Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bersedekah Lewat Tulisan yang "Connecting Happiness" di Masa Pandemi

8 Mei 2020   23:07 Diperbarui: 8 Mei 2020   23:04 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersedekah bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya lewat tulisan yang Connecting Happiness di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang. Lewat tulisan yang membuat orang jadi bersemangat, optimis melewati situasi sulit/Foto: Pixabay

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Musa r.a, Rasulullah SAW pernah berkata bahwa "Tiap Muslim wajib bersedekah". Dari sabda tersebut, lantas terjadi dialog antara Rasulullah dan sahabat perihal tingkatan dalam bersedekah.

Kesimpulan penjelasan dari hadis tersebut, bahwa sedekah tidak mesti dengan mengeluarkan sejumlah materi atau uang. Namun, semua amal kebajikan yang dilakukan juga bisa bernilai sedekah.

Seperti menciptakan kebersihan lingkungan, bersikap santun, memberikan pendidikan agama kepada anak dan istri. Bahkan, memberikan senyuman pun adalah sedekah seperti diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.

Berkolerasi dengan hadis tersebut, sedekah dalam bentuk apa saja, perlu digaungkan di masa wabah Covid-19 seperti sekarang. Baik sedekah materi, sedekah informasi baik, hingga membagikan kegembiraan kepada orang lain.

Sebab, kita tahu, dampak dari wabah Covid-19 yang sudah menjadi pandemi ini begitu kompleks. Bak sebuah kartu domino yang jatuh, lantas menyebabkan kartu-kartu lainnya juga berjatuhan.
 
Karena situasi pandemi yang berkepanjangan, ada banyak orang yang kehilangan penghasilan. Bahkan kehilangan pekerjaan. Mereka membutuhkan bantuan. Tidak hanya sebuah kail. Tapi juga ikan untuk bisa bertahan hidup.

Karena wabah yang entah kapan akan berakhir, tidak sedikit orang mengalami depresi. Sebab, sehari-hari hanya berada di rumah saja dan mengonsumsi berita dan informasi tentang jumlah pasien positif yang terus bertambah dan sebaran Covid-19 yang terus meluas, belum lagi kabar hoaks, bisa menyebabkan kecemasan parah.

Karenanya, bertepatan dengan bulan Ramadan yang memang sangat dianjurkan untuk bersedakah, setiap kita bisa 'memainkan peran' untuk ambil bagian dalam membantu orang lain. Bersedekah sesuai dengan kemampuan kita masing-masing.

Sampean (Anda) yang memiliki kelebihan materi ataupun piawai menggalang donasi, bisa bersedekah dengan memberikan bantuan sembako maupun uang tunai kepada mereka yang terdampak secara ekonomi akibat wabah ini.  

Menulis menjadi jalan sedekah

Saya pun punya cara sendiri untuk bersedekah. Sebagai "tukang menulis", saya memilih membagikan tulisan berisi informasi yang bermanfaat, benar, dan menyejukkan orang lain sebagai wujud connecting happines.

Bicara tulisan berisi kabar baik dan kabar buruk, sejatinya, keduanya punya fungsi yang sama-sama baik. Begitu juga tulisan yang mengabarkan kabar gembira dan tulisan yang menginformasikan berita sedih, juga sama-sama punya fungsi baik.  

Kabar baik berfungsi untuk menumbuhkan rasa optimis agar kita termotivasi menjadi lebih baik. Sementara kabar buruk membuat kita bisa belajar dari kesalahan agar tidak berulang lagi di masa depan.

Namun, dalam situasi wabah seperti sekarang, kabar baik seolah menjadi langka. Arus informasi di media daring dan media sosial kini cenderung mem-blow up info Covid-19 dengan lebih banyak menampilkan sisi negatifnya.

Padahal, masih ada banyak kabar bagus yang bisa dimunculkan. Semisal pasien Covid-19 yang sembuh, para tenaga medis yang bekerja penuh dedikasi, warga yang menyediakan ruangan untuk warga lainnya melakukan karantina mandiri, hingga orang-orang yang bergerak bersama untuk membantu sesamanya.

Yakinlah, tulisan-tulisan bagus yang dibagikan kepada orang lain dan dibaca banyak orang dalam situasi seperti sekarang, dampaknya bisa luar biasa. Minimal akan membuat orang menemukan kegembiraan, punya rasa optimis, dan masih bisa bersyukur. Bukankah tulisan yang seperti itu juga bernilai sedekah.

Beberapa waktu lalu, Anda mungkin masih ingat pesan broadcast di media sosial yang sempat viral. Sebuah pesan yang sungguh menggugah semangat. Bunyinya begini:

Sepupu saya yg kuliah di Cina kirim email ke saya dan ngomong begini :

"Disini (wuhan) kami sangat cepat untuk bangkit (recovery), karena kami saling menyemangati. Kami tidak memberitakan berita kematian, yang kami beritakan adalah berita kehidupan dan berita kesembuhan. Namun kenapa netizen di Indo lebih memilih memberitakan berita ketakutan? Apakah mereka memang ingin membunuh saudaranya sendiri?"

Bisakah mulai saat ini kita hanya memberitakan berita yang penuh harapan, berita yang menenangkan, berita kehidupan.

Bisakah kita membantu tim medis yang sudah sedemikian lelah, untuk berhenti membuat postingan-postingan yang berkonten menakut-nakuti membuat orang khawatir dan panic. Bisakah?

Tahukah bahwa kekhawatiran berlebih akan menurunkan imun tubuh lebih cepat. Jangan buat mereka khawatir, sehingga terus menerus berbondong bondong ke RS dan makin membuat lelah para tim medis kita. Bisakah?"

Saya yakin, pesan broadcast tersebut sudah sampai ke mana-mana. Sampean mungkin juga mendapatkan broadcast tersebut dan sudah membacanya.

Jika kita membaca substansinya, pesan broadcast tersebut ditujukan untuk kita. Para warganet. Para netizen yang tinggal meneruskan pesan. Tinggal kita apakah mau meneruskan pesan tersebut atau sekadar membacanya.

Membuat tulisan yang menyejukkan, jangan membagikan kepanikan

Berkorelasi dengan pesan WA di awal tulisan ini, sudah saatnya kita menjadi penghasil tulisan yang menyejukkan. Tidak sekadar menulis yang dampaknya bisa menyebabkan kepanikan. Namun, bagaimana mengemas kabar bagus lebih dominan ketimbang kabar buruk tanpa mengabaikan fakta yang ada.

Bukan hanya menulis, termasuk juga dalam membagikan pesan broadcast. Kita bisa menjadi pembagi pesan yang tidak sekadar membagikan pesan, tetapi juga membagikan kabar optimisme. Bukan semata kepanikan.

Semisal bila kita menerima pesan broadcast di grup WA tentang orang yang mendadak meninggal di jalanan ketika tengah berkendara di wilayah tempat tinggal kita. Lantas, meninggalnya orang tersebut dikaitkan dengan virus corona. Padahal, itu baru dugaan saja.

Nah, bila mendapat seperti itu, jangan lantas meneruskan (mem-forward) pesan tersebut ke grup lainnya. Bukan hanya informasinya saja yang masih dugaan. Namun, informasi semacam ini juga bisa menyebabkan kepanikan. Terlebih bagi orang yang memang dasarnya sudah paranoid dengan situasi yang ada.

Apalagi bila informasi tersebut terus saja dibagikan ke grup-grup WA lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana kepanikan massal yang muncul di masyarakat hanya karena kiriman broadcast seperti itu.

Padahal, bila boleh bertanya, sebenarnya, apa sih motivasinya mengirimkan pesan broadcast yang belum jelas seperti itu? Apa iya karena sekadar ingin dianggap yang paling cepat tahu segalanya, tapi malah menomorduakan kebenaran.

Kalaupun ingin berbagi informasi, seharusnya dicek dulu apakah pesan itu memang benar. Bila belum tahu benar atau salah, mbok ya ditahan dulu (jangan disebarkan). Sebab, bila kabarnya bohong, apa iya masih merasa senang bila  'julukan paling tahu' itu diubah menjadi penebar kabar bohong.  

Pada akhirnya, sebuah tulisan yang menyejukkan dan kabar bagus (yang benar) yang connecting happiness, bila dibagikan dan diikuti oleh banyak orang, itu akan menjadi sedekah pahala kebaikan bagi yang membuat tulisan maupun yang menyebarkan tulisan/informasi.

Semisal ketika membagikan informasi tentang tips perihal pentingnya memakai masker dan cuci tangan dengan sabun, atau tips seputar makanan/minuman yang bisa menguatkan imun tubuh, hingga mengabarkan bila ada pasien positif corona yang akhirnya sembuh. Bukankah kabar seperti itu tidak hanya informatif, tapi juga bermanfaat bagi yang membacanya.  

Sebaliknya, bila menulis tulisan hanya mengejar viewer dengan menggunakan judul bombastis, apalagi bila ternyata kabarnya tidak benar, tentu malah menyebabkan kepanikan bagi yang membacanya.

Bila tulisan itu terus dibagikan ke banyak grup WA, tentunya kabar itu bisa menjadi "dosa jariyah" bagi si penebar informasi. Nah, pilih mana, mau bersedekah lewat tulisan atau malah mendapatkan dosa jariyah dari tulisan? Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun