Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Frank Lampard dan Pelajaran Menjadi "Atasan" di Tempat Kerja

7 Oktober 2019   09:47 Diperbarui: 7 Oktober 2019   16:31 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya, seandainya Chelsea ternyata kalahan dan dalam posisi buruk di Liga Inggris, Lampard-lah yang akan paling disorot. Dia yang akan diminta pertanggung jawaban. Bukan pemain. Bahkan, manajemen tim tidak akan ragu memecatnya meski dia pemain legenda di tim itu.

Seperti seorang atasan di tempat kerja, Lampard pasti paham. Bahwa, bagus atau tidaknya performa timnya, bergantung pada siapa saja pemain yang ia percaya untuk tampil di lapangan. Menariknya, dalam hal ini, sebagai orang baru, Lampard justru memilih keputusan berani.

Dari 11 pemain yang ditunjuknya sebagai pemain inti, Lampard justru tidak banyak memilih pemain-pemain senior. Padahal, dengan pengalaman panjang yang dimiliki, pemain-pemain itu seharusnya bisa memberikan Lampard kenyamanan dan ketenangan di masa transisi Chelsea seperti sekarang.

Justru, Lampard lebih memilih memainkan anak-anak muda yang minim 'jam terbang' di Liga Inggris. Beberapa dari mereka merupakan lulusan akademi klub Chelsea. Ada yang sempat dipinjamkan ke klub lain dan dipanggil pulang. Malah ada yang baru bermain di Liga Inggris.

Sebut saja bek Fikayo Tomori (19 tahun) dan Reece James (19 tahun). Gelandang Mason Mount (20 tahun). Penyerang Tammy Abraham (21 tahun). Juga ada Callum Hudson-Odoi, anak muda 18 tahun yang berposisi sebagai penyerang sayap. Kesemuanya berkewarganegaraan Inggris.

Bahkan, Lampard berani memainkan mereka sebagai pemain inti. Demi memainkan Abraham, dia menepikan penyerang kenyang pengalaman, Olivier Giroud. Malah, Christian Pulisic yang sempat digadang-gadang jadi penerus Eden Hazard yang pindah ke Real Madrid, juga dicadangkan demi memberi tempat untuk Hudson-Odoi. Dia juga menepikan Matteo Kovacic demi memberi tempat untuk Mason Mount. Bahkan, karena ada Tomori, Lampard rela melepas David Luiz ke Arsenal.

Memainkan 'bocah' di kompetisi seketat Liga Inggris, jelas sebuah keputusan yang berani. Dan, gara-gara keputusan itu, Lampard sempat dihujat. Lampard dinilai telah mengambi keputusan yang keliru. Pasalnya, Chelsea tampil buruk di awal kompetisi.

Mereka langsung kalah telak 0-4 dari Manchester United di pertandingan perdana pada 11 Agustus silam. Sebuah cara buruk bagi Lampard untuk menandai kiprahnya sebagai pelatih di Liga Inggris. Bahkan, Chelsea seperti sulit meraih kemenangan.

Tiga hari kemudian, Chelsea yang merupakan juara Liga Europa musim lalu, tampil di Piala Super Eropa melawan tim juara Liga Champions, Liverpool. Chelsea kembali takluk. Kali ini lewat adu penalti 5-4 setelah bermain 2-2.

Fans Chelsea benar-benar diuji kesabarannya demi melihat timnya meraih kemenangan pertama di era Lampard. Di pekan kedua Liga Inggris, Chelsea lagi-lagi tak mampu menang. Mereka bermain 1-1 dengan tamunya, Leicester City. Artinya, Chelsea tak pernah menang di tiga pertandingan.

Sontak, media-media Inggris menyebut Lampard terlalu percaya pada bocah. Orang Inggris lantas teringat ujaran terkenal di sana "Anda tidak akan memenangi apa-apa dengan sekumpulan bocah".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun