Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Rusia Rasa Istora, Tim Indonesia Akhirnya Juara Dunia untuk Kali Pertama

6 Oktober 2019   06:01 Diperbarui: 6 Oktober 2019   13:46 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dinyana, Liu justru mendapat empat poin beruntun, 20-20 dan memaksakan setting point. Lantas, Liu kembali mendapat dua poin beruntun. Bobby pun kalah 20-22. Terlihat dia sangat kecewa dan terpukul.

Momen ini sungguh menguras emosi. Saya pun sempat lemas. Seolah tak percaya. Lha wong sudah siap-siap juara karena hanya perlu satu poin dan unggul 4 poin, pun Bobby seolah sudah tahu cara mendapatkan poin, eh ternyata tertikung.  

Tetapi memang, dalam laga final, apalagi ketika kualitas pemain yang nyaris sama, maka ketenangan dan kekuatan mental pemain-lah yang menjadi penentu. Dalam hal ini, Bobby masih harus belajar lagi bagaimana meredam euforia dini. Bahwa, sebelum menang, haram hukumnya merasa menang.

Kemenangan Indonesia ditentukan lewat ganda putri dadakan

Kekalahan Bobby membuat Tiongkok memperkecil skor jadi 1-2. Final berlanjut ke pertandingan keempat yang memainkan ganda putri. Bila Indonesia menang, final akan selesai karena skor sudah 3-1. 

Sebaliknya, bila Tiongkok yang menang, maka final akan memainkan laga penentuan (ganda putra). Sulit membayangkan bila Indonesia akhirnya gagal juara setelah sangat dekat. Lha wong hanya kurang satu poin.

Tetapi memang, tekanan menghampiri Indonesia usai kekalahan Bobby. Apalagi, tim pelatih justru memainkan pasangan ganda putri dadakan. Febriana Dwipuji Kusuma menggantikan Nita Violina untuk berpasangan dengan Putri Syaikah.

Pasangan Nita/Putri sebenarnya berstatus rangking 1 dunia ganda putri junior. Namun, mereka kalah saat bermain melawan ganda putri Thailand di semifinal. Nita dinilai tampil kurang lepas. Maka, Febriana yang pernah jadi juara Asia 2018, diplot mendampingi Putri.

Namun, keputusan pelatih untuk merombak ganda putri di laga final ini sempat memunculkan kekhawatiran. Ketika Febriana/Putri, 'tampil diam' dan kalah di game pertama dari Li Yijing/Tan Ning. Skornya pun cukup jauh, 16-21.

Sampai di sini, ada banyak netizen yang berkomentar live, pesimistis dengan peluang ganda putri Indonesia. Apalagi, di interval pertama game kedua, Febriana/Putri selalu tertinggal dalam perolehan poin.

Namun, mereka enggan menyerah. Terlebih ketika mereka tertinggal 19-20 di game kedua. Febriana/Putri seperti 'terbangun dari tidur'. Mereka lantas menyamakan skor. Laga pun berlanjut ke setting poin. Di momen ini, ketegangan kembali terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun