Memiliki beberapa kenalan anggota dewan, sering ngobrol dan mewawancara, juga mendengarkan cerita perjuangan mereka untuk menjadi wakil rakyat, membuat saya sedikit paham bahwa menjadi anggota dewan itu tidak mudah.
Ya, tidak mudah. Sebab, mereka harus mau berkeringat. Harus siap kurang tidur. Harus kuat mental. Bahkan, harus berani siap keluar duit demi 'mengambil hati' masyarakat.
Bayangkan, selama masa kampanye, mereka harus 'tur' antar kota hingga masuk kampung ke kampung lainnya. Mereka juga siap kapan saja demi menghadiri acara demi acara agar bisa bertemu masyarakat. Lantas meyakinkan masyarakat bahwa dirinya orang yang jujur, bisa dipercaya, mau kerja, religius atau apalah.
Tujuannya jelas. Agar masyarakat yakin untuk memilih dirinya. Bahkan, proses meyakinkan itu tidak cukup sekali. Malah, tidak jarang mereka keluar duit untuk 'mengikat hati' masyarakat semisal mengajak warga rekreasi, memperbaiki jalan dan sebagainya.Â
Harapannya, agar masyarakat tidak berpaling dan tetap memilih mereka ketika hari H pencoblosan.
Selesai? Belum. Mereka masih harus menugaskan saksi di tempat-tempat pencoblosan. Lantas, mengawal proses perhitungan suara agar perolehan suara mereka tetap utuh. Mereka khawatir bila suaranya digembosi.
Karenanya, merujuk proses panjang tersebut, wajar bila mereka merasakan kelegaan ketika diumumkan terpilih menjadi wakil rakyat. Lantas, menunggu jadwal pelantikan menjadi anggota dewan. Dan lihatlah, wajah-wajah gembira mereka ketika pelantikan dan berucap sumpah.
Gembiranya macam-macam. Ada yang gembira karena akan bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Ada yang sekadar gembira karena 'status' nya akan naik menjadi anggota dewan.Â
Yang jelas, mereka gembira karena perjuangan melelahkan sejak masa kampanye, bahkan mungkin jauh sebelumnya, akhirnya berhasil.
Karenanya, merujuk pada semua perjuangan yang telah ditempuh sebelum menjadi anggota dewan, sangat ironis bila kemudian, setelah menjaalankan tugas kedewanan, mereka malah terjerat kasus korupsi dan akhirnya masuk jeruji besi.
Ada cukup banyak cerita tragis perihal anggota dewan yang akhirnya masuk jeruji besi. Salah satu cerita paling miris terjadi di Kota Malang pada tahun 2018 lalu.
Betapa tidak miris, sebanyak 41 wakil rakyat dari total 45 anggota DPRD Kota Malang, menjadi pesakitan setelah terjerat kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka terjerat dugaan kasus suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Angggaran 2015 seperti dikutip dari kompascom.
Terbaru, enam anggota DPRD Kota Surabaya periode 2014-2019 juga masuk bui di akhir masa jabatannya. Dikutip dari liputan6.com, enam anggota dewan Kota Surabaya tersebut harus menginap di hotel Prodeo karena tersangkut kasus korupsi dana jaring aspirasi masyarakat (jasmas).
Penyimpangan dana jasmas yang dikucurkan dari dana APBD Pemkot Surabaya Tahun 2016 ini bermodus pengadaan. Ada beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, di antaranya untuk pengadaan terop, kursi plastik, meja, gerobak sampah, tempat sampah dan sound sistem seperti dikutip dari liputan6.com.
Kisah anggota dewan masuk bui karena kasus tindak pidana korupsi itu seperti "sebuah buku terbuka" yang siapa saja bisa membacanya. Ya, siapa saja bisa tahu bagaimana cerita terjadinya kasus korupsi yang menyeret anggota dewan di Kota Malang dan Surabaya tersebut.
Seharusnya, kasus tersebut bisa menjadi pelajaran bagi para anggota dewan terpilih untuk periode 2019-2024. Ya, legislator terpilih bisa belajar dari cerita pendahulu mereka tersebut agar tidak sampai ikut menjadi pesakitan.Â
Bahwa, dalam menjalankan tugas kedewanan selama lima tahun ke depan, penting untuk bekerja sesuai aturan. Bukannya malah 'bermain-main' dengan anggaran maupun aturan yang bisa menyeret mereka ke jeruji besi.
Seharusnya, kasus-kasus yang menyeret anggota dewan pada periode sebelumnya itu sudah cukup untuk menjadi pengingat bagi anggota dewan yang baru, agar lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas. Jangan sampai tergoda melakukan urusan yang menyalahi hukum.
Tetapi memang, 'kursi' dewan itu empuk. Saking empuknya, ada anggota dewan yang ketika dilantik telah bersumpah akan bertugas sesuai aturan, terkadang lupa pada sumpah yang telah mereka ucapkan.
Karenanya, penting bagi masyarakat untuk ikut mengawal mereka. Salah satu cara untuk mengawal kinerja mereka, bisa melalui tulisan. Tulisan untuk mengingatkan agar mereka benar-benar menjadi legislator yang mau berjuang untuk masyarakat yang diwakilinya. Bukan untuk dirinya sendiri ataupun partai politiknya.
Termasuk mengingatkan mereka bahwa ketika sudah terjerat kasus, yang ada hanyalah penyesalan. Sebuah penyesalan yang tentu saja terlambat.Â
Karenanya, sebelum menyesal seumur hidup, semoga para legislator periode baru, bisa bekerja maksimal dengan niat memperjuangkan aspirasi masyarakat melalui fungsi legislasi, budgeting dan controlling. Selamat bekerja para legislator baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H