Pertama, mereka harus tidur siang terlebih dulu. Paling lambat, pukul 12.30, mereka sudah harus terlelap. Bila tidak, berarti tidak ada main gawai. Karena keinginan untuk bermain gawai besar, mereka pun menurut.
Selain itu, game yang dimainkan juga harus saya pilihkan. Tidak boleh mereka mengunggah game sendiri. Saya tidak mau mereka memainkan game yang membuat mereka secara tidak sadar bertumbuh menjadi 'beringas' dan juga cepat tersulut emosinya.
Saya lantas men-download beberapa game lawas terkenal yang dulu pernah saya mainkan di era rental game watch ketika duduk di bangku SD. Seperti game PAC-MAN, Parachute, Circus, Tetris, hingga Western Bar.
Meski berbeda, tapi semua game tersebut sejatinya memiliki kesamaan. Yakni melatih otak untuk berpikir cepat dan juga bersikap tenang. Siapa yang tidak terburu-buru, bisa berpikir cepat dan tenang, dia yang akan menang. Â
Nah, bila kebetulan pekerjaan menulis saya sudah beres, saya ikut bermain bersama mereka. Bergantian bermain bertiga. Sembari mengajak berlomba mendapatkan poin tertinggi. Seru. Dan, anak-anak juga senang.
Ah ya, sebelum bermain game, ada satu syarat lainnya yang harus dipenuhi anak-anak. Selain sholat mereka harus tertib, mereka juga harus 'setor hafalan' surat-surat pendek Alquran ke ayah atau mamanya.
Â
Sebenarnya, mereka sudah terbiasa menghafal surat-surat pendek itu di sekolahnya. Si kakak yang kini kelas 3, sudah melahap juzz 30 sejak kelas 1. Namun, agar hafalannya tidak lupa, Ramadan menjadi momentum tepat untuk menghafal kembali.
Sementara adiknya yang kini kelas 1, mulai menghafalkan beberapa ayat terakhir Surat An-Nazi'at yang juga ada di juzz 30. Sebelumnya, dia sudah bisa menghafal Surat An-Naba.
Saya terbiasa merekam hafalan mereka. Lantas, memperdengarkan ulang kepada mereka. Bila merasa belum benar dan masih belum lancar, mereka lantas berinisiatif untuk menghafal ulang.
Pendek kata, untuk bisa bermain gawai di masa ngabuburit, mereka harus 'lulus' dari serangkaian 'tes' yang diberikan. Alhamdulillah, mereka bersemangat.
Sebagai orang tua, saya tentu senang. Selain mereka bisa setor hafalan Alquran dan belajar sholat tertib, mereka juga bisa bertemu adzan maghrib alias puasanya bisa penuh.
Mereka pun pastinya senang karena bisa bermain gawai. Sebab, saya selama ini memang tidak sembarangan memberi mereka waktu bermain gawai.