Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bangunan Sekolah Ambruk, Potret Sedih Dunia Pendidikan Kita

6 November 2019   10:12 Diperbarui: 6 November 2019   17:40 4026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang petugas berada di antara reruntuhan bangunan Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan,yang ambruk, Selasa (5/11) kemarin/Foto: tekno.tempo.co

"Beberapa jam setelah kejadian, pelajar kelas 3 SD itu belum bisa melupakan musibah yang menyebabkan temannya meninggal."

Membaca kabar-kabar perihal pendidikan di Indonesia, acapkali bikin prihatin. Sisi kemanusiaan kita akan mudah terketuk. Ambil contoh ketika melihat foto betapa anak-anak berangkat ke sekolah harus melintasi jembatan rusak di atas sungai. Foto itu pernah menjadi viral di media sosial beberapa waktu lalu.

Belum lagi anak-anak yang pergi ke sekolah tanpa sepatu. Atau juga persoalan gaji guru yang belum semuanya mendapatkan honor layak. Terlebih yang statusnya masih honorer. 

Ditambah lagi kabar perundungan yang acapkali terjadi di sekolah. Tentunya kita berharap kabar seperti itu tidak ada lagi karena sudah langsung ditangani oleh pemerintah.

Ketika mendapati kabar anak-anak Indonesia yang masih susah payah untuk sekadar datang ke sekolah, meski trenyuh melihatnya, tetapi kabar itu masih 'ada sisi baiknya'. Masih ada blessing in disguise. 

Setidaknya, saya bisa memotivasi dua anak saya dengan adanya kabar itu. Bahwa, mereka jauh lebih beruntung karena tidak kesulitan untuk ke sekolah. Tidak seperti anak-anak yang harus menyeberangi sungai itu. 

"Mereka yang ke sekolah menyeberangi jembatan rusak itu punya semangat besar untuk ke sekolah. Karena itu, kalian yang mudah saja untuk ke sekolah, harus lebih semangat belajarnya," ujar saya memotivasi mereka.  

Bangunan sekolah di Pasuruan, Jawa Timur, kemarin ambruk
Namun, ketika mendapati kabar ada bangunan sekolah ambruk, itu sudah beda cerita. Sulit untuk memungut serpihan motivasi dari kabar horor seperti itu. Kita yang sekadar membaca beritanya, membayangkannya saja ikut ngeri.

Kengerian itulah yang saya rasakan ketika membaca bangunan atap kelas Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur, ambruk pada Selasa (5/11/2019) pagi kemarin. Musibah itu mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka.

Dikutip dari Kompas.com, informasi yang dihimpun dari Polda Jatim, gedung SDN di Jalan Kyai Sepuh nomor 49, Kelurahan Gentong Kecamatan Gadingrejo itu dilaporkan ambruk pukul 08.15 WIB. Gedung tersebut dihuni empat kelas. 

Adapun kelas yang atapnya ambruk, yakni kelas II A dan II B, serta kelas V A dan V B. Seorang guru dan seorang murid dilaporkan meninggal di lokasi. Sementara 11 murid lainnya mengalami luka tertimpa reruntuhan gedung kelas.

Membaca narasi itu saja, kita bisa membayangkan betapa mengerikannya situasi di SDN tersebut ketika kejadian. Pasalnya, ambruknya gedung sekolah tersebut, terjadi saat jam belajar-mengajar di kelas.

Ketika guru dan murid sedang riang belajar di dalam kelas. Ketika mereka bersemangat dalam proses belajar-mengajar. Lantas, mendadak dihantui ketakutan ketika tiba-tiba atap gedung sekolah ambruk menimpa mereka. Krrraak. Bruuuk. Bayangkan betapa mengerikannya.

"Siswa kelas II A dan II B sedang belajar di ruang kelas, sementara kelas V A dan V B sedang ada kegiatan olahraga di luar kelas. Namun, di kelas tersebut ada seorang siswa yang sakit dan tidur di dalam kelas serta seorang guru," kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Frans Barung Mangera.

Para korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Sudarsono, Pasuruan. Jumlah korban banyak karena memang ada empat kelas yang ambruk dalam kejadian tersebut. Sementara mereka yang selamat, sejatinya juga menjadi 'korban mental'. Mereka shock.  

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan para orang tua yang tengah bekerja atau sedang bersih-bersih rumah, lantas mendadak mendapat kabar itu. Mereka pastinya histeris. Lantas menuju sekolah dengan was-was dan cemas.

Murid-murid di sekolah tersebut pastinya juga shock berat. Seperti salah satu siswi SDN Gentong yang diwawancara awak media, Adinda Lailatul. Dia menangis histeris di pelukan ibunya setelah kejadian tersebut. 

Beberapa jam setelah kejadian, pelajar kelas 3 SD itu belum bisa melupakan musibah yang menyebabkan temannya meninggal. "Semua tadi kaget, tiba-tiba atapnya jatuh," ujarnya.

Seorang petugas berada di antara reruntuhan bangunan Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan,yang ambruk, Selasa (5/11) kemarin/Foto: tekno.tempo.co
Seorang petugas berada di antara reruntuhan bangunan Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan,yang ambruk, Selasa (5/11) kemarin/Foto: tekno.tempo.co
Bukan kejadian pertama
Kejadian bangunan sekolah ambruk, bukan sekali ini terjadi di negeri ini. Kasus seperti ini sudah berulang kali pernah terjadi. Di beberapa tempat. Silahkan memasukkan kata kunci "sekolah ambruk" di kolom mesin pencari Google, sampean (Anda) akan menemukan banyak berita. Cukup banyak kejadian. Dari berbagai tempat. Tersebar di seluruh Indonesia.

Bukan hanya yang terjadi baru-baru ini. Tapi sejak dulu. Ada yang hanya ambruk. Rusak fisik bangunan sekolahnya. Malah, kadang ada yang menyebabkan korban nyawa. Ada murid yang meninggal. Atau gurunya meninggal karena terimpa bangunan.

Di Kompas.com saja, kabar sekolah ambruk ini bisa terlacak pernah terjadi di Bekasi dan Cirebon. Yang masih terbilang baru, sekolah madrasah Ibtidaiyah Khaerul Fatihin Nahdatul Wathan di Desa Pringgerate, Lombok Tengah, ambruk pada awal September lalu.

Membacanya sungguh sedih sekali.

Masalah ini tentu harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dalam hal ini kementerian yang menaungi. Termasuk juga pemerintah daerah. Termasuk juga DPRD daerahnya yang bisa menjalankan fungsi kontrolling. Sinergi mereka sangat penting dalam mencegah terjadinya kabar mengerikan ini.

Ada ribuan gedung sekolah menunggu diperbaiki

Apalagi, ada banyak sekolah yang masih antre menunggu diperbaiki. Dikutip dari Kompas.com, tahun 2017 lalu misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengungkapkan ada 150.000 ruang kelas di seluruh Indonesia yang mengalami kerusakan.

Namun, Kemendikbud memprioritaskan perbaikan sekolah yang tingkat kerusakannya sangat parah.

Pak Mendikbud kala itu, Muhadjir Effendi menyebut jumlah sekolah yang mengalami kerusakan di seluruh Indonesia sudah dipetakan. Pada 2017 lalu, ada 45.000 gedung sekolah rusak, ditargetkan diperbaiki. 

"Kita sudah punya data itu. Sekolah mana yang rusak, pak dirjen sudah punya itu. Misalnya di NTT, sangat banyak sekolah yang rusak dan masih ada yang lantainya dari tanah," ujarnya dikutip dari Kompas.

Dalam skala lebih kecil, di Kabupaten Sidoarjo yang tidak jauh dari Pasuruan, tahun ini masih ada ratusan gedung sekolah yang masih butuh perbaikan.

Dikutip dari jawapos.com, ketika membahas APBD 2019, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo mengungkap betapa banyak gedung sekolah yang rusak. Di jenjang SD, ada 229 ruang kelas yang rusak berat dan 264 unit rusak sedang. Di tingkat SMP, jumlah ruang kelas yang rusak berat mencapai 183 unit. Sebanyak 258 unit ruang kelas rusak sedang.

Kepala Dikbud Sidoarjo Asrofi menyebut timnya rutin menyurvei detail kondisi sekolah. Bahkan, mereka bekerja sama dengan ITS Surabaya. Lengkap dengan denah dan kondisi kerusakannya. Setiap tahun ada survei setelah sekolah mengajukan perbaikan. 

"Harapannya, semua bisa langsung dibangun. Namun, kami mengikuti kemampuan anggaran," katanya seperti dikutip dari Jawapos.

Sebenarnya, mengapa bangunan sekolah bisa ambruk?
Penyebab bangunan sekolah bisa ambruk tentunya bermacam-macam. Pertama bisa karena faktor alam. Semisal karena terjadinya gempa bumi, hujan deras disertai angin kencang, pohon besar tumbang menghantam sekolah, ataupun tsunami. Ini faktor yang tidak bisa dihindari.

Upaya yang bisa dilakukan hanyalah meminimalisir jumlah korban. Semisal dengan mengedukasi bagaimana menghadapi gempa. Ataupun 'mengungsikan' murid dan guru bila terjadi tanda-tanda gempa maupun angin kencang.

Faktor kedua umumnya karena bangunan sekolah yang sudah 'sepuh' alias tua. Semisal bangunan sekolahnya sudah 20 atau 30 tahunan. Apalagi bila selama itu, sama sekali tidak pernah tersentuh renovasi. Sehingga penyangga atapnya yang dari kayu mulai melapuk. Temboknya juga mulai rapuh. 

Tentu saja, faktor ini bisa dihindari. Pemerintah daerah maupun DPRD daerah, bisa melakukan pemetaan. Sekolah mana saja di daerahnya yang terbilang sudah uzur dan segera perlu perbaikan. Pihak sekolah juga bisa mengajukan bantuan perbaikan.

Mungkin, selama proses perbaikan, proses belajar-mengajar sedikit terganggu. Ada siswa yang masuk pagi. Ada yang masuk siang. Sebab, sembari menunggu renovasi, kelas yang masih terpakai, dipakai bergantian untuk belajar mengajar. Tidak apa-apa. Demi keamanan dan kenyamanan.

Dulu, ketika kelas 6 SD di tahun 94 an, saya masih ingat, bangunan sekolah saya diperbaiki. Untuk belajar mengajar, kami lantas 'diungsikan' ke rumah joglo tidak terpakai yang lokasinya tidak jauh dari sekolah. Di rumah itulah kami belajar selama beberapa bulan. Tidak masalah. Karena sekolahnya lantas jadi lebih bagus.

Nah, faktor ketiga adalah kualitas bangunannya. Ini bisa berkaitan dengan adanya ulah jahat manusianya. Dan menurut saya, ini yang paling berbahaya. Paling biadab. Paling tidak punya hati.

Betapa tidak jahat, bila sekolah yang sudah berusia uzur, diperbaiki. Tapi kualitas bangunannya ternyata rendahan. Semisal anggaran untuk perbaikan sekolah, ternyata hanya sekian puluh persen saja yang dipakai untuk dibangun.

Sehingga kualitas material yang dipakai juga bukan yang terbaik. Bila seperti itu, spefisikasi bangunannya rendah. Kualitas bangunan juga tidak bisa tahan lama.

Dampaknya, kerusakan tinggal menunggu waktu. Bisa plafon ambruk. Dindingnya retak. Atau lantainya hancur. Padahal baru beberapa bulan dibangun. Bukankah kita cukup sering mendengar cerita seperti itu?

Tapi, semoga saja kabar seperti itu hanya cerita belaka. Sudah tidak ada lagi. Semoga semuanya punya itikad baik. Sebab, perbaikan gedung sekolah itu demi anak-anak kita. Apa iya, mereka yang ikut dalam perbaikan sekolah yang juga merupakan orang tua, mau mencelakakan anak-anaknya sendiri?

Lalu, bagaimana dengan kejadian di Pasuruan? Mengutip pernyataan dari Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasatreskrim) Polresta Pasuruan AKP Slamet Santoso dari i.news, pihaknya belum bisa memastikan penyebab pasti ambruknya bangunan SD tersebut . Polisi masih fokus untuk mengamankan lokasi kejadian dan menolong para korban.

Apa yang harus dilakukan ke depannya?
Ke depan, kejadian di Pasuruan kemarin, bisa menjadi 'warning sign' bagi para pengajar. Bahwa jika mendapati bangunan sekolah yang dipakai sehari-hari ternyata kondisinya mengkhawatirkan, perlu untuk segera dilaporkan agar segera diperbaiki. Jangan menunggu kejadian baru bereaksi.

Bagaimana bila laporan itu didiamkan?

Tenang. Bukankah sekarang ini sudah bukan lagi eranya berkirim surat lewat "satu pintu". Surat bukan lagi satu-satunya cara menyampaikan aspirasi. Pelaporan kini bisa dilakukan lewat akun media sosial dinas/pemerintah setempat.

Bahkan, bisa me-mention kementerian ataupun pak menterinya. Belum lagi bila dibantu kekuatan netizen negeri +62 yang luar biasa.

Tidak hanya itu, bapak ibu guru maupun anggota komite sekolah, juga bisa ikut memantau proyek renovasi sekolahnya. Bisa melihat bagaimana pihak pelaksana proyek/kontraktornya bekerja.

Bisa juga melihat material yang digunakan. Bila ada temuan janggal, bisa dilaporkan. Ini demi mencegah terulangnya kejadian mengerikan seperti di Pasuruan kemarin.

Dan untuk sekolah yang ambruk seperti di Pasuruan, penting untuk melakukan penyembuhan trauma (trauma healing). Beberapa siswa yang mengalami langsung kejadian tersebut, apalagi terkena reruntuhan bangunan sekolah yang ambruk, tentunya mengalami trauma.

Termasuk para gurunya. Mental mereka perlu segera dipulihkan. Sebab, bagaimanapun, proses belajar mengajar harus jalan terus.

Pada akhirnya, semoga kabar pilu bangunan sekolah ambruk seperti ini, terlebih yang memakan korban jiwa, tidak lagi terjadi. Semoga, semua pihak yang ikut bertanggung jawab dalam perbaikan sekolah, punya semangat besar untuk segera menuntaskan 'pekerjaan rumah' (PR) yang ada. 

PR berupa menuntaskan perbaikan sekolah yang memang harus segera selesai diperbaiki. Namun, segera selesai tentunya tidak lantas mengabaikan kualitas bangunan. Bagaimanapun, kualitas bangunan yang nomor satu. Semuanya demi kenyamanan dan keamanan anak-anak kita dalam menimba ilmu di sekolah. Salam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun