Namun, kita harus optimis bahwa ada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan kuasanya, kita optimistis situasi sulit ini kelak akan berlalu. Entah dalam waktu dekat atau lambat, tetapi sikap optimisme itu perlu dipupuk.
Optimis dan saling menguatkan
Ya, di tengah situasi seperti sekarang, tidak ada yang lebih penting selain optimis. Bila kita optimis, pikiran kita bisa bahagia. Kita tidak melulu sedih dan cemas dengan sajian berita yang mengabarkan kabar kurang bagus seputar perkembangan wabah.
Justru, dengan rasa optimis itu, akan muncul kekuatan dalam diri kita (inner power). Akan muncul rasa syukur di tengah kesulitan. Karena memang, sejatinya masih ada banyak hal yang bisa disyukuri.
Semisal keluarga sehat, anak-anak tetap semangat belajar di rumah. Ataupun hal yang mungkin dianggap 'remeh-temeh' semisal pohon pepaya di halaman rumah mulai berbuah.
Nah, kekuatan dari dalam berupa optimis dan rasa syukur itu tidak hanya membuat kita bisa tabah menjalani situasi sulit ini. Namun, kita juga bisa memiliki kepedulian untuk membantu sesama. Selaras dengan pesan pak Menag untuk meningkatkan kepedulian sosial.
Memang, kita semua terdampak dengan wabah ini. Dari level elit hingga kalangan akar rumput, semuanya merasakan hantaman dari Covid-19 yang tidak terlihat ini.
Namun, level terdampak itu tentunya berbeda setiap orang. Ada yang sekadar terdampak tidak bisa mendapatkan penghasilan dalam jumlah besar seperti sebelumnya. Tapi, ada yang benar-benar tidak mampu beroleh pemasukan sehingga kesulitan mencari makan untuk keluarganya. Semisal karena dirumahkan oleh tempatnya bekerja.
Kembali ke pesan pak Menag dalam perayaan Waisak tersebut, kiranya sangat relevan dengan hikmah yang terkandung dalam Ramadan. Kita tahu, Ramadan bukan hanya tentang bulan puasa. Namun, ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari Ramadan.
Â
Sejak kecil, kita dibekali pesan orang tua, bahwa berpuasa itu untuk merasakan bagaimana rasanya lapar dan dahaga. Dengan begitu, kita bisa merasakan betapa tidak enaknya lapar dan haus dalam sehari yang dirasakan oleh orang-orang tidak mampu.
Dari ikut berempati kepada mereka yang tidak setiap hari bisa makan karena keterbatasan itu, diharapkan puasa bisa menggerakkan kita untuk memiliki kepedulian pada sesama. Itu salah satu output yang bisa kita dapat dengan berpuasa. Selain tentunya ketakwaan yang bertambah.
Pada akhirnya, semoga semangat Ramadan dan Waisak, mampu menghadirkan kekuatan dari dalam diri. Kekuatan berupa rasa syukur dan optimis. Bahwa kita akan bisa melewati wabah ini. Bahkan, kita bisa peduli kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan.