Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Terkesan Pesan "Bila Bisa Ramah Kenapa Marah-marah" di Iklan Ramadan Pertamina

6 Mei 2020   14:34 Diperbarui: 6 Mei 2020   14:58 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iklan Pertamina yang tayang pada bulan Ramadan tahun 2005, punya pesan kuat dan dikemas bagus. Karenanya, iklan ini masih terkenang hingga kini/Foto: Youtube

Di masa beberapa tahun lalu, muncul fenomena menarik selama Ramadan. Bahwa, bulan Ramadan menjadi momen "naik kelas" bagi iklan di televisi. Naik kelas dalam artian, tayangan iklan yang semula bagi sebagian orang dianggap kurang penting dilihat, menjadi dirindukan kemunculannya.

Itu tidak lepas dari kreativitas para produsen beberapa produk untuk membuat iklan yang khusus tayang di bulan Ramadan. Tidak sekadar dikemas menarik, tapi iklannya juga sarat pesan.

Setiap tahun, beberapa produk seperti mie instan, rokok, sarung, biskuit, dan sirup, menjadikan Ramadan sebagai kesempatan untuk berlomba membuat iklan yang paling berkesan di mata masyarakat.

Bila tujuannya agar berkesan, iklan-iklan itu berhasil. Parameternya, hingga beberapa tahun berlalu, beberapa iklan bertema Ramadan jaman dulu (jadul) yang pernah tayang di bulan puasa, masih membekas dalam ingatan.

Malah, kini, dengan kemajuan teknologi informasi, kita bisa bernostalgia menikmati kembali tayangan iklan jadul tersebut lewat channel Youtube. Termasuk sampean (Anda) yang belum pernah melihatnya, kini bisa merasakan kejayaan iklan masa lalu di bulan Ramadan.

Saya termasuk beruntung pernah menyaksikan langsung iklan-iklan Ramadan jaman dulu tersebut. Pernah merasakan menunggu dan senang bila iklannya sudah tayang. 

Tiga syarat iklan televisi dibilang bagus

Nah, salah satu iklan di bulan Ramadan yang berkesan bagi saya adalah iklan Pertamina yang tayang pada tahun 2005 silam.

Kenapa iklan Pertamnina itu berkesan?

Bagi saya, sebuah iklan di televisi bisa dibilang bagus bila memenuhi tiga syarat. Pertama, gambar (visual) iklannya bercerita. Slide demi slide gambarnya enak dilihat karena menjadi sebuah rangkaian cerita.

Kedua, kalimat iklan yang diucapkan oleh 'sang bintang iklannya' mudah dipahami. Bahasanya ringkas. Mudah diingat. Juga mengena di hati. Plus, ada iringan audio (musik) yang mendukung suasana.

Ketiga, tayangan iklan tersebut mengandung pesan yang jelas. Tidak sekadar 'jualan produk', tapi juga menyisipkan pesan bagus untuk mengedukasi penonton. Karena tayang di bulan Ramadan, pesannya tentu juga harus selaras dengan kemuliaan Ramadan.

Nah, karena memenuhi tiga syarat menjadi iklan televisi yang bagus itulah, saya beranggapan iklan Pertamina pada Ramadan 2005 tersebut, salah satu yang paling keren.

Ada yang masih ingat iklannya?

Selaras dengan produknya, iklan Pertamina tersebut mengisahkan tentang seorang petugas SPBU yang melayani seorang pelanggan bermobil. Kejadiannya sore menjelang berbuka puasa.

Iklan Pertamina di bulan Ramadan 2005 ini menurut saya memenuhi tiga syarat sebuah iklan televisi bisa dikatakan bagus/sumber foto: Youtube
Iklan Pertamina di bulan Ramadan 2005 ini menurut saya memenuhi tiga syarat sebuah iklan televisi bisa dikatakan bagus/sumber foto: Youtube
Ketika hendak mengisi BBM, si pengendara mobil diperlihatkan tengah menelpon. Dia tampak kesal sembari berujar "masak begitu saja tidak bisa". Petugas SPBU yang menyapanya ramah, hanya dibalas "20 liter".

Oleh petugas SPBU, si pengendara mobil lantas disarankan untuk mematikan handphonenya sembari memulai melayani mengisi BBM: "dimulai dari angka nol ya pak". Namun, layanan ramah itu hanya dibalas wajah datar dan senyum kecut.

Sedetik kemudian, adzan Maghrib terdengar. Petugas SPBU yang berpuasa tersebut mengucap syukur. Lantas mempersilahkan pengguna mobil bila berbuka di gerai makanan dan minuman di SPBU. Tapi hanya dijawab: "Ah nggak usah" sembari berlalu. 

Toh, respon menyebalkan dari pelanggannya itu tidak membuat petugas SPBU kehilangan keramahan. Dia tetap mengucap terima kasih sembari tersenyum.

Di scene berikutnya, ketika sudah hari Lebaran, si petugas SPBU tersebut kembali bertugas. Dan, dia kembali bertemu pengguna mobil yang dulunya bersikap ketus Kali ini, dia bermobil bersama keluarganya. Bersama istri dan kedua anaknya.

Si petugas SPBU kembali menyapa ramah. Namun, ucapan "selamat Lebaran bapak ibu dek, mohon maaf lahir batin, dimulai dari angka nol ya pak" hanya dibalas anggukan. 

Namun, sejurus kemudian, ketika melihat petugas SPBU itu dari kaca spion, si bapak itu terkenang dan menyadari sikap buruknya dulu ke petugas SPBU tersebut.

Yang terjadi kemudian, si bapak dan keluarganya turun dari mobil sembari bersalaman dengan petugas SPBU. "Mas, mohon maaf lahir batin ya, mulai dari nol lagi ya," ujarnya sembari tersenyum. Sebuah ending iklan yang keren. 

Sarat pesan nilai-nilai mulia Ramadan

Bagi saya, iklan Pertamina berdurasi 1 menit itu keren. Plot ceritanya bagus. Bahasanya juag ringkas. Dan yang paling menonjol adalah pesan yang ingin disampaikan, sangat sesuai dengan nilai-nilai Ramadan.

Dari iklan tersebut, kita yang menonton seolah diajak bercermin. Bahwa orang berpuasa itu tidak hanya harus berkata baik kepada orang lain. Namun, juga harus mampu mengendalikan sabar.

Utamanya ketika kita sudah berbuat baik kepada orang lain, tetapi respons yang ditunjukkan orang lain justru tidak seperti yang diharapkan. Kebaikan tidak selalu direspons dengan kebaikan.

Namun, percayalah, kebaikan pada akhirnya akan menang. Kesabaran dan keramahan yang ditunjukkan oleh petugas SPBU, pada akhirnya mampu meluluhkan kerasnya hati bapak pengendara mobil tersebut.

Pesan lain dalam iklan Pertamina tersebut, kita diingatkan untuk tidak malu dan gengsi meminta maaf bila memang pernah berbuat keliru di masa lalu. Sebab, meminta maaf tidak membuat kita lemah. Justru, dengan meminta maaf, kita akan bertambah kuat.

Begitu juga dengan sikap petugas SPBU yang tidak mendendam dan tulus legowo memaafkan. Bila seperti itu, apa yang lebih kuat selain ketika ada dua orang sudah sama-sama legowo dan sama-sama tersenyum.

Bukankah Ramadan juga mengajarkan nilai-nilai seperti itu. Nilai untuk menahan sabar dan bersikap baik kepada orang lain. Bila bisa ramah, kenapa harus marah-marah. Lantas, ketika Idul Fitri, kita membuang gengsi dan dendam untuk saling bermaafan.

Merujuk pada pesan kuat itu, iklan-iklan bertema Ramadan di masa lalu terus terkenang dan melekat di pikiran hingga kini. Iklan-iklan itu tidak melulu mengenalkan produknya kepada penonton televisi, tetapi juga menghadirkan cerita inspiratif tentang relasi antar manusia.

Sehingga, kita yang menontonnya, merasa ikut menjadi bagian dari iklan tersebut. Kita bisa menangkap pesannya sembari "berkaca diri", apakah kita termasuk dalam karakter si petugas SPBU yang ramah dan sabar. Atau justru pengendara mobil yang pernah berbuat keliru lantas menyesali perbuatannya. 

Kemudian, kita jadi tergerak untuk ikut mengamalkan nilai-nilai mulai dari iklan bertema Ramadan tersebut.

Kalau sampean (Anda), iklan bertema Ramadan jadul apa yang paling membekas dalam ingatan? Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun