Masjid-masjid di era kekinian tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah. Di beberapa kota di Indonesia, masjid juga menjadi salah satu land mark alias penanda kota.
Maksud dari penanda kota tersebut, bila kita melihat foto seorang kawan di masjid A atau B, maka kita langsung bisa tahu bahwa kawan tersebut sedang berada di Kota A atau B. Itu karena saking identiknya masjid dengan kota tersebut.
Tentu saja, belum semua bangunan masjid di Indonesia, bisa identik dengan sebuah kota. Sebab, belum semua masjid dikenal luas oleh masyarakat.
Meski begitu, ada banyak kota di Indonesia memiliki bangunan masjid yang telah menjadi salah satu ciri khas kota tersebut. Termasuk di Sidoarjo, tempat tinggal saya.
Malah, di Sidoarjo, selain Masjid Agung Sidoarjo yang berada di pusat kota dan bersebelahan dengan alun-alun, ada beberapa bangunan masjid yang terkenal dan bahkan punya cerita panjang. Namun, tidak banyak yang mengetahuinya. Termasuk warganya sendiri.
Salah satunya Masjid Jami Al Abror yang merupakan masjid tertua di Sidoarjo. Masjid ini terletak di Kampung Kauman, tepatnya di Jalan Kauman RT 5 Gang 1 Pekauman di Kecamatan Sidoarjo (kota).
Terlihat seperti masjid baru, padahal usianya sudah ratusan tahun
Warga Sidoarjo dan pengguna jalan yang melintas di Jalan Gajah Mada Sidoarjo, pasti pernah melihat bangunan Masjid Jami' Al Abror yang ada di seberang kanan jalan.
Ornamen masjid yang didominasi paduan warna hijau dan kuning, memang mencuri perhatian siapapun yang melintas di kawasan yang ketika malam terkenal dengan kuliner rawon.
Nah, bagi siapapun yang pertama kali melihat Masjid Jami' Al Abror, pasti akan menyangka bila masjid ini merupakan masjid baru. Karena memang, bentuknya megah. Warna bangunannya juga cerah. Tidak ada kesan klasik bila masjid ini merupakan masjid tertua di Sidoarjo.
Saya pun dulu sempat berpikir bila masjid ini terbilang baru. Belum masuk hitungan abad. Ya, meski cukup sering melintas di kawasan tersebut, utamanya ketika mengantar anak berangkat ke sekolah, saya tidak terpikir bila usia masjid itu ternyata sudah sangat tua.
Tetapi memang, bila dilihat dari luar, kesan tua masjid ini sama sekali tidak terlihat. Bahkan, bila dilihat dari dalam masjid, jamaah mungkin juga tidak mendapatkan ada kesan bahwa masjid ini sudah berusia ratusan tahun.
Kok bisa begitu?
Itu karena Masjid Jami' Al Abror Sidoarjo ini memang telah mengalami beberapa kali pemugaran alias bangunannya ditata ulang. Setidaknya, pernah tiga kali telah dipugar. Terakhir pada 2009 lalu.
Bangunan gapura yang masih asli
Namun, meski beberapa kali dipugar, tetapi kita tetap bisa menemukan 'jejak tertinggal' bahwa masjid ini memang salah satu masjid yang paling awal berdiri di Sidoarjo.
Dikutip dari laman Sidoarjonews.id, satu-satunya bukti yang tersisa dari sejarah Masjid Jami' Al Abror adalah gapura yang berada pintu Utara. Inilah jejak dan juga satu titik yang tidak diubah dari masjid ini.
Bangunan gapura dengan warna putih ini masih terlihat kokoh. Berdinding tebal dengan ornamen bagian atas yang khas kerajaan masa lalu.
Setiap melintas di jalan tersebut, kita bisa melihat bangunan gapura tersebut. Meski mungkin, tidak semua orang sadar bahwa ternyata bangunan tersebut adalah gapura masjid.
Menurut penuturan Takmir Masjid Al Abror ketiak diwawancara Sidoarjonews.id, gapura pintu Utara tersebut hanya dibuka saat salat Jumat. Jamaah bisa masuk ke masjid lewat pintu gapura tersebut.
Seperti atap bangunan masjid yang berbentuk 'tiga kuncup' seperti halnya Masjid Demak. Tiga kuncup tersebut merupakan cerminan dari filosofi iman, islam dan ihsan.
Ruang terbuka di depan masjid
Pada bulan Ramadan seperti ini, di tahun-tahun sebelumnya, hal unik lain yang bisa ditemui dan merupakan tradisi masjid ini adalah disediakannya kolak srikaya untuk hidangan tadarus malam.
Namun, saya kurang tahu apakah di tahun ini tradisi itu berlanjut. Sebab, Sidoarjo kini termasuk wilayah zona merah yang terpapar wabah Covid-19. Malah sejak 28 April kemarin sudah diterapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Beberapa masjid besar di Sidoarjo yang berada di dekat jalan besar dan jamaahnya heterogen, diimbau untuk tidak menggelar Sholat Tarawih.
Terkait Masjid Jami Al Abror di Kauman ini, saya sempat  penasaran. Sebab, umumnya sejarah tata kelola kota lain, Masjid Jami pasti berada di Kampung Kauman yang di depannya terdapat alun-alun. Sementara Alun-Alun Sidoarjo lumayan berjarak sekitar 1 kilometer dari masjid ini.
Hingga sekarang, di depan kompleks masjid, sebelum sampai ke ruas Jalan Gajah Mada, masih ada sebidang ruang hijau terbuka yang ditumbuhi pepohonan. Cukup teduh.
Meskipun tidak seluas kebanyakan penampakan alun-alun era sekarang, tetapi ruang hijau tersebut bisa menjadi tempat teduh di wilayah yang sekelilingnya kini dipadati kompleks pertokoan dan juga pasar. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H