Ya, United pernah merasakan lebih dari empat dekade tidak mampu juara Liga Inggris. Mereka pernah 41 tahun menunggu gelar Liga Inggris. Tepatnya dalam kurun 1911-1952. Beruntung bagi fans United, karena sejarah itu terjadi sangat lama, mereka tidak jadi korban perundungan karena fakta itu.
Justru, korban "bullyan" beralih ke rival abadi mereka, Liverpool, yang tidak pernah lagi juara Liga Inggris sejak kali terakhir memenanginya pada 1989/90. Bahkan, di era Premier League, Liverpool tak pernah juara.
Namun, bila memang Premier League 2019/20 kembali berlanjut pada 1 Juni nanti setelah Pemerintah Inggris mengeluarkan izin, Liverpool yang butuh dua kemenangan lagi dari 9 pertandingan, tinggal menunggu hari untuk juara.
Bila begitu, beban akan beralih ke United. Bila ternyata mereka berlama-lama tidak lagi juara, United mungkin yang akan menjadi korban perundungan para warganet--tepatnya para haters.
Tiga alasan United "terjun bebas" setelah kepergian Ferguson
Sebenarnya, mengapa penampilan Manchester United bisa terjun bebas di enam atau tujuh musim terakhir setelah ditinggal Ferguson?
Kalaupun ditinggal Ferguson pergi, mengapa perubahannya langsung drastis? Mengapa mereka tidak bisa, semisal bila pun tidak juara, tetapi tetap konsisten berada di empat besar?
Pertanyan-pertanyaan tersebut memang bermunculan. Dan, jawabannya, tidak jauh dari pengandaian pendaki gunung yang telah saya tulis di paragraf awal tulisan ini.
Bahwa, seorang pendaki gunung yang telah beberapa kali berhasil menaklukkan puncak gunung, lantas tak pernah mampu lagi mencapai puncak di pendakian berikutnya, berarti ada yang salah dengan pendaki tersebut?
Pertama, bisa karena medan pendakian gunung yang didaki kali ini memang lebih sulit dibandingkan gunung-gunung yang telah ditaklukkan sebelumnya.
Maksudnya apa?
Bila Premier League kita ibaratkan sebuah gunung, meski nama kompetisinya tetap sama, tetapi kita tahu, di setiap musim kompetisi, tantangannya sangat berbeda.