Ketika sebuah tim memutuskan untuk 'berpisah' dengan pelatihnya, berarti ada hubungan tim-pelatih yang tidak terjalin dengan apik. Hubungan tim dan pelatih yang berjalan buruk. Tidak bahagia. Pada akhirnya, hubungan itu diakhiri pemecatan. Kandas. Ambyar.
Nah, bila sudah berpisah, tentu saja sebuah tim harus mencari orang baru. Pelatih baru. Kata baru ini seharunya memang ya sesuai maknanya. Kalau mengacu pada makna di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), baru itu bermakna belum pernah ada (dilihat/didengar) sebelumnya.
Artinya, pelatih baru yang ditunjuk menggantikan orang lama yang 'diceraikan' tersebut, seharusnya memang figur baru yang tentunya prospeknya diyakini lebih bagus. Bukan malah bernostalgia dengan membuka kembali hubungan dengan 'mantan indah' di masa lalu.
Situasi seperti itu yang agaknya dialami tim asal London Utara, Arsenal. Usai mengakhiri hubungan dengan pelatih asal Spanyol, Unai Emery pada dua pekan lalu, Arsenal malah melakukan langkah mundur.
Alih-alih mendatangkan pelatih top (atau mungkin masih dalam tahap pendekatan dan lobi-lobi), Arsenal malah memilih bernostalgia dengan menunjuk Freddie Ljungberg sebagai pelatih interim alias caretaker.
Pengidola Arsenal dan penggemar Liga Inggris era 90-an dan awal 2000-an pastinya paham dengan nama Ljungberg. Mantan pemain tengah asal Swedia ini merupakan salah satu 'kepingan' dari kisah hebat Arsenal di masa lampau.
Ljungberg bergabung dengan Arsenal pada tahun 1998 di usia 21 tahun. Kala itu, penampilan hebatnya bersama klub lokal Swedia, Halmstad, membuatnya diincar klub-klub top Eropa. Ada Barcelona, Chelsea, juga Parma yang waktu itu merupakan klub hebat di Liga Italia. Namun, dia lebih memilih Arsenal.
Singkat cerita, di bawah kepelatihan Arsene Wenger yang merupakan kenangan terindah Arsenal, Ljungberg sukses meraih dua gelar Liga Inggris musim 2001/02, 2003/04. Bahkan, di musim 2001/02, Ljungberg terpilih sebagai Premier League Player of The Season. Pemain Terbaik. Dia juga meraih Piala FA 2002, 2003 dan 2005.
Lepas dari Arsenal, di tahun 2007, dia sempat bermain di West Ham United lanats berpetualang ke Amerika Serikat. Bermain di klub Seattle Sounders, Chicago Free. Bahkan sempat bermain di J-League Jepang bersama Shimizu S-Pulse, hingga bermain di Liga India di klub Mumbai City.
Arsenal ingin menghidupkan kembali 'aura' Wenger?
Pada akhirnya, dia kembali ke pelukan Arsenal. Di musim 2016/17, Ljungberg ditunjuk melatih tim Arsenal U-15. Sempat menjadi asisten pelatih Vfl Wolfsburg di tahun 2017, setahun kemudian dia menjadi pelatih tim Arsenal U-23. Mulai musim 2019/2010, Ljungberg 'naik pangkat' ke tim senior sebagai asisten Unai Emery. Setelah Emery dipecat pada 29 November silam, Freddie pun menjadi pelatih kepala.
Memang, dalam 'diagram pohon' kepelatihan sepak bola, ketika ada pelatih yang dipecat, maka asistennya yang akan naik pangkat. Meski, Arsenal pastinya paham bila Ljungberg yang kini berusia 42 tahun, belum punya pengalaman melatih sebagai 'orang nomor satu' di tim.
Terlepas nama besarnya, mayoritas fans Arsenal rasanya juga meragukan kualitas kepeletihan Ljungberg. Lha wong Emery yang sudah sarat pengalaman melatih klub top seperti Sevilla, Paris SG dan pernah menjadi juara Liga Europa saja, dipecat di tengah jalan.Â
Toh, manajemen Arsenal boleh jadi ingin bernostalgia. Ketika Emery yang notabene 'orang luar' ternyata gagal, mereka ingin menghidupkan kembali aura Wenger di Arsenal.Â
Caranya dengan mencomot salah satu mantan anak didik Wenger menjadi juru peracik strategi. Siapa tahu, Ljungberg bisa sukses seperti halnya 'cerita legendaris' Pep Guardiola di Barcelona tahun 2008 silam.
Namun, harapan tinggal harapan. Serangkaian fakta di lapangan menunjukkan, sejak Ljungberg mendampingi Mesut Oezil dan kawan-kawan bertanding, penampilan Arsenal ya tetap begitu-begitu saja. Malah cenderung semakin memburuk.
Faktanya, Minggu (15/12) tadi malam waktu Inggris atau tengah malam waktu Indonesia, Arsenal babak belur. Tampil di kandang sendiri, The Gunners tak berdaya dihajar Manchester City 0-3 di pekan ke-17 Liga Inggris.
Pekan lalu, Ljungberg sebenarnya sempat membuat fans Arsenal mulai bisa tersenyum ketika The Gunners bisa menang 1-3 di markas West Ham United (9/12) di pekan ke-16 Liga Inggris. Itu kemenangan perdana Arsenal sejak ditangani Ljungberg setelah di dua laga sebelumnya ditahan tim penghuni zona degradasi, Norwich City 2-2 (1/12). Lantas dipermalukan Brighton & Hove Albion 1-2 di Emirates Stadium (6/12).
Selain meraih kemenangan perdana, Ljungberg juga mampu membawa Arsenal lolos ke babak 32 besar Liga Europa sebagai juara grup. Itu juga kabar bagus. Petang nanti, mereka tinggal menunggu lawan dari hasil pengundian.
Namun, fans Arsenal ternyata cuma di-PHP. Diberi harapan palsu. Harapan dan percaya kepada Ljungberg, ternyata langsung layu. Bagaimana tidak layu, kekalahan 0-3 di kandang sendiri dari Man.City tadi malam, jelas menjadi hasil mengecewakan. Apalagi, Arsenal kini tercecer di peringkat ke-9 Liga Inggris.
Apakah kekalahan dari City membuat manajemen Arsenal mulai berpikir untuk tidak lagi bernostalgia?
Belum ada kabar terbaru terkait hal itu. Meski beberapa nama pelatih top sudah dikait-kaitan akan melatih tim berlogo meriam ini. Diantaranya mantan pelatih Tottenham Hotspur, Mauricio Pochettino yang kini menganggur. Bila pelatih asal Argentina ini masuk, berarti Arsenal memang akan memulai era baru untuk move on dari kenangan lama.
Kemarin, seperti dilaporkan The Guardian, asisten setia Pochettino, Jesus Perez, terlihat duduk diantara kerumunan suporter di Emirates Stadium demi melihat laga Arsenal-City. Mungkinkah ini pertanda Pochettino akan merapat ke Arsenal?
Meski, dulu ketika melatih Spurs, dia pernah berujar tidak akan pernah melatih Arsenal yang merupakan musuh besar Spurs. Toh, dalam sepak bola, nazar seperti itu bisa berubah sewaktu-waktu. Sudah banyak contohnya.
Menariknya, Arsenal rupanya masih membuka kemungkinan untuk bernostalgia. Sebab, ada rumor bila Mikel Arteta juga bisa ditunjuk sebagai pelatih. Kita tahu, Arteta yang kini menjadi asisten pelatih Pep Guardiola di Man.City, dulunya merupakan pemain Arsenal. Dia pemain tengah seperti halnya Ljungberg, meski lebih sebagai gelandang bertahan.
Rumor itu bahkan dijawab Guardiola. Dia rupanya ikut terusik dengan rumor tersebut. "Mikel figur penting dalam tim kami. Tapi, apa yang akan terjadi ya terjadilah," ujar Guardiola kepada The Guardian.
Bagaimana dengan Ljungberg?
Setelah memimpin Arsenal di lima pertandingan, Ljungberg mulai berani bersuara kepada manajemen. Dalam wawancara yang dikutip banyak media di Inggris, Ljungberg mendesak Arsenal untuk segera mengambil keputusan terkait posisi manajer/pelatih permaian. Apakah dirinya yang akan ditunjuk, ataukah orang lain.
"Saya katakan kepada klub, mereka harus segera mengambil keputusan. Saya sangat tersanjung bisa melatih dan akan mencoba memberikan yang terbaik sebisa saya. Namun, akan lebih bagis bila ada keputusan yang jelas. Itu tergantung klub," ujar Ljungberg.
Ah, menarik ditunggu, bagaimana kisah drama di Arsenal. Apakah akan tetap melanjutkan bernostalgia dengan 'mantan'. Ataukah memilih move on dengan memulai hubungan dengan orang baru.
Meski, fans Arsenal sebenarnya mau hanya satu. Arsenal kembali menangan dan kembali bersaing di papan atas. Bukan begitu, mas mbak Gooners yang setia? Salam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI