Dengan ramainya pengunjung, rasanya tidak sulit bagi warung kopi-warung kopi tersebut untuk mendapatkan pemasukan besar hanya dalam semalam. Apalagi bila buka seharian.
Itu cerita ketika warung kopi di desa masih menikmati masa jayanya. Namun, semua cerita jaya itu berubah setelah wabah Covid-19 yang awalnya kabarnya hanya dilihat di layar televisi, tahu-tahu sudah ada di Sidoarjo, kabupaten yang saya tinggali. Yang ada kini hanya cerita pahit. Sepahit kopi hitam tanpa gula yang memang pahit.
Apalagi setelah pemerintah memberikan imbauan physical distancing dan juga menghindari tempat-tempat orang berkumpul karena berpotensi menjadi ruang penyebaran Covid-19. Nah, warung kopi termasuk tempat yang selama ini menjadi pusat kerumunan banyak orang yang dihindari. Dijauhi.
Malah, di Sidoarjo, sejak diketahui ada warganya yang positif dan beberapa orang berstatus PDP dan ODP, pihak kepolisian bersama instansi terkait di Pemkab Sidoarjo, rajin melakukan penertiban ke tempat-tempat yang selama ini menjadi pusat keramaian, termasuk warung kopi.
Pemilik warung kopi juga diimbau agar untuk sementara tidak membuka usaha mereka. Imbauan tersebut merupakan bentuk upaya mencegah agar muad-mudi tidak lagi nongkrong dan berkumpul dalam satu tempat yang tidak sejalan dengan semangat membatasi penyebaran Covid-19.
Ada yang mati suri, ada yang berstrategi agar bertahan
Ya, wabah corona itu bak sebuah pukulan telak bagi para pengusaha warung kopi. Utamanya yang berada di perdesaan. Setelah terkena pukulan telak, ada yang langsung tidak bisa bangun. Ada yang masih mencoba bertahan meski wajahnya lebam dihantam pukulan.
Beberapa kawan yang selama ini menjalankan bisnis warung kopi dan sudah sukses, kini juga berkeluh kesah terhadap situasi sulit yang mereka hadapi.
Betapa tidak sulit. Setelah lebih dari dua pekan tidak bisa membuka usaha sama sekali, jelas berpengaruh pada hidupnya warung kopi mereka. Lha wong tidak bisa mendapatkan pemasukan seperti dulu lagi.
Dari pantauan di beberapa warung kopi yang sebelumnya ramai, kini bak mati suri. Bangku-bangku dan kursi yang sebelumnya dipenuhi pengunjung, kini dibalik. Ditaruh di atas meja. Tanda warung kopi tersebut tidak buka.
Sebab, bilapun buka, dengan jumlah pengunjung yang tidak lagi seramai dulu sementara mereka masih harus membayar beberapa karyawan, tentu menjadi pertimbangan para pemilik warung kopi untuk menutup sementara usahanya.
Ada juga warung kopi yang tidak mau menyerah. Mereka masih tetap bertahan dengan menjalankan strategi masing-masing. Ada yang melayani konsumennya dengan menerapkan standar kesehatan yang telah dianjurkan pemerintah.