Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Olahraga Saat Ramadan, Perlu Asal Jangan Terlalu

10 Mei 2020   21:16 Diperbarui: 10 Mei 2020   21:21 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga bersama anak-anak. Olahraga selama Ramadan tetap perlu, asal jangan terlalu. Terpenting menjaga kebugaran dan gembira./Foto : Hadi Santoso

Selama menjalani puasa hingga hari ke-17 Ramadan ini, apakah sampean (Anda) masih menyempatkan berolahraga? Ataukah berhenti sama sekali melakukan aktivitas olahraga karena merasa akan mengganggu puasa?

Setiap orang memang punya pemahaman berbeda bila berbincang perihal kaitan antara puasa dan olahraga. Pemahaman itulah yang menjadi dasar seseorang menganggap olahraga penting atau tidaknya untuk dilakukan selama berpuasa.

Bagi saya, berpuasa bukan berarti tidak berolahraga sama sekali. Semisal karena khawatir kelelahan ataupun dehidrasi. Kita tetap bisa berolahraga selama berpuasa. Tentunya dengan beberapa pertimbangan.

Semisal hanya melakukan olahraga ringan seperti jalan kaki, senam peregangan, ataupun bersepeda santai agar tidak menguras tenaga. Durasinya juga bisa dipersingkat. Lebih pendek bila dibandingkan berolahraga di luar Ramadan.

Semisal bagi sampean yang terbiasa tidak tidur lagi selepas sahur dan sholat Subuh, bisa melakukan jalan kaki di pagi hari. Mumpung udaranya masih segar, berjalan kaki saat pagi bisa bikin badan bugar.

Atau bisa bersepeda santai saat sore menjelang berbuka puasa. Tidak perlu jauh-jauh. Semisal hanya di dalam kompleks perumahan. Atau bahkan mengubah sepeda menjadi sepeda statis. Sehingga, kita tetap bisa nggowes meski di rumah saja. Minimal badan bergerak.

Selain olahraga ringan itu, saya sebenarnya punya jadwal berolahraga tetap. Ada jadwal bermain bulu tangkis bersama tetangga se-kompleks perumahan setiap Senin malam.

Jauh sebelum puasa, kami sudah sepakat, jadwal bermain bulutangkis akan tetap berjalan selama Ramadan. Kami biasa bermain mulai pukul 20.00 hingga pukul 23.00 WIB. Jadi pas, setelah usai sholat tarawih. 

Badan juga sudah tidak kaget bila diajak bergerak mengayun raket karena sudah berlalu dua jam setelah berbuka puasa.

Namun, karena adanya penerapan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah tempat tinggal saya, agenda bermain bulutangkis saat Ramadan itupun batal digelar. Bukannya tidak ingin berolahraga, tapi kami juga ingin ikut menyukseskan pelaksanaan PSBB demi memutus rantai penyebaran Covid-19 di Sidoarjo. 

Mendadak jadi 'pelatih sepak bola' bagi anak-anak

Sebagai ganti, saya berolahraga ringan bersama dua anak saya. Bermain bola di depan rumah. Sembari menyerap sinar matahari demi menambah imunitas tubuh sebagai benteng agar tidak terpapar Covid-19. Namun, jangan bayangkan bermain bolanya seperti umumnya. 

Dulu, sebelum puasa, demi untuk 'berjemur' di bawah matahari, tepat pukul 10.00, kami sering bermain bola 2 on 2 dengan dua sandal yang dijajar berjarak difungsikan sebagai gawang. Saya bersama si bungsu. Sementara si kakak bersama temannya. 

Main begitu saja, selama 30 menitan sudah berkeringat dan lumayan lelah. Pertanda memang usia tidak seperti 15 tahun lalu ketika main bola 2x45 menit pun kuat.

Bermain bola bersama anak-anak tidak hanya menyenangkan, tetapi juga menambah kedekatan hubungan ayah-anak/Foto: koleksi pribadi.
Bermain bola bersama anak-anak tidak hanya menyenangkan, tetapi juga menambah kedekatan hubungan ayah-anak/Foto: koleksi pribadi.
Nah, selama Ramadan ini, saya mencoba lebih banyak mengajari mereka ilmu bermain bola. Seperti mengajari mereka cara mengumpan. Hingga mengenalkan berbagai macam cara menendang bola.  Tidak lupa, mengajari mereka kerja sama.

Bahwa, bermain bola tidak bisa membawa bola sendirian. Tapi mereka butuh teman untuk saling mengoper. Bila sudah seperti itu, gayanya ayahnya sudah seperti pelatih sepak bola.

Usai mengenalkan teori, lantas mencoba praktek mengumpan dan menendang. "Wah, kakak sudah bisa tendangan pisang, Yah," ujar si kakak.  

Kami bermain tidak lama. Sebab, anak-anak juga berpuasa.  Namun, meski sebentar, badan bisa berkeringat. Anak-anak juga bergembira.

Malah, seusai bermain, mereka banyak bertanya tentang zaman muda saya dulu ketika ayahnya masih sering main bola ataupun futsal. Gayanya sudah seperti wartawan yang tengah mewawancara narasumber. 

Pendek kata, berpuasa bukan menjadi alasan untuk sekadar rebahan dan mager alias malas gerak. Justru, bila sering mager dan tidak melakukan aktivitas, badan akan menjadi cepat lemas.

Karenanya, badan harus tetap digerakkan. Kalaupun tidak melakukan aktivitas yang bisa disebut berolahraga 'secara resmi', kita juga bisa melakukan aktivitas lainnya yang memungkinkan badan bergerak.

Seperti mencuci baju hingga menjemurnya, mencuci piring lantas menata di rak, atau beres-beres di dalam rumah, juga menjadi bagian dari bergerak agar stamina tetap terjaga.

Tidak hanya demi kebugaran, tetapi juga kegembiraan

Melakukan olahraga saat Ramadan perlu untuk menjaga kebugaran selama berpuasa. Namun, jangan terlalu bersemangat saat berolahraga di bulan Ramadan. Sebab, bila terlalu bersemangat, bukannya segar, badan malah kelelahan. Bila begitu, puasa pun terganggu.

Berolahraga selama puasa perlu, asal jangan terlalu. Tinggal bagaimana ritme nya harus disesuaikan dengan kondisi tubuh. Karena memang tujuannya untuk menjaga kebugaran. Bukan untuk menguras stamina.

Nah, yang tidak kalah penting adalah bergembira selama menjalani olahraga. Jangan berolahraga hanya untuk memenuhi target. Semisal harus jogging berapa kali putaran di kompleks perumahan. Atau bersepeda menempuh jarak sekian jauh.

Memang, tujuan dari berolahraga itu ujung-ujungnya agar badan sehat dan bugar. Harapannya, dengan badan bugar, maka puasa akan lancar. Tentu itu bagus.

Tetapi, selain demi kebugaran, juga penting untuk melakukan olahraga dengan gembira. Sebab, hati yang gembira, juga punya dampak positif bagi tubuh dalam menjalankan puasa.

Bila hati gembira dan bahagia, akan memunculkan dorongan positif bagi tubuh untuk bekerja selama puasa. Sebaliknya, bila berpuasa dengan suasana hati yang kurang menyenangkan, justru akan membuat segalanya terlihat sulit.

Dikutip dari kompas.com (kompas.com), emosi positif dan kualitas kesehatan yang baik, ternyata saling terkait. Ini karena tubuh dan pikiran saling terhubung. Berdasarkan penelitian, para ilmuwan menyimpulkan, kondisi stress dan marah, rentan membuat kita gampang sakit.

Agar tidak mudah sakit, cara terbaik adalah meningkatkan sistem imun tubuh. Dan, sistem imun tubuh tersebut bisa didapatkan dengan berhenti menjadi pencemas ataupun pemarah.

Kita perlu untuk mulai mudah tertawa dan berbahagia agar memperoleh sistem imun yang kuat. Terlebih dalam situasi wabah virus seperti sekarang.

Resep berolahraga ringan dan menggerakkan badan selama Ramadan tersebut rasanya mudah untuk dilakukan. Kita bisa melakukannya. Saya sudah membuktikan bila olahraga ringan itu terbukti bisa menjaga stamina dan juga mood selama Ramadan. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun