakutan andai cederanya kambuh dan kariernya mandek. Dia juga harus melawan cemoohan media dan para haters di sosial medianya yang menyebutnya pemain season wonder.
Pada akhirnya, siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapat (hasil) dari kesungguhannya itu. Man Jadda Wajada. Salah pun merasakan nikmat dari 'kata mutiara' terkenal itu.
Bila gagal, bertahan dan berjuanglah, bukan pergi
Pesan kedua ini berkaitan dengan kisah pertama. Andai saja setelah gagal di final Liga Champions 2018 itu, Salah memutuskan pergi dari Liverpool, tidak akan pernah ada cerita kebangkitan tersebut. Kok Salah pergi?
Di akhir musim 2018 itu, setelah kekalahan di final di Kiev itu, meski cedera, bukan berarti Salah terpinggirkan. Salah yang di musim itu jadi top skor Liga Inggris, didekati Real Madrid.
Yang terjadi kemudian, Salah menolak tawaran Madrid. Dia memilih bertahan di Liverpool. Dia ingin mencoba lagi memburu gelar juara Eropa bersama Liverpool.
Salah rupanya tidak mau mengikuti jejak Philippe Coutinho yang semusim sebelumnya pindah ke Barcelona. Ya, Coutinho yang pernah jadi 'anak emas' di Anfield, memilih pergi ke Barcelona pada musim 2017/18 demi alasan memburu trofi Liga Champions. Yang terjadi, kariernya malah meredup di sana.
Coutinho gagal meraih impiannya di Barcelona. Andai Coutinho memilih tetap bertahan dan berjuang di Liverpool, dia bakal bisa mengangkat trofi 'bertelinga lebar' itu.
Kabar terbaru, Coutinho ingin kembali ke Liverpool. Beberapa media mengabarkan pemain asal Brasil ini bahkan melobi khusus Jurgen Klopp agar bersedia menerimanya kembali.
Cerita kegagalan Coutinho di Barcelona itu menjadi pelajaran. Bahwa, jangan mudah tergoda dengan 'rumput tetangga' yang terlihat lebih hijau. Seperti Salah, jika kalian sudah berada di puncak tetapi masih saja gagal, bertahan dan berjuanglah sedikit lagi. Mungkin hanya waktu yang belum berpihak kepada kalian.
Never Give Up
Nah, dua cerita di atas, tidak akan pernah terjadi tanpa cerita yang terakhir ini. Cerita tentang sebuah kaos bertuliskan "Never Give Up". Ya, kaos yang dipakai Mo Salah itu pernah sangat populer tahun lalu.
Ceritanya, Liverpool menjamu Barcelona di Anfield pada semifinal kedua Liga Champions. Di semifinal pertama, Liverpool dibantai Barcelona di Camp Nou, 3-0. Artinya, mereka harus menang 4-0 untuk lolos ke final.
Bukan perkara mudah. Liverpool mungkin bisa mencetak empat gol. Tapi, apa iya gawang mereka tidak kemasukan gol sementara Barcelona punya Lionel Messi, Luis Suarez, dan Coutinho. Ketiganya jago mencetak gol.
Celakanya lagi, Salah tidak ikut bermain karena cedera. Tapi, Salah datang ke Anfield. Duduk di tribun dengan mengenakan kaos hitam bertuliskan "Never Give Up" itu. Dia seperti menyemangati rekan-rekannya untuk tidak menyerah.
Malah, Salah mungkin weruh sak duruning winarak alias punya feeling kuat bahwa Liverpool bisa come back. Dan memang, Liverpool akhirnya bisa membalik skor. Mengalahkan Barcelona 4-0 dan lolos ke final. Itu come back paling keren di semifinal.
Merespons kemenangan bersejarah tersebut, Salah lantas menuliskan pesan keren di akun Twitter nya: "Always believe in your ability and in your goals. This is the only way you will be able to reach them".
Sebenarnya, ada banyak pesan bagus yang bisa diambil dari jejak karier Mo Salah. Tiga pesan yang ditulis dalam artikel ini hanyalah diantaranya. Kenapa kok mendadak menuliskan kembali perjalanan Mo Salah?
Karena kemarin, Mo Salah genap berusia 28 tahun. Momen ulang tahun Salah menjadi ramai seiring akan bergulirnya kembali Liga Inggris musim 2019/20 pada Rabu (17/6) besok.Â
Setidaknya, tulisan ini menjadi 'kado kecil' bagi pemain yang tidak hanya telah berjasa di lapangan. Tetapi, dia juga ikut memberi pengaruh bagus di lapangan. Kado yang bukan untuk Salah, tetapi dari Salah untuk kita.
Sebab, kado terbaik untuk Salah tentu saja trofi Premier League musim 2019/20. Dengan Liga Inggris akan kembali dimainkan setelah tertidur tiga bulan, Liverpool hanya butuh dua kemenangan untuk merayakan gelar Liga Inggris. Semoga Salah bisa mendapatkan kado terbaiknya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H