Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan, Momentum Tetap Bersyukur di Masa Sulit Pandemi

11 Mei 2020   16:37 Diperbarui: 13 Mei 2020   14:41 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan, momentum bersyukur meski di tengah situasi sulit akibat pandemi. Dengan bersyukur, kita akan punya harapan. Dan, sebaik-baik harapan adalah berdoa/Foto: https://muslim.okezone.com

Wabah virus corona tidak hanya menyebabkan gelombang kematian. Pandemi ini juga membuat dunia usaha 'mati suri'. Hampir semua orang merasakan dampaknya. Ada jutaan orang kehilangan pekerjaan. Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) marak.

Menurut data dari Kementerian Tenaga Kerja per 20 April 2020, hampir tiga juta karyawan dirumahkan atau terkena PHK. Bahkan, angka lebih memprihatinkan dimunculkan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Bahwa, orang yang menjadi korban PHK bisa mencapai 15 juta jiwa.

Angka korban PHK dari Kadin tersebut jauh lebih besar karena data dari Kementerian Tenaga Kerja tersebut, belum menghitung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang juga terdampak wabah ini.

Kondisi seperti itu membuat masyarakat kini mudah sambat (mengeluh) karena khawatir dengan situasi yang terjadi. Mudah untuk menemukan suara berkeluh kesah di mana-mana. Di dunia maya. Maupun di dunia nyata.

Baik mereka yang mengeluhkan karena dirumahkan. Mereka yang cemas karena usahanya kini sepi dan pendapatannya seret. Hingga mereka yang mengeluh belum mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.

Toh, di tengah situasi sulit di mana banyak orang mudah mengeluh seperti sekarang, bukan berarti tidak ada hal yang bisa disyukuri. Bukan berarti semuanya memprihatinkan.

Benar, kita memang sedang prihatin. Namun, di tengah keprihatinan, sejatinya masih ada beberapa hal yang bisa membuat kita berlega hati. Ada beberapa hal yang mungkin dianggap biasa, tetapi bila direnungkan lebih dalam, akan bisa membuat kita bersyukur. Apa saja?

Kita masih sehat, keluarga sehat

Tentu saja, tidak bisa bekerja seperti biasanya ataupun tidak lagi mendapatkan penghasilan seperti dulu, membuat pikiran khawatir. Apalagi, saldo tabungan mulai terpakai karena tidak ada pemasukan.

Bila seperti itu, sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan anak-anak dan istri, kita pastinya berpikir keras agar dapur tetap mengepul.

Sebagai 'tukang menulis' dan juga mengajar di kampus, saya pun ikut merasakan dampak dari pandemi ini. Beberapa 'pintu' untuk mendapatkan pemasukan, untuk sementara ditutup alias berhenti berjalan. Meski, saya yakin, Yang Maha Kuasa masih menyediakan 'pintu-pintu' rezeki lainnya. Tinggal bagaimana kita datang mengetuknya.

Singkat kata, wabah ini berdampak luas ke hampir semua orang. Ke hampir semua profesi. Mungkin hanya mereka yang 'duit tinggal memetik' yang tidak terkendala dampaknya.  

Namun, meski dilanda kecemasan bila wabah ini berkepanjangan, masih ada alasan untuk bersyukur. Itu karena anak-anak, istri dan saya pribadi masih sehat. Itu anugerah yang patut disyukuri.

Apalagi, di awal Ramadan, saya sempat merasakan situasi sulit ketika si bungsu sempat dirawat karena dengue fever. Itu situasi yang tingkat sulitnya sungguh melebihi kecemasan karena memikirkan materi. Syukur, kondisinya segera membaik.

Karenanya, meski pandem ini membuat kita prihatin secara ekonomi, meski wabah ini mulai membuat kita 'mengencangkan ikat pinggang', tapi percayalah, bila semua keluarga sehat, itu patut disyukuri.

Jangan menganggap kesehatan itu hal biasa sehingga lantas memilih terus berkeluh kesah seolah tidak ada hal bagus yang bisa kita syukuri. Apa mau nikmat sehat itu dicabut baru kemudian bersyukur?

Punya tetangga, saudara, dan kawan yang baik

Sekali lagi, kita semua terdampak wabah virus ini. Meski setiap orang mungkin beda-beda level terdampaknya. Ada yang terdampak parah. Ada yang biasa saja.

Namun, meski sama-sama terdampak, ternyata tidak semua orang lantas doyan berkeluh kesah. Ternyata masih ada banyak orang yang seolah tidak merasakan dampak wabah ini. Mereka tetap bersikap gembira, senang guyon, dan senang berbagi. Seolah tidak terjadi apa-apa.

Semisal adanya tetangga yang baik hati mengirimkan masakan ataupun kue untuk berbuka puasa. Saudara yang saling mengingatkan dalam kebaikan. Hingga kawan-kawan di grup WA yang bisa membuat kita gembira sehingga sejenak bisa melupakan pandemi ini.

Bagi saya, memiliki tetangga, saudara, dan kawan seperti itu harus disyukuri. Sebab, mengenal orang-orang seperti itu bisa meningkatkan sistem imun alias kekebalan tubuh yang diyakini bisa mencegah serangan coronavirus disease (Covid-19).

Pasalnya, kita tertular gembira dan sikap peduli mereka. Minimal, dengan aura gembira mereka, kita memiliki rasa optimis untuk menghadapi wabah ini. Dekat dengan orang-orang seperti itu harus disyukuri.

Bayangkan bila sampean (Anda) dikelilingi oleh orang-orang yang kerjaannya mengeluh lalu apa yang dibicarakan selalu pesimis, itu malah membuat kita bisa tertular stress. Kita yang awalnya santai dengan situasi ini, berubah jadi ikut pesimis.

Bersyukur karena masih bisa 'merayakan' Ramadan

Nah, ini juga wajib kita syukuri. Memang, Ramadan tahun ini datang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Ibarat tamu, Ramadan datang dan kita membukakan pintu dalam situasi lara.

Kita memang tidak bisa 'merayakan' Ramadan tahun ini seperti di tahun-tahun sebelumnya. Tidak lagi bisa sholat fardhu dan tarawih berjamaah rame-rame di masjid seperti dulu. Tidak lagi bisa buka bareng maupun sahur oh the road seperti dulu. Anak-anak juga mengeluh karena tidak bisa menikmati takjil di masjid menjelang maghrib.

Justru, di Ramadan kali ini, kita "dipaksa" melakukan aktivitas di rumah. Beribadah di rumah. Bekerja dari rumah. Ramadan tanpa keriuhan seperti tahun-tahun lalu.

Toh, terpenting, kita masih bisa bertemu Ramadan. Masih bisa berpuasa. Masih bisa menikmati kegembiraan berbuka puasa bersama anak-anak dan istri di rumah. Bahkan, dengan beribadah di rumah, hadir kedekatan kita dengan mereka.

Bukankah, sebagian dari kita dulu sering mengeluh sulit berbuka puasa di rumah bersama keluarga karena disibukkan urusan pekerjaan kantor. Bukankah kita dulu berharap bisa lebih khusyu beribadah. Nah, dengan lebih banyak di rumah, kita bisa merenung dan berkontemplasi tentang situasi yang terjadi.

Bersyukur karena tidak berhutang

Ya, bersyukurlah Anda bila tidak memiliki tanggungan hutang. Baik itu berhutang pada kawan sehingga ditagih untuk segera melunasi. Ataupun hutang cicilan kendaraan ataupun rumah.

Kapan hari, saya mendapatkan cerita dari seorang kawan perihal kawannya yang terdampak wabah Covid-19. Menurut kawan tersebut, warga terdampak akibat pandemi ini bukan hanya kalangan akar rumput. Tapi juga kalangan menengah.

Kata kawan tersebut, temannya dulu membeli rumah di perumahan dengan harga lumayan mahal dan angsuran bulanan lumayan tinggi. Karena kala itu, usahanya lancar, angsuran tinggi itu tidak terlalu masalah.

Namun, kini beda cerita. Ketika bisnisnya sepi sementara cicilan bulanan harus dilunasi, dia pun merasakan kesulitan. Dia sempat mendapat opsi penangguhan pelunasan cicilan. Syaratnya, ketika wabah berakhir, cicilan dalam sekian bulan itu harus dilunasi.

Sebagai orang yang pernah merasakan berjuang membayar cicilan rumah, cerita dari kawan tersebut sungguh berat.

Karenanya, berbahagialah sampean yang meski mungkin gaji bulanannya tidak seberapa besar, tetapi bila tidak memiliki hutang, sampean wajib bersyukur. Minimal, gaji sampean utuh diterima tanpa harus melunasi tagihan cicilan.

Saya yakin, selain empat hal tersebut, masih ada banyak hal lain yang bisa kita syukuri. Masih ada hal yang membuat kita bergembira. Sehingga, kita tidak melulu cemas dan sedih dengan pandemi ini.

Bila memang kita masih sulit bersyukur, silahkan menengok mereka yang hidupnya lebih susah. Mereka yang tidak punya apa-apa untuk sekadar makan sehari. Ataupun mereka yang dalam kondisi sakit. Dengan menengok mereka, semoga bisa muncul rasa syukur.
 
Ya, meski situasi memang sedang susah, tapi kita masih punya alasan untuk bersyukur. Kita masih bisa membagikan senyum dan ikut peduli pada orang lain. Pendek kita, kita masih punya harapan. Dan, sebaik-baik harapan adalah berdoa kepada Yang Maha Mengatur Urusan Hidup ini. Hayuuk tetap bersyukur. Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun