Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Setelah Hattrick Juara Asia, Target Berikutnya Bawa Pulang Piala Thomas

17 Februari 2020   08:24 Diperbarui: 19 Februari 2020   17:31 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tim putra bulutangkis Indonesia berhasil mempertahankan gelar juara di ajang Badminton Asia Team Championships (BATC) 2020 setelah mengalahkan Malaysia 3-1 di final yang digelar di Manila, Filipina, Minggu (16/2) malam.

Ini merupakan gelar ketiga beruntun (hattrick) bagi tim putra Indonesia di Kejuaraan Bulu Tangkis Beregu Asia. Tim Indonesia sebelumnya juara di BATC 2016 usai mengalahkan Jepang 3-2 di final dan juara 2018 lewat kemenangan 3-1 atas China di final.  

Menariknya, cerita keberhasilan tim Indonesia itu alurnya sama persis dengan ketika mengalahkan tim China di final 2018 yang digelar di Alor Setar Malaysia. Hanya pemeran utama alias lakonnya yang berbeda.

Kala 2018 lalu, Indonesia sempat unggul 2-0 lewat Jonatan Christie dan ganda putra Mohammad Ahsan/Angga Pratama, lantas China memperkecil skor. Kemudian, Indonesia memastikan juara di laga keempat lewat Rian Agung Saputro/Hendra Setiawan.

Nah, malam itu, bak sebuah deja vu, cerita seperti itu kembali terjadi. Indonesia mengawali final dengan nyaman. Tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting yang pada 2018 lalu menjadi satu-satunya pemain yang gagal menyumbang poin, kali ini memberikan poin pertama untuk Indonesia.

Anthony Ginting mengalahkan tunggal pertama Malaysia, Lee Zii Jia lewat skor cukup ketat, 22-20, 21-16. Di pertandingan kedua, pasangan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon unggul 22-20, 21-16 atas ganda peraih medali emas SEA Games 2019, Aaron Chia/Soh Wooi Yik.

Dengan unggul 2-0, Indonesia tinggal butuh satu kemenangan lagi untuk memastikan meraih gelar. Giliran Jonatan Christie yang tampil. Dia akan melawan Cheam June Wei. Jonatan bisa kembali menjadi penentu kemenangan seperti saat final 2016. Di final 2018 lalu, dia juga jadi penyumbang poin pertama.

Di atas kertas, Jonatan yang kini ada di rangking 7 BWF, seharusnya bisa mengalahkan Cheam June Wei yang ada di peringkat 72. Yang terjadi di lapangan, Jonatan ternyata bermain tidak seperti biasanya. Cheam juga termotivasi untuk 'memperpanjang nafas' tim Malaysia.

Siapa sangka, Cheam mendominasi Jonatan di game pertama. Dia sempat unggul jauh dalam perolehan poin lantas menang 21-16. Jonatan sempat bangkit di game dua dan menang 21-17. 

Pertandingan seru terjadi di game ketiga. Jonatan dan Cheam bak dua rider di arena balap yang saling salip-menyalip dalam perolehan poin. Hingga, Cheam akhirnya memenangi adu setting point 24-22. Malaysia pun memperkecil skor jadi 1-2.

Dari sini, sempat muncul kekhawatiran dari para badminton lovers Indonesia yang menyaksikan langsung via live score dan menuliskan komentarnya. Bagaimana jika Indonesia kembali kalah di laga keempat dan Malaysia menyamakan skor. Sehingga, penentuan juara akan ditentukan di laga kelima lewat Shesar Rhustavito yang kurang tampil maksimal di kejuaraan ini.

Namun, PBSI rupanya sudah menyiapkan strategi matang di final. Termasuk menghitung peluang menang setiap pemain yang dimainkan di tiap pertandingan final.

Atas dasar itu, Indonesia memainkan 'pasangan dadakan' di laga keempat. Mohammad Ahsan dipasangkan dengan Fajar Alfian. Mereka menghadapi Ong Yew Sin/Teo Ee Yi yang penampilannya menanjak di awal tahun 2020 ini.

Kita tahu, di rangkaian turnamen BWF selama ini, Ahsan berpasangan dengan Hendra Setiawan. Sementara Fajar bermain dengan Muhammad Rian Ardianto. Rasanya baru kali ini, Ahsan bermain dengan Fajar di laga resmi. Meski mungkin selama latihan di pelatnas, mereka pernah berpasangan.

Pilihan PBSI itu ternyata tepat. Ahsan (32 tahun) yang memang 'tukang gebuk' bermain kompak dengan Fajar yang merupakan 'pemain net'. Ahsan (32 tahun) yang delapan tahun lebih tua, bisa 'ngemong' Fajar (24 tahun) di lapangan.

Pada akhirnya, Ahsan/Fajar mengalahkan Ong/Teo, 21-18, 21-17. Indonesia pun unggul 3-1. Juara.

"Kami mengucap syukur alhamdulillah bisa jadi penentu, tim Indonesia bisa jadi juara beregu Asia lagi untuk yang ketiga kalinya berturut-turut," kata Ahsan.

"Saya sempat nervous berpasangan sama Bang Ahsan, mainnya harus bagaimana. Tapi Bang Ahsan banyak kasih masukan buat saya, jadi saya enjoy saja," sambung Fajar dikutip dari badmintonindonesia.org

Manajer tim Indonesia, Susy Susanty buka suara perihal keputusan memainkan Ahsan/Fajar. Menurutnya, mereka dipilih karena pasangan Hendra/Ahsan yang merupakan ganda kedua Indonesia, pernah dikalahkan Ong Yew Sin/Teo Ee Yi di Thailand Open 2019 dengan skor 18-21, 21-16, 21-23.

"Untuk Ahsan/Fajar kenapa dipasangkan, karena kami mempertimbangkan kondisi terakhir atlet dan head to head dengan lawan, makanya diputuskan Ahsan/Fajar yang paling siap," tutur Susy dari badmintonindonesia.org.

BATC target antara, target prioritas di Piala Thomas
Tetapi memang, kemenangan di pertandingan final, membuat apapun cerita yang mengiringinya menjadi menyenangkan. Termasuk cerita memainkan pasangan dadakan Ahsan dan Fajar tersebut. Itu 'bumbunya' juara.

Namun, perlu digarisbawahi. Bahwa, gelar juara BATC 2020 ini seharusnya masih dianggap koma. Belum titik. Perjuangan belum selesai. Sebab, masih ada target lebih tinggi yang masih harus diraih tim putra bulu tangkis. Yakni membawa kembali Piala Thomas ke Tanah Air.

Chef de Mission tim Indonesia, Achmad Budiharto mengatakan, hasil di BATC bukan tujuan utama. Sebab, prioritas utama adalah merebut Piala Thomas. Karenanya, dia mengingatkan tim putra untuk tidak terlena dengan gelar ini.

"Alhamdulillah kami bisa pertahankan gelar untuk ketiga kalinya. Kami patut bersyukur. Tim telah berjuang luar biasa. Tapi kami tidak bisa berpuas diri, target utama kami adalah Piala Thomas, kami mau bawa kembali Piala Thomas yang sudah cukup lama tidak ke Indonesia," kata Budiharto dikutip dari Badmintonindonesia.org.

Budiharto benar. Tidak boleh ada rasa cepat puas. Sebaliknya, keberhasilan meraih gelar BATC untuk kali ketiga beruntun, harus menjadi pendorong motivasi bagi Anthony Sinisuka Ginting dan kawan-kawan untuk meraih hasil maksimal di putaran final Piala Thomas dan Uber 2020 yang akan digelar pada bulan Mei di Aarhus, Denmark.

Pasalnya, dalam dua penyelenggaraan Piala Thomas sebelumnya, meski sukses menjadi juara di BATC 2016 dan 2018, tetapi tim putra Indonesia tidak mampu meneruskan kesuksesan tersebut ke Piala Thomas.

Di Piala Thomas edisi 2016 di Kunshan China, Indonesia mampu lolos ke final. Sayangnya, tim Indonesia kalah menyesakkan, 2-3 dari Denmark.

Lalu, di Piala Thomas edisi 2018 lalu di Bangkok, Thailand, tim putra Indonesia terhenti di semifinal usia kalah 1-3 dari China. Padahal, beberapa bulan sebelumnya, China dikalahkan Indonesia  di final BATC 2018.

Evaluasi dari BATC 2020
Seharusnya, dua kegagalan terakhir di Piala Thomas itu bisa menjadi pelajaran. Bahwa, setelah sukses di BATC, perlu ada evaluasi, apa yang salah dengan Indonesia sehingga gagal meraih Piala Thomas. Padahal, lawan yang dihadapi sejatinya nyaris sama. Kecuali tim Eropa seperti Denmark dan Inggris.

PBSI sepertinya bisa mengambil pelajarannya. Mereka tidak mau menganggap diri tanpa cela karena juara BATC. Sebaliknya, PBSI melalui Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi, Susy Susanti, langsung melakukan evaluasi penampilan tim putra.

Nah, dari hasil evaluasi penampilan pemain selama di BATC, Susy menuturkan hal-hal yang perlu ditingkatkan lagi adalah penerapan strategi, kecerdikan saat bermain, antisipasi perubahan pola main lawan, serta keberanian dan keyakinan dalam menghadapi poin-poin kritis.

Selain itu, peraih medali emas tunggal putri di Olimpiade 1992 ini memberikan sorotan khusus kepada sektor tunggal putra. Susy mengomentari penampilan tiga tunggal putra Indonesia. Yakni Anthony Ginting, Jonatan Christie, dan Sesar Rhustavito.

Di BATC 2020, hanya Anthony Ginting yang mampu tampil stabil. Ginting selalu bisa menyumbang poin ketika diturunkan.

Sementara Jonatan Christie, dari empat kali dimainkan, dia tiga kali kalah. Yakni kalah saat melawan Korea Selatan di penyisihan grup, lalu melawan India di semifinal dan di laga final. Satu kemenangan diraih saat melawan Filipina di perempat final. 

Adapun Sesar, dari dua kali dimainkan, dia kalah sekali saat melawan India. Meski, dia mampu menyumbang poin saat Indonesia mengalahkan Korea 4-1 di penyisihan grup.

Dengan mempertandingkan tiga dari total lima pertandingan, sektor tunggal sangat krusial di Piala Thomas nanti. Hitung-hitungannya, bila sektor ganda dengan memiliki pasangan rangking 1-2 dunia, bisa menyumbang dua poin, maka sektor tunggal akan jadi penentu bisa tidaknya Indonesia membawa pulang Piala Thomas.

"Untuk tim tunggal harus lebih mempersiapkan diri lagi, masih belum konsisten. Anthony (Sinisuka Ginting) tampil baik, tapi Jonatan dan Shesar (Hiren Rhustavito) masih belum stabil," ungkap Susy seperti dikutip dari badmintonindonesia.org.

Tim putra Indonesia memang tidak boleh terlena dengan kemenangan di BATC ini. Sebab, perlu diingat, beberapa tim tidak turun dengan pemain terbaiknya di BATC 2020 ini. Seperti Jepang dan India. Bahkan, Tiongkok pun kali ini harus absen imbas dari dampak virus korona. Namun, apapun itu, perjuangan para atlet pun perlu diapresiasi.

Ah ya, sebagai penutup, untuk Piala Thomas, mengapa harus memakai narasi "membawa pulang Piala Thomas"? Sebab, Indonesia adalah negara yang paling sering juara Piala Thomas. Kita sudah 13 kali juara.

Hanya saja, kita sudah terlalu lama tidak lagi juara. Sejak juara tahun 2002 di Guangzhou, China, tim putra Indonesia tak pernah lagi juara. Malah China yang bisa enam (6) kali juara, serta Denmark dan Jepang sekali juara.

Semoga, tahun ini adalah tahunnya Indonesia meraih kembali Piala Thomas. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun