Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Manchester United yang Kini Lupa Wejangan "Sang Mantan Terindah"

24 Desember 2019   11:18 Diperbarui: 25 Desember 2019   10:51 1752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Espresi kapten United, Harry Maguire (kanan) usai Manchester United di luar dugaan kalah dari tim juru kunci Liga Inggris, Watford pada akhir pekan kemarin. United kini sudah lupa pada wejangan Sir Alex Ferguson | Foto: Reuters/David Klein

Punya mantan yang dianggap sebagai "yang terindah" itu ternyata bisa memunculkan masalah. Sebab, semua hal indah dari sang mantan, akan terus dikenang. Dampaknya, sang pemilik mantan akan susah untuk move on.

Ketika sang kekasih baru ternyata tidak sesuai harapan, mantan terindah itulah yang kembali dikenang. 

Diingat. Diandaikan. Dibanding-bandingkan dengan yang sekarang. Hingga, ia bak hantu yang menghantui para penerusnya yang kesulitan mengikuti jejak suksesnya.

Gambaran seperti itulah yang dialami klub top Inggris, Manchester United sepeninggal manajer (pelatih) paling sukses dalam sejarah klub mereka, Sir Alex Ferguson.

Sejak pria Skotlandia yang kini berusia 77 tahun itu pensiun melatih, satu demi satu penggantinya yang meski nama-nama top, tak mampu membuat United disegani seperti dulu. 

Malah di musim ini, United yang merupakan tim paling sukses dalam sejarah Premier League, bak seperti "tim yoyo" yang penampilannya naik turun.

Warisan wejangan Sir Alex Ferguson untuk United
Sebenarnya, ketika Sir Alex menutup karier melatihnya dengan meraih gelar Premier League ke-13 nya pada musim 2012/13 silam, dia sudah mewariskan banyak hal kepada penerusnya. 

Ada banyak wejangannya yang merupakan refleksi dari standar penampilan, kebanggaan, dan passion yang ia tanamkan di Manchester United selama bertahun-tahun.

Seperti ucapan Sir Alex berbunyi "I don't like losing" dan "I've never played for a draw in my life". Itu seharusnya menjadi warisan penting bagi para penerusnya. Termasuk bagi pemain-pemain United.

Betapa pemain-pemain United itu dulunya ketika tampil di lapangan, hanya memburu menang. Bukan hasil imbang. Karenanya, di era Sir Alex, United bermain dengan prinsip "attack attack attack". Itu juga jadi cerminan betapa United tim yang membenci kekalahan.

Tapi, bilapun ternyata kalah, Sir Alex juga mewarisi wejangan perihal bagaimana United seharusnya menyikapi kekalahan. "You learn more from defeats than you do from victories," ujarnya suatu ketika.

Atau juga pesan yang ini: "Only true champions come out and show their worth after defeat- and I expect us to do that". 

Bahwa, tim juara sejati itu bukan hanya mereka yang tidak pernah kalah. Tapi, mereka yang memperlihatkan respons cepat setelah mengalami kekalahan. Respons cepat untuk mengubah kekalahan menjadi serial kemenangan.

Bahkan, Sir Alex juga mengajarkan perihal legowo mengakui kehebatan lawan. Dia pernah berujar begini: "Sometimes in football you have to hold your hand up and say, yeah, they're better than us". Meski, wejangan ini merupakan turunan dari paragraf yang di atas.

Sir Alex Ferguson (kanan) dan Ole Solskjaer (kiri) | Foto: Fox Sports/Getty Images
Sir Alex Ferguson (kanan) dan Ole Solskjaer (kiri) | Foto: Fox Sports/Getty Images
Pertanyaannya, dengan warisan wejangan-wejangan se-powerfull itu, mengapa Manchester United kini justru menjadi tim yang seakan kehilangan powernya?

Enam tahun selepas pensiunnya Sir Alex, United seolah sudah melupakan wejangan-wejangan dari "mantan terindah" mereka. 

Mereka mungkin belum lupa narasinya. Tapi, mereka jelas sudah lupa atau bahkan tidak tahu lagi bagaimana cara menerapkannya di lapangan.

United kini "berwajah dua", seperti cerita Superman
Faktanya, penampilan Manchester United (MU) di era kepelatihan Ole Gunnar Solskjaer di Premier League musim 2019/20 ini, sama sekali tidak mencerminkan wujud implementasi dari wejangan agung Sir Alex tersebut.

Bila dibuat pengandaian, menengok penampilan United di Liga Inggris musim 2019/20 ini, kita seperti melihat gambaran super hero rekaan DC Comics, Superman, ketika berhadapan dengan musuh-musuhnya. Kenapa Superman?

Kita tahu, Superman digambarkan sebagai superhero paling kuat dibandingkan rekan-rekannya di Justice League yang juga kuat. 

Ketika menghadapi villain yang sama-sama punya kekuatan super, Superman akan menjadi pembeda. Dia sangat sulit dikalahkan. Super.

Namun, ketika menghadapi penjahat biasa dengan akal jenius dan licik seperti Lex Luthor, dia justru acap kali kewalahan. 

Sebab, Lex Luthor yang sejatinya manusia biasa, tahu kelemahan Superman. Dia mengeksploitasi batu krypton yang menjadi anti power bagi sang manusia super.

Superman seolah memiliki "dua wajah". Dia bisa menjadi sangat kuat dan tak terkalahkan. Namun, di sisi lain, dia bisa kehilangan kekuatan supernya dan menjadi layaknya manusia biasa yang mudah dikalahkan.

Gambaran Superman dengan "dua wajahnya" itu juga mewujud dalam penampilan Manchester United dari pekan ke pekan di Liga Inggris musim ini. 

United acap kali tampil memprihatinkan. Mereka gagal menang dan bahkan kalah ketika menghadapi "tim-tim biasa" Tentu saja, mereka lantas jadi olok-olokan.

Namun, giliran diremehkan ketika menghadapi tim-tim besar dan dikira akan kalah, United justru tampil gagah. Mereka tidak mudah dikalahkan. Bahkan bisa menang.

Karenanya, di jagad lini masa, sempat beredar meme yang menyinggung "dua wajah"Manchester United itu. 

Ketika menghadapi tim-tim top, United diidentikkan seperti Superman di Justice League yang diperankan Henry Cavill. Namun, ketika menghadapi tim-tim tidak terkenal, United digambarkan bak orang tua yang memakai kostum Superman.

Meme itu ada benarnya. Di musim ini, The Red Devils--julukan United meski sempat terdampar di bibir tebing degradasi dan menghilang berpekan-pekan dari peringkat 4 besar, tetapi mereka memang sulit dikalahkan tim-tim top Liga Inggris. Tidak percaya?

Simak beberapa fakta berikut ini.

Manchester United adalah satu-satunya tim yang tidak kalah dari Liverpool di Liga Inggris musim ini. Mereka bahkan nyaris menang sebelum Liverpool menyamakan skor di lima menit akhir pada pertandingan di Old Trafford pada 20 Oktober silam.

Fakta lainnya, Manchester United musim ini sudah mengalahkan Chelsea dua kali. Ya, Chelsea yang tampil hebat di bawah kepelatihan Frank Lampard, nyatanya tak berdaya kala bersua United. 

Ketika dihajar United 0-4 di pekan perdana Liga Inggris, orang mungkin menganggap Chelsea belum panas. Toh, ketika kembali bersua di Piala Liga pada 31 Oktober lalu, Chelsea dipermalukan United 1-2 di London.

United juga pernah mengalahkan Leicester City yang kini berada di peringkat 2 di klasemen. United menang 1-0 di Old Trafford pada 14 September silam. Lantas, di awal Oktober, bermain imbang dengan Arsenal.

Cerita lainnya, Tottenham Hotspur yang pada awal Desember tengah tampil ganas usai meraih hat-trick menang bersama pelatih barunya, Jose Mourinho, nyatanya tak berkutik ketika bertamu ke Old Trafford. 

Spurs dibekuk 2-1 pada laga midweek di pekan ke-15 Liga Inggris (5/12).

Fakta terbaru, pada pekan ke-16, United bahkan mampu mempecundangi tim sekota, Manchester City di kandangnya sendiri. 

City yang merupakan juara bertahan dan berambisi terus menang demi bisa memburu Liverpool, malah takluk 1-2 di Etihad Stadium, Minggu (8/12).

Ya, United bisa mengalahkan tim-tim top Premier League seperti Man City, Chelsea, Tottenham, dan Leicester City. Mereka juga tidak kalah dari Liverpool.

Namun, coba simak lagi fakta berikut ini.

Sepekan setelah mengalahkan Leicester, United nyatanya tidak berkutik saat menghadapi West Ham United yang kala itu ada di zona merah. 

United kalah 0-2 di markas West Ham (22/9). Lantas usai mengalahkan Chelsea di Piala Liga, United ternyata dipecundangi Bournemouth di Liga Inggris pada 2 November lalu.

Menariknya, di awal Desember, setelah ditahan Aston Villa 2-2 di Old Trafford, bahkan sebelumnya kalah dari klub antah berantah, Astana 1-2 di Liga Europa (28/11), United malah mampu mengalahkan Tottenham Hotspur yang tengah on fire.

Dan fakta terbaru, usai mengalahkan Man City di kandang lawan, banyak penikmat Liga Inggris mulai yakin, bahwa Solskjaer sudah membawa United ke jalur yang benar. 

Yang terjadi, sepekan kemudian, United malah ditahan 1-1 Everton yang tengah berjuang lepas dari zona degradasi.

Bahkan, pada akhir pekan kemarin, Tim Setan Merah di luar dugaan kalah memalukan dari Watford, tim juru kunci klasemen. 

United yang kembali diperkuat Paul Pogba yang dimainkan di babak kedua, malah kalah 0-2 dari Watford. Itu kemenangan kedua Watford dari 18 laga di musim ini. 

"Kami bermain terlalu lambat. Kami seperti tengah memainkan pertandingan testimonial," keluh Solskjaer seusai laga.

Penampilan "dua wajah" ala Manchester United di Liga Inggris musim 2019/20 ini membuat mereka masih jauh dari harapan untuk masuk ke zona empat besar demi lolos ke Liga Champions musim depan.

Lha wong David de Gea dan kawan-kawannya kini ada di peringkat 8 dengan mengoleksi 25 poin. Mereka berjarak 7 poin dari Chelsea yang ada di peringkat 4. Bila ingin tersenyum di akhir musim, mereka harus berubah di 20 laga tersisa.

Kritikan para mantan United
Sebenarnya, apa yang membuat United kini acap kali tampil bak mainan yoyo yang naik turun ketika dimainkan?

Dalam wawancara dengan Belfast Telegraph, mantan kapten United, Paul Ince pernah menyebut bila para pemain kini telah berubah. 

Dia menyebut United tidak lagi ada di era ketika Sir Alex Ferguson bisa masuk dan "membantai" dirinya atau Roy Keane atau Mark Hughes ketika bermain buruk, lantas pemain akan menanggapi apa yang dikatakan Sir Alex.

"Para pemain sedikit lebih rapuh dan membutuhkan lengan di bahu, mereka membutuhkan seseorang untuk mengatakan bahwa mereka adalah pemain yang baik bagi mereka untuk merespons," ujarnya.

Namun, Ince tidak sepakat bila United menjadi tim yang gemar berganti-ganti pelatih bila hasil yang dicapai tidak bagus. "Saya tidak ingin kita menjadi klub yo-yo dengan manajer dipecat setiap dua tahun," sambung Ince seperti dikutip Belfast Telegraph.

Analisis menarik disampaikan mantan full back United, Gary Neville kepada Sky Sports pada Oktober lalu. 

Gary menyebut penampilan "moody" United musim ini dikarenakan mereka tidak punya kedalaman skuad. United disebutnya mengambil langkah mundur karena kesalahan sejak awal musim. Kesalahan yang dimaksud adalah transfer pemain yang tidak keren.

"Perekrutan mereka sangat buruk sekarang dan menyedihkan selama bertahun-tahun. Mereka membutuhkan lima atau enam pemain top ke dalam skuad itu, dan mereka akan menghabiskan banyak uang," ujar Neville.

Neville menambahkan, direksi United sebenarnya telah meningkatkan budget transfer selama bertahun-tahun. "Mereka menaikkannya, mereka bertanggung jawab untuk ini. 

Perekrutan yang buruk, pemilihan manajer yang buruk, pergi bersama mereka," sambung Gary dikutip dari CNN.

Omongan Paul Ince dan Gary Neville tersebut ada benarnya. Bahwa mayoritas pemain United kini tidak punya mentalitas tangguh seperti di era Ferguson dulu. 

Bahwa tim United kini tidak punya kedalaman skuad seperti di era Ferguson dulu yang punya dua pemain sama bagusnya hampir di tiap posisi. Itu imbas karena kurang jeli dalam transfer pemain.

Namun, apa pun itu, wajah United musim ini yang acap kali kehilangan akal ketika bertemu tim-tim kecil dan bak Superman yang loyo ketika dihadapkan pada batu krypton, lebih karena mereka sudah lupa pada wejangan Sir Alex.

Seharusnya, bila Unitednya Solskjaer masih setia dengan wejangan "sang mantan terindah", mereka tidak akan mudah kalah seperti sekarang. Bukan hanya karena mereka membenci kekalahan di setiap pertandingan seperti eranya Ferguson dulu.

Tapi, lebih karena mereka bisa mengambil pelajaran dari sebuah kekalahan. Bila kalah, mereka bisa belajar dari pengalaman pahit tersebut agar tidak berulang di pekan-pekan berikutnya.

Namun, bila ternyata kekalahan tak terduga itu terus terjadi, pemain-pemain United sepertinya memang butuh "ditampar" dengan tamparan ucapan seperti yang dikatakan Paul Ince agar bisa segera bangkit.

Apa iya mau terus-terusan terjerambap di lubang yang sama? Lha wong keledai saja tidak begitu. Seperti bunyi peribahasa di Barat sana "not even a donkey falls in the same hole twice".

Keluarga besar Manchester United di manapun pasti tidak berharap seperti itu. Mereka berharap United bisa kembali memperlihatkan kebesarannya sebagai tim yang paling sering juara Premier League. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun