Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Ucok/Melati, Makna SP2, dan Gelar Perdana di Final yang "Tak Baik untuk Kesehatan Jantung"

21 Oktober 2019   05:49 Diperbarui: 21 Oktober 2019   09:07 3801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila mengibaratkan pemusatan latihan nasional (Pelatnas) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) sebagai sebuah perusahaan, maka nama Praveen Jordan merupakan salah satu karyawan potensial. Dia dianggap punya skill spesial yang membuatnya layak 'bekerja' di perusahaan tersebut.

Namun, jalan cerita hidup memang terkadang sukar ditebak. Praveen, karyawan yang awalnya dibanggakan perusahaan itu, nasibnya tiba-tiba berada "di ujung tanduk". Dia terancam dikeluarkan dari perusahaan.

Atasannya bernama Richard Mainaky yang merupakan pelatih ganda campuran Pelatnas, mengeluarkan surat peringatan (SP) kedua untuknya. Apa yang salah dengan Ucok--panggilan Praveen Jordan?

Tentu saja, ada yang salah dengan karyawan bernama Praveen tersebut. Sebab, perusahaan pastinya tidak sembarangan mengeluarkan surat peringatan. SP itu dikeluarkan dengan alasan dan maksud yang jelas.

Untuk Ucok, bukan karena kinerjanya yang buruk. Tapi, karena sikapnya yang dianggap bandel. Dia berani melanggar aturan perusahaan. Bila sudah aturan yang dilanggar, karyawan dengan kemampuan sehebat apapun, tentunya bisa dikeluarkan.

Analogi kisah karyawan di perusahaan yang awalnya dianggap potensial lantas mendapat surat peringatan keras dari atasan itulah yang dirasakan pebulutangkis Pelatnas, Praveen Jordan.

Tampil di tur Eropa berbekal Surat Peringatan (SP2) pelatih
Ya, dua pekan lalu, beredar kabar perihal kemarahan pelatih ganda campuran Pelatnas, Richard Mainaky. Pemicunya, Praveen melakukan tindakan indisipliner. Dikutip dari sport.tempo.co, Praveen disebut-sebut meninggalkan asrama Pelatnas PBSI saat malam, tanpa mendapat izin dari pelatih. Dia juga tidak mengikuti sesi latihan pagi pada Senin, 7 Oktober lalu.

Yang terjadi, Richard marah besar. Dia sampai bicara blak-blakan kepada media. Pria yang telah melatih di Pelatnas PBSI Cipayung selam 23 tahun ini menyebut telah memberikan surat peringatan kepada Praveen. Meski, persoalan itu kemudian bisa cepat diselesaikan.

"Sudah selesai dan atlet yang kedapatan melakukan pelanggaran. Sudah saya panggil dan beri SP 2," ucap Richard seperti dikutip dari sport.tempo.co. Tapi yang jelas, situasi itu datang kurang tepat. Sebab, Praveen bersama pasangannya, Melati Daeva Oktavianti, tengah bersiap tampil di turnamen BWF World Tour, Denmark Open 2019.

Situasi kurang sejuk itu dikhawatirkan membuat penampilan mereka akan drop di lapangan. Meski, Richard menyebut situasi latihan berjalan normal dan seluruh anak didiknya bisa fokus berlatih menghadapi kejuaraan di Eropa.

Dan memang, kekhawatiran itu tidak terbukti. Entah bagaimana cara pendekatan PBSI dalam mendinginkan masalah ini, yang jelas, penampilan Praveen/Melati di Denmark baik-baik saja. Setidaknya, mereka tidak tereliminasi cepat.

Malah, Ucok dan Melati seperti ingin membuktikan, bahwa mereka bisa memberikan kebanggaan untuk Indonesia. Bukan sekadar kabar kurang enak didengar. Terlebih Ucok, dia ingin memperlihatkan dirinya punya 'aset penting'. Aset bernama smash keras yang bahkan disebut-sebut yang paling dashyat di jajaran pemain pria Pelatnas PBSI.

Cerita mereka di Denmark Open yang digelar di Kota Odense, diawali kemenangan atas ganda Inggris, Ben Lane/Jessica Pugh di babak pertama (15/10). Lantas, mengalahkan ganda Tiongkok Lu Kai/Chen Lu di putaran kedua lewat rubber game 18-21, 21-15, 21-13.

Tantangan berat terjadi di perempat final (18/10). Ucok dan Melati bertemu ganda rangking 1 dunia asal Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong. Sebelumnya, dalam enam pertemuan, Ucok dan Melati selalu kalah. Yang terjadi di Odense, Ucok dan Melati ternyata bisa "pecah telur". Mereka menang rubber game 21-18, 16-21, 22-20 atas pasangan juara dunia 2018, 2019 itu.

Toh, kemenangan itu tidak membuat mereka berpuas diri. Sebab, masih ada lawan berat lainnya yang masih tersisa. Yakni, pasangan Tiongkok lainnya, Wang Yilyu/Huang Dongping yang kini menempati rangking 2 dunia.

Skenario pertemuan Ucok dan Melati melawan Yilyu/Dongping itu pun benar-benar terjadi. Ucok/Melati menang mudah di semifinal atas ganda Taiwan, Wang Chi-lin/Cheng Chi-ya, 21-12, 21-12. Sementara Yilyu/Dongping mengalahkan ganda Korea Selatan lewat rubber game.

Bagi Ucok dan Melati, Yilyu dan Dongping juga seperti Siwei/Yaqiong. Keduanya sama-sama menjadi mimpi buruk bagi mereka. Bahkan, Yilyu dan Dongping mimpi yang jauh lebih buruk.

Sebab, tahun ini, mereka tiga kali bertemu di final. Yang terjadi, Ucok/Melati selalu merasakan pedihnya kalah di final dari mereka. Yakni di India Open 2019 Super 500 pada akhir Maret pada awal Juni, Australia Open dan Japan Open Super 750 pada akhir Juli lalu.

Final yang membuat jantung dag dig dug, akhirnya juara setelah lima kali kalah
Namun, setelah kemenangan atas Siwei/Yaqiong di perempat final, Ucok dan Melati punya keyakinan kuat. Bahwa, selalu ada yang pertama di lapangan. Mereka juga ingin mengalahkan Yilyu/Dongping untuk kali pertama.

Mereka ingin meraih gelar pertama di Denmark sekaligus mengakhiri 'kutukan' di final. Sebelumnya, sejak dipasangkan pada awal 2018 silam, keduanya sudah lima kali tampil di final, tapi selalu kalah.

Dan, Ucok/Melati membuktikan tekad kuatnya di final Denmark Open 2019 tadi malam. Tampil di final kedua dari serangkaian lima laga final, Praveen dan Melati menunjukkan nyali besar mereka menghadapi Wang Yilyu dan Dongping. Praveen seperti sudah berdamai dengan dirinya sendiri yang acapkali "banjir error". Sementara Melati tak memedulikan flu yang menyerangnya.

Bila dalam tiga final sebelumnya, Ucok dan Melati selalu kalah straight game dari Yilyu dan Dongping, kali ini ceritanya berbeda. Di game pertama, setelah saling kejar-mengejar poin, ganda campuran Indonesia melesat di angka 18-18. Tiga poin beruntun berhasil diraih.

Berawal dari service Dongping yang dinyatakan fault, diikuti pengembalian Dongping menyangkut di net, lantas diakhiri drop shot manis Melati yang gagal dijangkau Yilyu. Ucok dan Melati memenangi game pertama, 21-18.

Namun, di game kedua, ganda Tiongkok bangkit. Terlebih ketika Praveen dan Melati bak mengulang kebiasaan lama mereka yang doyan melakukan kesalahan sendiri. Yilyu dan Dongping yang selalu unggul dalam perolehan poin, menang 21-16. Laga pun berlanjut ke game ketiga.

Di game ketiga inilah, drama mendebarkan yang bikin gregetan dan mengharukan, bak bercampur menjadi satu. Praveen dan Melati mengawali game ketiga dengan apik. Unggul 3-0, 5-1, dan 7-2. Bahkan, mereka menutup interval pertama dengan skor jauh, 11-4. Praveen dan Melatih lantas bisa unggul 14-7. Mereka unggul 7 poin. Dan, 7 poin lagi menuju gelar.

Namun, siapa sangka, ganda Tiongkok itu justru bisa mengejar jarak poin itu. Bukan karena ganda Tiongkok itu berubah jadi luar biasa. Namun, lebih karena Ucok dan Melati yang malah mudah melakukan kesalahan sendiri sehingga berbuah poin gratis untuk lawan.

Beberapa kali, shuttlecock pengembalian Ucok dan Melati gagal menyeberang ke area lapangan lawan. Hanya menyangkut di net. Beberapa kali, mereka juga seperti mematung ketika Yilyu atau Dongping menempatkan shuttlecock ke tempat yang sulit dijangkau.

Kesalahan demi kesalahan tersebut tidak hanya membuat Yilyu dan Dongping bisa menyamakan skor 14-14. Bahkan, ganda Tiongkok yang sempat tertinggal 7 poin tersebut, berbalik unggul 18-14.

Dari sini, para pecinta bulutangkis (badminton lover) Indonesia yang menikmati tayangan ini lewat live streaming, sudah banyak yang mengomel lewat live chat. Banyak dari mereka yang sudah pasrah. Marah-marah. Mereka mengira Ucok dan Melati akan kembali kalah di final. Malah, kali ini kalah menyesakkan karena unggul 7 poin tapi ditikung lawan.

Namun, 'keajaiban' terjadi. Lagu "We Will Rock You" nya Queen yang terdengar ketika lapangan dibersihkan, seperti membakar semangat Ucok dan Melati. Di posisi 14-18, sebuah smash keras Ucok tak mampu dikembalikan Yilyu dan menjadi poin pertama setelah 'membuang' 11 poin beruntun. Skor pun jadi 15-18.

Lalu, smash sukses Melati menjadi poin ke-16. Berikutnya, lagi-lagi smash keras Praveen kembali berbuah poin di angka 17-18. Tapi, smash Dongping membuat Tiongkok unggul 19-17. 

Suporter Tiongkok pun kembali bersorak sembari meneriakkan "cai yo". Ganda Tiongkok hanya butuh dua poin lagi. Namun, ternyata itulah point terakhir yang diraih ganda Tiongkok.

Cerita berikutnya adalah momen paling dramatis di pertandingan final tersebut. Momen yang membuat jantung dag dig dug. Giliran Ucok dan Melati yang menikung. Mereka mendapatkan dua poin beruntun untuk menyamakan skor 19-19. Lantas, sebuah smash Dongping menyangkut di net membuat Melati Ucok mendapatkan match point.

Satu poin lagi, Ucok dan Melati akan juara. Namun, bila kehilangan poin, poin akan jadi 20-20 yang artinya terjadi setting poin. Apapun masih bisa terjadi. Bisa dibayangkan betapa tegangnya ketika memantau langsung pertandingan ini. Sungguh 'tidak baik' untuk kesehatan jantung.

Di momen ini, saking menegangnya, Praveen sempat memberi wejangan kepada Melati sebelum melakukan service. Komunikasi itu membuktikan bahwa keduanya bisa saling menguatkan. Tidak seperti sebelumnya yang seringkali saling cuek ketika tertekan lawan. "Ayo bisa Mel. Satu poin lagi," begitu kira-kira pesan Ucok.

Adapun hal yang terjadi, diawali service apik Melati, lewat sebuah reli mendebarkan yang memperlihatkan kokohnya pertahanan Melati ketika digempur smash Yilyu. Lantas, diawali drop shot Praveen, bola diangkat oleh Yilyu. Yang terjadi kemudian, sebuah smash super keras Praveen membuat Yilyu bak orang kaget sehingga raketnya lepas dari tangannya. Sungguh cara hebat menutup final. Skor jadi 21-19. Ganda campuran Indonesia juara.

Saking emosionalnya, sembari berteriak meluapkan emosi juara, Praveen sampai membanting raketnya yang nampak langsung bengkok. Sejurus kemudian, dia memeluk asisten pelatih Nova Widianto. Lantas, memeluk Melati Daeva. Sebuah pelukan juara yang ditunggu hampir dua tahun.

Dalam wawancara dengan badmintonindonesia.org, Praveen mengaku sudah siap bila pertandingan final tersebut tidak akan mudah dan melelahkan. 

Kunci kemenangan kami hari ini yaitu lebih percaya ke partner dan memperbanyak komunikasi di lapangan. Kami terus fokus sebelum angka 21, jangan menyerah. Kami sempat terkejar di game ketiga. Pemain Tiongkok ini merupakan pemain bagus," jelas Praveen mengenai strateginya.

Selamat untuk Ucok/Melati, Bagaimana ke depannya?
Tentu saja, kita bangga dengan gelar yang diraih Praveen dan Melati di Denmark. Namun, kita juga berharap, gelar tersebut tidak membuat mereka cepat puas. Apalagi, mulai pekan ini, mereka akan kembali tampil di French Open.

"Bisa menang hari ini tentu senang sekali, ini merupakan gelar pertama kami setelah satu setengah tahun berpasangan. Dan tentu ini akan membuat kami percaya diri di turnamen berikutnya," kata Praveen.

"Pastinya senang apalagi ini gelar kami yang pertama. Kami akhirnya bisa membuktikan kalau kami bisa," sambung Melati dikutip dari badmintonindonesia.org. 

Kita boleh berharap, gelar tersebut bisa membuat Praveen dan Melati semakin termotivasi. Mereka masih harus banyak berlatih untuk mengurangi error yang acapkali masih terjadi. Termasuk Praveen yang servicenya beberapa kali menyangkut di net. Dia juga harus bisa lebih menjaga sikap. Lebih disiplin. Demi keberlangsungan kariernya. Demi memberikan kebanggaan untuk Indonesia.

Bila masalah error dan disiplin itu bisa diatasi, saya yakin Praveen/Melati akan menjadi pasangan XD menakutkan. Tiongkok yang selama ini mendominasi ganda campuran, bakal mulai cemas. Betapa tidak cemas Praveen, sang pemilik smash paling dashyat di ganda campuran, bermain bersama Melati yang semakin oke bermain di depan net.

Bahkan, melihat pertahanan dan kengeyelan Melati tadi malam, kita seperti melihat kembali Debby Susanto--mantan rekan Praveen sebelumnya. Bahkan, ada yang menyebut Melati bermain bak Liliyana natsir. Bila begitu, kita boleh berharap banyak kepada mereka di Olimpiade 2020 mendatang.

Pada akhirnya, selamat untuk Praveen dan Melati. Semoga gelar di Denmark Open ini hanyalah awal dari konsistensi penampilan mereka yang berujung gelar-gelar di turnamen lainnya. Salam bulutangkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun