Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masa Lebaran dan Momen Bubur Ayam dkk Naik Harga

27 Mei 2020   16:20 Diperbarui: 27 Mei 2020   16:16 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di masa Lebaran, ada banyak penjual kuliner yang menaikkan harga. Namun, kenaikannya masih terbilang wajar. Mungkin karena harga bahan pokoknya memang naik. Yang tidak wajar adalah ketika mematok harga di luar nalar/Foto: radarsukabumi.com

Namun, bila kenaikan harga kulinernya terlalu tinggi, pembeli pun menganggap harganya tidak wajar bahkan merasa telah 'dijebak'. Lantas, menuding penjual sedang memanfaatkan momen aji mumpung dengan menaikkan harga jualannya berlipat-lipat ketika Lebaran.  

Penjual dicap memanfaatkan momentum Lebaran, mumpung pas orang yang berjualan tidak sebanyak biasanya sehingga pembeli tidak punya banyak pilihan. Mumpung banyak orang yang 'malas memasak' ketika Lebaran sehingga berpikir membeli makan.

Dan mungkin juga berpikir mumpung pembelinya sedang banyak uang karena baru mendapatkan THR sehingga tidak masalah dengan kenaikan harga dibanding biasanya.

Lalu, bagaimana cara aman agar terhindar dari 'jebakan' kuliner ini?

Cara paling aman adalah dengan menanyakan terlebih dulu berapa seporsi harga makanannya. Terlebih bila warung kaki lima tersebut tidak mencantumkan harga makanan yang dijual.

Bahkan, kalaupun mencantumkan harga sekalipun, tidak ada salahnya untuk ditanyakan lagi. Siapa tahu itu harga pertama kali mereka jualan beberapa tahun lalu dan belum diperbarui.

Ya, jangan malu bertanya. Apa salahnya bertanya sebelum membeli. Sebab, dengan bertanya dan mengetahui berapa harga makanannya, kita bisa memutuskan apakah akan jadi makan di tempat itu ataukah mencari tempat lain, menyesuaikan dengan isi dompet dan juga kebutuhan.

Jangan sampai, karena lapar dan buru-buru ingin makan, kita langsung memesan makanan dalam jumlah porsi cukup besar dan menebak sendiri berapa besaran harga makanan yang dipesan. Lantas, terkaget-kaget ketika mengetahui harga yang dipatok oleh penjual yang dirasa tidak wajar.

Tapi, bila penjualnya hanya menaikkan harga 2000 rupiah, ya jangan berlebihan bereaksi. Apa iya, hanya karena naik 2000, penjualnya diadukan ke pengaduan konsumen.

Sebab, di masa sulit akibat pandemi virus seperti sekarang, mereka juga berhitung untuk mendapatkan pemasukan dan bisa terus memutar usaha jualan kuliner mereka. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun