Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Greysia Polii, Olimpiade, dan Kisah yang "Manis Asam Asin Rasanya"

8 Juni 2020   06:34 Diperbarui: 9 Juni 2020   13:22 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Greysia Polii (kanan) dan Apriani Rahayu, memastikan lolos ke Olimpiade Tokyo 2020. Bagi Greysia, Olimpiade Tokyo 2020 yang akan digelar tahun depan, akan menjadi penampilan ketiganya di Olimpiade, bahkan mungkin menjadi yang terakhir baginya. Greysia (32 tahun) tentu ingin meraih cerita manis dengan membawa pulang medali. (Foto: KOMPAS/GARY LOTULUNG)

Indonesia dipastikan memiliki wakil di sektor ganda putri pada cabang olahraga bulutangkis di Olimpiade tahun depan. Tengah pekan kemarin, pasangan ganda putri, Greysia Polii/Apriani Rahayu secara matematis dipastikan lolos ke Olimpiade.

Berdasarkan hitungan poin Race to Tokyo, Greysia/Apriani sudah aman untuk masuk dalam 16 pasangan yang akan tampil di Olimpiade. Aman maksudnya, meski masih ada beberapa turnamen yang menjadi kualifikasi di awal tahun 2021 nanti, tapi pasangan ranking 8 dunia ini tidak akan keluar dari 16 besar.

Bagi Apriani Rahayu yang kini berusia 22 tahun, kabar ini membuatnya akan tampil perdana di Olimpiade. Di Olimpiade Tokyo yang digelar Juli tahun depan, pebulutangkis kelahiran Lawulo, Kendari, Sulawesi Tenggara ini akan berusia 23 tahun.

Merujuk pengalaman tampil di beberapa final turnamen BWF, bahkan menjadi juara, Apri seharusnya sudah sangat siap tampil di event yang impian bagi setiap atlet ini.

Sementara bagi Greysia Polii, kabar kelolosan ke Olimpiade 2020 (meski digelar tahun depan tapi akan tetap disebut Olimpiade Tokyo 2020) ini membuatnya mencatat sejarah.

Greysia yang kini berusia 32 tahun (11 Agustus nanti genap 33 tahun) menjadi atlet bulutangkis putri Indonesia pertama yang lolos ke tiga edisi Olimpiade dengan pasangan berbeda.

Cerita panjang Greysia Polii di Olimpiade
Dan memang, di sektor putri, dari semua pemain putri yang masih aktif bermain, tidak ada pemain Indoensia yang memiliki cerita panjang di Olimpiade seperti Greysia. Bahkan, cerita panjang itu penuh dinamika.

Tahun 2016 lalu, di Olimpiade Brasil, Greysia yang berpasangan dengan Nitya Krishinda Mahweswari, diharapkan bisa pulang membawa medali. Maklum, mereka menjadi unggulan 3. Bahkan, mereka berstatus peraih medali emas Asian Games 2014 di Korea.

Namun, harapan itu gagal kesampaian. Meski penampilan mereka di babak fase grup terbilang sempurna dengan memenangi tiga pertandingan beruntun, tetapi mereka terhenti di perempat final.

Greysia dan Nitya tampil antiklimaks di perempat final. Mereka takluk dari pasangan China, Tang Yuanting/Yu Yang lewat straight game, 11-21, 14-21. Namun, itu menjadi pencapaian terbaik Greysia di Olimpiade.

Ya, meski tidak mampu membawa pulang medali, tetapi hasil itu cukup lumayan dan membanggakan. Benar. Membanggakan. Terlebih bila dibandingkan dengan penampilan perdana Greysia di Olimpiade London pada empat tahun sebelumnya.

Memangnya ada apa dengan penampilannya di Olimpiade 2020 di London?

Pada penampilan perdana di Olimpiade 2012, Greysia yang berpasangan dengan Meiliana Jauhari, merasakan pengalaman pahit. Betapa tidak, mereka yang sebenarnya sudah lolos dari fase grup ke babak gugur, malah didiskualifikasi.

BWF mendiskualifikasi 8 atlet ganda putri dari Olimpiade London. Mereka diduga melakukan manipulasi hasil pertandingan, agar mendapat undian yang menguntungkan pada babak sistem gugur. Peristiwa ini terjadi pada laga Grup C yang berlangsung di Wembley Arena, Selasa 31 Juli 2012.

Selain Greysia dan Meiliana, kasus yang baru pertama terjadi sejak bulutangkis dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992 ini juga melibatkan dua pasangan Korea Selatan dan satu pasangan China.

Ceritanya, empat pasangan (8 pemain) didiskualifikasi dari setelah dituduh "not using best efforts" alias tidak menggunakan upaya terbaik untuk menang.

Dua pasangan dari Korea Selatan dan masing-masing satu dari China dan Indonesia dituduh ingin mengalah alias tidak mau menang. Mereka dianggap melakukan upaya memanipulasi undian untuk babak sistem gugur demi menghindari lawan tertentu.

Melansir dari BBC, penonton mencemooh pasangan unggulan 1 asal China, Yu Yang dan Wang Xiaoli dari China dan pasangan Jung Kyung-eun dan Kim Ha-na dari Korea Selatan. Mereka dituding sengaja melakukan serangkaian kesalahan mendasar.

Bayangkan, reli terpanjang di pertandingan tersebut hanya berlangsung empat tembakan. Wasit pertandingan Thorsten Berg sampai muncul di lapangan untuk memperingatkan para pemain. Pasangan Korea memenangkan pertandingan yang berlangsung 23 menit itu, 21-14 21-11.

Mereka enggan menang, utamanya pasangan China. Sebab, bila menang, mereka akan menghadapi ganda putri China unggulan 2, Tian Quing dan Zhao Yunlei.

Berbicara sebelum putusan diskualifikasi, pelatih Korea Selatan Sung Han-kook sempat berujar, "Mereka (pemain Cina) yang memulai ini. Mereka yang melakukannya terlebih dahulu," ujar Sung dikutip dari BBC.

Sementara Yu mengatakan bahwa mereka ingin menghemat energi sebelum tampil di sistem gugur. "Besok itu babak sistem gugur. Kami sudah lolos dan kami ingin memiliki lebih banyak energi untuk putaran sistem gugur," katanya.

Setelah itu, giliran Greysia dan Meiliana yang tampil menghadapi ganda Korea unggulan ketiga, Ha Jung-Eun dan Kim Min-Jung. Laga ini juga berlangsung dalam suasana yang sama.

Wasit Berg kembali ke pengadilan dan mengacungkan kartu hitam, menandakan diskualifikasi. Tapi lalu dibatalkan dan pertandingan dilanjutkan ketika tim Indonesia memprotes. Pasangan Korea akhirnya menang.

Namun, tempat mereka di babak delapan besar diambil oleh pasangan yang berada di urutan ketiga dan keempat dalam grup kualifikasi yang bersangkutan.

Move on, Berpeluang Meraih Medali di Olimpiade 2020
Tentu saja, itu menjadi pengalaman pahit bagi Greysia. Di pengalaman pertamanya tampil di Olimpiade, dia malah didiskualifikasi. Toh, empat tahun kemudian, dia bisa move on. Dia meraih hasil lebih bagus di Olimpiade Rio dengan sampai di perempat final.

Anggap saja, itu memang bagian dari dinamika perjalanan Greysia di Olimpiade. Seperti tagline produk permen yang dulu pernah terdengar familiar "manis asam asin rame rasanya".

Ya, karier Greysia memang terbilang lengkap. Rame rasanya. Dia punya cerita manis ketika lolos ke Olimpiade dua kali. Dia juga mengalami cerita asam di London itu. Serta cerita asin di Olimpiade 2016. Asin karena meski gagal membawa pulang medali, setidaknya masih ada rasa nikmat yang dirasakan.

Kini, di Olimpiade 2020 yang sangat mungkin menjadi Olimpiade terakhir baginya, Greysia tentu ingin meraih penutup cerita yang manis. Sebuah happy ending.

Seperti cerita akhir tahun lalu, Greysia bersama Apriani akhirnya meraih medali emas SEA Games pada penampilan keempatnya. Sebelumnya, di tiga kesempatan di SEA Games 2005, 2007, dan 2013, Greysia selalu kalah di final dan 'hanya' mampu meraih medali perak.

Nah, cerita manis di SEA Games terakhirnya itu tentu akan menjadi pendorong motivasi bagi Greysia untuk tampil bagus di Olimpiade nanti. Mungkinkah Greysia/Apri bisa meraih medali di Olimpiade?

Kenapa tidak. Selama tampil dalam form terbaik, mereka berpeluang mencapai babak penting. Sebab, pemain-pemain yang mereka hadapi di Olimpiade nanti, sama dengan yang mereka hadapi di turnamen BWF World Tour selama ini. Dan, Greysia/Apriani pernah mengalahkan mereka.

Seperti ganda putri China, Chen Qingchen/Jia Yifan yang kini menduduki rangking 1 dunia dan juga pasangan Du Yue/Li Yun Hui. Lalu pasangan Korea, Lee So Hee/Shin Seung Chan.

Malah, Jepang punya tiga pasangan, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara, dan Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi. Tapi, hanya dua pasangan yang akan lolos ke Olimpiade.  

Secara kualitas, mereka sudah sama-sama tahu kelebihan dan kelemahan masing-masing pasangan karena sering bertemu. Nah, yang menentukan di Olimpiade nanti adalah bagaimana kesiapan mental dan juga ketahanan fisik. Siapa yang paling siap, dia yang berpeluang tampil di babak penting.

Masih ada waktu kurang lebih setahun untuk mempersiapkan diri. Tim pelatih bisa terus menggenjot stamina dan teknik pemainnya. Utamanya memperbaiki kekurangan yang selama ini masih terlihat ketika tampil di turnamen BWF. Semisal soal endurance.

Tapi yang jelas, untuk urusan semangat, Greysia sepertinya tidak perlu dorongan semangat lagi. Sebab, semangatnya sudah penuh. Dia ingin menutup penampilannya di Olimpiade dengan cerita manis. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun