Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sejarah Hari Ini, Kala Pelatih "Newbie" Alex Ferguson Meraih Trofi Eropa Pertamanya

11 Mei 2020   08:38 Diperbarui: 11 Mei 2020   17:46 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alex Ferguson (memegang piala) usai membawa Aberdeen tampil sebagai juara Piala Winners 1983 usai mengalahkan Real Madrid 2-1 di final. Foto: Daily Record

Bila menyebut nama Alex Ferguson, apa yang langsung terpikir dalam pikiran sampean (Anda)?

Rasanya, akan ada dua hal yang spontan terlintas. Yakni Manchester United dan trofi (gelar). Maklum, dua hal itu memang lekat dengan Alex Ferguson selama dirinya bekerja melatih tim.

Kita tahu, karena Ferguson-lah, Manchester United memiliki pondasi sebagai tim kuat. Dia yang membentuk karakter dan memoles skill bocah lulusan akademi United Class 92 seperti David Beckham, Paul Scholes, Nicky Butt dan Neville bersaudara.

Bersama mereka plus pemain-pemain seperti Peter Schmeichel, Dennis Irwin, Ryan Giggs, Roy Keane, Eric Cantona, Andy Cole, dan Dwight Yorke, Ferguson membawa United mendominasi Liga Inggris di era 90-an dan 2000-an.

Cerita berikutnya, Manchester United yang di masa lalu berada dalam bayang-bayang kesuksesan Liverpool, menjadi raja baru Premier League. Bahkan, United berhasil melampaui raihan jumlah trofi Liverpool di Liga Inggris.

Hingga kini, meski sepeninggal Ferguson penampilan Tim Setan Merah kurang konsisten, tetapi United masih menjadi tim paling sukses di Liga Inggris dengan koleksi total 20 trofi. 

Ferguson yang asal Skotlandia, hingga kini tercatat sebagai manajer (pelatih) paling sukses di era Premier League dengan meraih 13 trofi selama 27 tahun memimpin United (1986-2013).

Cerita Ferguson Aberdeen, sempat diremehkan lantas panen trofi

Namun, tahukah Anda, jauh sebelumnya, cerita sukses Sir Alex Ferguson di Manchester United itu, bermula dari sebuah momen yang terjadi pada 11 Mei 1983 silam. Ketika dirinya masih melatih klub asal negaranya, Aberdeen FC.

Kala itu, Ferguson masih merupakan pelatih 'newbie' di kancah Eropa. Dia baru beberapa tahun menjalani profesi sebagai pelatih. Ferguson yang sebelumnya melatih klub kecil, St Mirren FC selama empat tahun, bergabung dengan Aberdeen pada Juni 1978. Dia menggantikan Billy McNeill, di usia yang terbilang muda, 37 tahun. 

Kala itu, Aberdeen merupakan salah satu klub elit di Skotlandia. Namun, sejak berdiri pada tahun 1903, mereka baru memenangkan Liga Skotlandia sekali saja, di tahun 1955.

Selayaknya seorang pelatih muda yang masih minim pengalaman, di musim pertamanya, Ferguson masih harus berusaha mendapatkan rasa hormat dari pemain-pemainnya. Utamanya beberapa pemain senior di timnya. Di musim pertamanya, Ferguson hanya mampu membawa Aberdeen finish di peringkat empat Liga Skotlandia.

Di musim keduanya, Aberdeen memulai musim 1979--80 dengan buruk. Tapi, siapa sangka, mereka meningkat secara dramatis pada tahun baru dan akhirnya memenangkan Liga Skotlandia.

Gelar itu membuat Ferguson mulai merasa bahwa ia mendapatkan rasa hormat dari para pemainnya. Dia mulai merasa punya wibawa di hadapan pemain-pemain senior yang awalnya cuek padanya.

"Itu adalah prestasi yang menyatukan kami. Akhirnya para pemain percaya pada saya," ujarnya.

Bila publik masa kini mengenal Sir Alex Ferguson sebagai pelatih berwatak keras dan disiplin selama melatih United, ternyata itu sudah dilakukannya saat di Aberdeen. Ya, sikap keras kepada pemain, sudah ia terapkan saat masih di Aberdeen.

Para pemain Aberdeen menjulukinya "Furious Fergie" merujuk karakternya yang keras. Ferguson pernah mendenda salah satu pemainnya, John Hewitt, karena menyalipnya ketika berkendara di jalan umum. Dia juga pernah menendang guci teh pada para pemain di babak pertama setelah babak pertama yang buruk.

Bahkan, Ferguson juga mulai melancarkan mind games dengan menuduh media Skotlandia menjadi bias terhadap dua klub Glasgow, untuk memotivasi tim. Cerita berikutnya, Aberdeen dibawanya jadi juara Piala Skotlandia pada tahun 1982.

Sukses Ferguson itu terdengar sampai Inggris. Ia sempat ditawari Wolverhampton Wanderers. Namun, tawaran itu ditolaknya  karena beranggapan klub itu sedang mengalami masalah finansial. Apalagi, dia juga merasa belum mencapai ambisinya di Aberdeen. 

Ferguson masih ingin berkembang di negaranya sendiri, sebelum 'terbang' melatih di luar negaranya.

Momen 11 Mei 1983, Ferguson diminati klub-klub besar Liga Inggris

Ambisinya itu terwujud. Cerita berikutnya, Ferguson memimpin Aberdeen untuk kesuksesan yang lebih besar di musim 1982-1983. Aberdeen mampu kembali meraih Piala Skotlandia. Tapi, suksesnya yang paling diingat adalah raihan gelar Piala Winners 1983.

Kejadian final Piala Winner itu terjadi pada 11 Mei atau 37 tahun silam. Kala itu, Aberdeen lolos ke final setelah menang dramatis atas tim kuat Jerman, Bayern Munchen di semifinal. Mereka sempat tertinggal dua kali tetapi kemudian berhasil menang 3-2. Di final, mereka sudah ditunggu Real Madrid.

Tentu saja, Real Madrid yang kala itu sudah memenangi 6 trofi Piala Champions (nama lawas Liga Champions) dan diperkuat Alfredo Di Stefano, lebih diunggulkan dibandingkan Aberdeen yang belum pernah sekalipun tampil di final turnamen Eropa.

Yang terjadi, di final yang digelar di Ullevi Stadium di Gothenburg Swedia tersebut, Aberdeen malah menang 2-1 lewat gol Eric Black di menit ke-7 dan gol John Hewitt di masa perpanjangan waktu (menit ke-112).

Aberdeen menjadi tim Skotlandia ketiga yang memenangkan trofi Eropa. Dan bagi Ferguson, dia pun merasa telah melakukan "sesuatu yang besar dalam hidupnya". Terlebih, di tahun itu, Ferguson juga membawa Aberdeen jadi juara di Piala Super Eropa pada Desember 1983.

Di tahun berikutnya, nama Ferguson semakin top setelah membawa Aberdeen juara Liga Skotlandia beruntun pada musim 1983-84 dan 1984-85. Meski, momen juara di Eropa pada 11 Mei 1983 di Gothenburg-lah yang menjadi momen awal tenarnya Ferguson.

Sebab, sejak momen itu, beberapa tim top Inggris tertarik mendatangkan Ferguson. Tim London, Tottenham, pernah mencoba mendekatinya tapi ditolaknya. Begitu juga Arsenal yang ingin mencari pengganti pelatih Steve Burtenshaw, tapi tidak diiyakan olehnya.

Bahkan, di tahun 1985, di akhir musim 1984-85, Liverpool juga sempat dikabarkan ingin merekrut Ferguson setelah Joe Fagan pensiun. Namun, Liverpool kemudian menunjuk mantan penyerangnya, Kenny Dalglish sebagai pelatih.

Andai saja, Ferguson kala itu sepakat mau melatih Tottenham, atau Arsenal, apalagi Liverpool, alur cerita sejarah Liga Inggris mungkin saja tidak seperti yang kita ketahui sekarang.

Namun, sudah menjadi suratan takdir. Ferguson yang awalnya tidak berminat menerima pinangan dari beberapa klub Inggris, akhirnya menerima tawaran Manchester United pada 1986. Dia menggantikan Ron Atkinson yang dipecat.

Cerita berikutnya adalah sejarah. Sejarah tentang pelatih legendaris. Meski sempat bersabar menunggu lima tahun dan sempat diberi deadline oleh manajemen, Ferguson lantas membawa United meraih 13 trofi Premier League. Plus dau trofi Liga Champions.

Dari cerita perjalanan karier kepelatihan Ferguson dan momentum final Piala Winner 11 Mei 1983 tersebut, ada perenungan penting bagi kita. Bahwa, sukses itu tidak datang tiba-tiba. Tapi dirintis dari bawah. Butuh proses untuk berubah dari 'nobody' menjadi 'somebody'.

Orang mungkin mengenal Sir Alex Ferguson meraih sukses besar di Manchester United. Namun, jauh sebelumnya, dia sudah mampu mem-branding dirinya sebagai pelatih muda potensial ketika melatih Aberdeen. 

Faktanya, kebijakan yang ia terapkan di United seperti disiplin dan tegas terhadap pemain, bahkan melakukan mind games dengan pelatih dan media demi menguatkan kondisi psikologis pemain-pemainnya, ternyata sebelumnya sudah ia lakukan di Aberdeen.

Lantas, ketika mendapat kesempatan melatih di klub lebih besar, Ferguson tinggal menjalankan 'pedoman dasar'  yang sudah ia mulai . Dan, dia memberi bukti, dirinya memang pantas mendapatkan kepercayaan yang lebih besar. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun